NovelToon NovelToon
Immortality Through Suffering

Immortality Through Suffering

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Spiritual / Balas Dendam / Mengubah Takdir / Budidaya dan Peningkatan
Popularitas:25.6k
Nilai: 5
Nama Author: YUKARO

Di desa terpencil yang bahkan tidak tercatat di peta, Xu Hao lahir tanpa bakat, tanpa Qi, dan tanpa masa depan. Hidupnya hanyalah bekerja, diam, dan menahan ejekan. Hingga suatu sore, langit membeku… dan sosok berjubah hitam membunuh kedua orang tuanya tanpa alasan.

Dengan tangan sendiri, Xu Hao mengubur ayah dan ibunya, lalu bersumpah. dendam ini hanya bisa dibayar dengan darah. Namun dunia tidak memberi waktu untuk berduka. Diculik perampok hutan dan dijual sebagai barang dagangan, Xu Hao terjebak di jalan takdir yang gelap.

Dari penderitaan lahirlah tekad. Dari kehancuran lahir kekuatan. Perjalanan seorang anak lemah menuju dunia kultivasi akan dimulai, dan Xu Hao bersumpah, suatu hari, langit pun akan ia tantang.


Note~Novel ini berhubungan dengan novel War Of The God's.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YUKARO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bertemu Serigala Ekor Empat

Keesokan paginya, langit di pinggir danau tampak cerah. Kabut tipis masih menari-nari di atas permukaan air yang jernih, memantulkan cahaya keemasan dari mentari pagi. Suara burung-burung spiritual terdengar dari kejauhan, seakan menyambut datangnya hari baru.

Xu Hao perlahan membuka matanya. Nafasnya teratur, napas spiritual Qi yang ia serap semalaman telah membersihkan tubuhnya, membuat pikirannya segar. Ia menoleh sekilas dan melihat Mei Lin masih duduk bersila, wajahnya tenang dalam meditasi. Aura spiritual putih tipis mengelilinginya, menandakan kultivasinya semakin stabil.

Xu Hao berdiri perlahan, langkahnya ringan tanpa suara. Ia berjalan ke pinggir danau, membungkuk, lalu menciduk air dengan kedua tangannya. Percikan jernih memantul ke wajahnya, dingin namun menyegarkan. Saat mendengar suara gemericik air, Mei Lin membuka matanya perlahan. Pandangan beningnya menoleh pada Xu Hao yang tengah membasuh wajahnya.

“Sudah pagi. Ayo kita lanjutkan perjalanan, Nona,” kata Xu Hao setelah selesai mencuci muka, suaranya tenang namun penuh wibawa. Mei Lin mengangguk lembut. Ia bangkit dari duduknya, langkah anggun membawanya mendekati Xu Hao.

Xu Hao mengibaskan tangannya, mengeluarkan pedang terbang peraknya dari cincin penyimpanan. Cahaya dingin pedang itu berkilau terkena sinar matahari pagi. “Seperti kemarin, berdirilah di depan.”

Mei Lin mengangguk patuh. Ia melangkah naik, berdiri di depan Xu Hao. Angin pagi segera menyapu wajah mereka saat Xu Hao menyalurkan Qi ke pedang, melesatkan mereka menembus langit biru.

Embun pagi yang tersisa di dedaunan berkilau bagai mutiara, tertiup angin ketika mereka meluncur cepat di udara. Xu Hao memandang ke depan, lalu bergumam, “Aneh… mengapa kita belum bertemu satu orang pun sejak kemarin?”

Mei Lin menoleh sedikit, rambut hitamnya berkibar tertiup angin. “Mungkin kita berada di ujung alam rahasia. Itu sebabnya kita tidak bertemu siapa pun.”

Xu Hao mengangguk ringan. “Mungkin saja.”

Setelah menempuh perjalanan cukup jauh, tiba-tiba Mei Lin mengangkat tangannya, menunjuk ke arah bawah. “Lihat! Itu murid Sekte Wuying!”

Xu Hao mengikuti arah telunjuknya. Benar saja, di bawah terlihat tiga murid berpakaian seragam hitam-abu khas Sekte Wuying sedang bertempur dengan lima orang kultivator bebas. Pedang-pedang spiritual beradu, suara dentingan logam berpadu dengan teriakan dan gelombang Qi yang saling berbenturan.

Xu Hao mencondongkan tubuhnya ke depan, lalu menukikkan pedang terbang menuju pertempuran itu. “Karena yang bisa masuk ke alam rahasia ini hanya Foundation Establishment dan Core Formation, tidak ada yang terlalu berbahaya. Ini kesempatan bagus untuk melihat lebih dekat,” gumamnya dalam hati.

Pedang perak mendarat dengan lembut di tanah. Begitu Xu Hao dan Mei Lin turun, seorang murid laki-laki Sekte Wuying menoleh. Wajahnya pucat penuh peluh, tapi matanya berbinar lega. “Syukurlah kau datang, Junior Mei Lin! Cepat, bantu kami menghadapi mereka!”

Mei Lin mengangguk. Ia melirik Xu Hao sejenak, seolah meminta izin. Xu Hao tetap berdiri tegak, matanya fokus menatap pertempuran. Mei Lin pun mengeluarkan pedang putih dari cincin penyimpanan, kilatan dingin menyelimuti bilahnya, lalu melesat masuk ke tengah pertarungan.

Pertarungan semakin sengit. Pedang bertabrakan, dentuman Qi menghantam udara. Namun lambat laun, Mei Lin dan kelompoknya mulai terdesak. Lima kultivator bebas itu tampak lebih berpengalaman, serangan mereka brutal dan penuh ejekan.

“Hahaha! Murid sekte besar hanya begini rupanya!” salah satu dari mereka menghina sambil mendorong lawannya mundur.

Xu Hao yang mendengar kelompoknya Mei Lin di rendahkan, tatapan Xu Hao mengeras. Tubuhnya langsung melesat bagai anak panah. Qi merah menyala di sekujur tubuhnya, melapisi kulit dan ototnya dengan lapisan pelindung sekaligus kekuatan.

Dalam sekejap, Xu Hao melompat dan mengayunkan kakinya. kaki kanannya pun menghantam dada salah satu kultivator bebas dengan suara keras. Tubuh pria itu terlempar, menabrak pohon, lalu pingsan seketika.

Xu Hao mendarat ringan, lalu berbalik cepat dengan tubuh sedikit miring ke kiri. Lalu Satu tendangan keras di arahkan tepat mengenai tulang rusuk musuh berikutnya. Terdengar bunyi patah yang mengerikan. Pria itu jatuh ke tanah, tubuhnya kejang-kejang sambil menahan rasa sakit.

Ketiga kultivator bebas yang tersisa menatap Xu Hao dengan marah. Salah satu dari mereka memekik, “Kau! Kau adalah orang itu! Banyak kultivator mengincarmu karena berani menendang kepala seorang pria tua di depan portal masuk! Dia bersumpah akan menghancurkanmu begitu kau keluar! Dia menyuruh kami semua untuk mencari dan membunuhmu!”

Murid-murid Sekte Wuying tercengang mendengar pernyataan itu. Mei Lin bahkan sempat terkejut, matanya melebar. “Su Hai…” gumamnya lirih.

Xu Hao menatap musuh-musuhnya dengan dingin. “Aku tidak peduli. Lagipula, dia yang salah. Mengapa melarang orang lain masuk seolah-olah portal itu miliknya sendiri?”

Salah satu kultivator bebas meludah ke tanah. “Bocah sombong! Hanya kultivator bebas yang tak tentu arah, berani bicara seperti itu!”

Xu Hao tersenyum tipis. “Aku tidak peduli pada ocehan orang seperti mu.”

Tubuhnya Xu Hao bergetar, bukan karena takut, tapi karena pertarungan pertama yang sangat ia nikmati. lalu Xu Hao melesat maju. Tinju dan kakinya bagai badai. Pukulan pertama secara tiba-tiba menghantam rahang, lalu dagu, dan juga dada musuh. Tidak sampai disitu, Xu Hao melompat, lalu tendangan tepat mengenai kepala musuh, membuatnya jatuh tak sadarkan diri.

Setelah itu dua kultivator tersisa yang melihat temannya dipukuli begitu parah menyerang bersama-sama, pedang mereka melesat dengan cahaya spiritual. Xu Hao pun langsung melompat tinggi, lalu menendang dengan kedua kakinya sekaligus. Wajah kedua musuh itu menerima hantaman keras. Bekas sepatu jerami Xu Hao tercetak jelas di kulit mereka.

Namun Xu Hao tidak berhenti. Ia menginjak leher salah satu yang jatuh, lalu menunduk dan menghujani wajahnya dengan pukulan. Suara retakan tulang terdengar, hingga akhirnya tubuh itu tak lagi bergerak.

Kini hanya tersisa satu kultivator bebas yang masih hidup. Ia terhuyung, wajahnya pucat. Namun sebelum Xu Hao bergerak, seorang murid Sekte Wuying berseru. “Tunggu! Wanita itu tidak bersalah. Dia hanya dipaksa ikut bersama mereka.”

Xu Hao menatap tajam pada wanita itu, lalu mengangguk. “Baik. Aku tidak akan menyentuhnya.” Setelah itu, ia melangkah menjauh, tenang seakan pertempuran tadi hanya latihan sederhana.

Mei Lin segera menghampiri Xu Hao. Dengan wajahnya menunjukkan kekaguman. "SuHai aku tidak menyangka kau sangat kuat, dan terimakasih sudah menolong kami."

Xu Hao terkekeh sambil menggaruk kepalanya karena merasa canggung dengan pujian. "Itu biasa saja, dan tidak perlu berterima kasih."

Mei Lin tersenyum lembut, lalu berbicara sedikit ragu, namun ia tetap mengatakan nya. “Su Hai, bergabunglah bersama kami. Kita bisa saling melindungi.”

Namun senior Mei Lin, seorang pria muda tampan yang tampak memimpin, menggeleng cepat. “Tidak. Kita tidak bisa membawa temanmu, Junior Mei Lin. Dia telah menjadi incaran banyak kultivator bebas. Itu hanya akan menyulitkan perjalanan kita.”

Mei Lin terdiam, raut wajahnya penuh kesedihan.

Xu Hao tersenyum samar. “Dia benar. Lagipula, aku lebih suka berjalan sendiri.”

Xu Hao kemudian menatap Mei Lin, nada suaranya lembut. “Jaga dirimu baik-baik nona.”

Mei Lin menggigit bibirnya, lalu mengangguk pelan. Sorot matanya menunjukkan ketidakrelaannya.

Tiga murid Sekte Wuying itu menunduk dalam-dalam. “Terima kasih, Saudara Su. Tanpa bantuanmu, kami mungkin sudah mati.”

Xu Hao terkekeh kecil. “Tidak perlu berterima kasih. Anggap saja tadi aku sedang berlatih.”

Senior Mei Lin menatapnya penuh rasa hormat. “Dengan kultivasi Ranah Foundation Establishment, kau memiliki kekuatan sehebat itu… luar biasa.”

Xu Hao hanya tersenyum. Lalu mengeluarkan pedang terbangnya dari cincin penyimpanan.

Mei Lin menggenggam tangannya sebentar sebelum melepaskannya. “Apakah kita akan bertemu lagi?”

Xu Hao menaiki pedang terbang nya. Lalu melesat ke langit biru, angin menyibak pakaian birunya. Suaranya terdengar dari atas. “Jika takdir menentukan, maka kita akan bertemu lagi.”

Mei Lin menatapnya, senyum lebar merekah di wajahnya.

Senior Mei Lin menatap sosok Xu Hao yang semakin jauh, lalu bergumam. “Teman Junior Mei Lin benar-benar orang baik. Bahkan setelah sikapku padanya kasar, dia tidak marah sedikit pun.”

Mei Lin menoleh, matanya penuh keyakinan. “Su Hai bukan hanya baik. Dia menyelamatkan nyawaku… dan barusan, dia membantu kita menyingkirkan lima kultivator bebas.”

Salah satu rekannya menimpali. “Apa yang sebenarnya terjadi padamu sebelum ini? Bagaimana dia bisa menyelamatkanmu?”

Mei Lin tersenyum samar. “Sembuhkan dulu luka kalian. Setelah itu, aku akan menceritakan semuanya.”

Ketiganya mengangguk, lalu duduk bersila untuk memulihkan luka dengan menyalurkan Qi mereka. Mei Lin pun ikut duduk, namun matanya masih menatap ke arah langit, seolah berharap sosok Xu Hao akan kembali.

Setelah cukup lama pergi meninggalkan Mei Lin dengan kelompoknya. Hari menjadi siang, dan langit siang di atas alam rahasia begitu luas juga jernih, awan putih perlahan terbawa angin. Xu Hao berdiri di atas pedang terbangnya yang meluncur tenang, membiarkan tubuhnya melayang di udara dengan santai. Senyum tipis muncul di wajahnya, matanya menatap ke telapak tangan sendiri yang ia angkat ke hadapan langit.

“Aku benar-benar tidak menyangka,” gumam Xu Hao pelan, suaranya terbawa angin. “Empat dari lima kultivator di ranah Foundation Establishment bisa kujatuhkan tanpa teknik, hanya dengan tubuhku sendiri.”

Di balik ketenangannya, hatinya dipenuhi kegembiraan. Ingatan tentang tahun-tahun penuh penderitaan perlahan muncul. Empat tahun lalu, di bawah pengawasan Paman Cuyo dan Lianxue, ia ditempa siang dan malam, menahan beban latihan yang hampir menghancurkan tubuh dan jiwanya. Ditambah lagi, sosok pria tua berjubah hitam yang memasukkannya ke kolam darah yang aneh. Dan membuat fondasinya semakin kuat dan stabil.

Meski begitu, Xu Hao menyadari kekurangannya. Ia menghela napas, lalu bergumam tegas. “Namun aku belum memiliki satu pun teknik. Jika ingin membalaskan dendam ayah dan ibu, aku harus segera menerobos ke ranah Core Formation dan memperoleh teknik yang benar-benar kuat.”

Tekadnya semakin membara. Ia menukikkan pedang terbangnya, meninggalkan jejak angin yang berdesir kencang di udara, hingga mendarat lembut di hutan lebat. Di bawah naungan pepohonan tinggi yang rimbun, Xu Hao berjalan perlahan. Suasana hutan begitu sunyi, hanya sesekali terdengar kicau burung aneh dan desau daun yang digoyang angin.

Tiba-tiba telinganya menangkap suara rendah, seperti raungan namun teredam, bercampur dengan aura ganas yang menusuk. Xu Hao menyipitkan mata, langkahnya diperlambat, lalu ia bergerak mendekati sumber suara itu dengan hati-hati.

Dari balik batang pohon besar, pemandangan yang ia lihat membuat napasnya tertahan. Seekor serigala berbaring anggun di atas batu datar, bulunya lembut berkilau dengan warna dasar putih keperakan yang dihiasi semburat merah muda samar, seperti kelopak sakura yang jatuh menempel di salju. Empat ekor panjang dan indah bergoyang pelan, memancarkan aura mistis. Namun yang paling menekan Xu Hao adalah auranya. Bukan sekadar hewan buas, tekanan spiritual yang keluar dari tubuh serigala itu jauh melampaui binatang biasa.

Xu Hao tertegun. “Serigala macam apa ini? Bukankah seharusnya mereka berwujud liar dan menyeramkan? Tapi… mengapa auranya begitu menakutkan sekaligus menawan.”

Saat Xu Hao masih merenung, mata serigala itu mendadak terbuka. Sepasang mata tajam berwarna ungu bercahaya menatap lurus padanya. Xu Hao merinding. Ia mencoba mundur perlahan, namun sebelum ia sempat melangkah jauh, suara merdu terdengar di telinganya. Suara itu halus, lembut, namun mengandung wibawa yang menusuk hati.

“Kalau sudah datang, mengapa begitu terburu-buru ingin pergi?”

Xu Hao terkejut, matanya berputar ke sekeliling, mencari sumber suara. “Suara siapa itu? Tidak mungkin…”

Seakan mendengar isi pikirannya, suara itu kembali bergema, jelas berasal dari arah serigala. “Benar, suara ini milikku. Aku yang kau pandang dengan tatapan mesum barusan.”

Wajah Xu Hao menegang, ia buru-buru membela diri. “Aku tidak ada maksud seperti itu. Aku hanya kebetulan lewat dan melihatmu.”

Serigala itu seakan tersenyum, meski wujudnya masih binatang. “Aku tahu. Kalau begitu, mendekatlah. Duduklah bersamaku, kita bisa berbincang santai.”

Xu Hao merasakan aura yang menekan namun tidak mendeteksi niat buruk. Ia menghela napas dan melangkah maju. Begitu ia berdiri di depan batu besar itu, pemandangan yang lebih mengejutkan terjadi. Tubuh serigala bercahaya, bulu indahnya perlahan memudar, berubah menjadi bentuk seorang gadis muda berusia dua puluhan.

Gaun tipis berwarna merah muda membalut tubuhnya, terbuka di beberapa bagian sehingga memperlihatkan lekuk indah yang mampu memikat siapa pun yang melihat. Kulitnya pucat bersih bagai giok putih, memantulkan cahaya lembut hutan. Rambut panjangnya menjuntai dengan kilauan samar, matanya tetap mempertahankan warna ungu misterius. Aroma manis menyeruak, menusuk hidung Xu Hao, membuat darah mudanya bergetar.

Namun Xu Hao berbeda dari pemuda kebanyakan. Ia memang melihat tubuh wanita itu dengan rasa takjub, tapi yang lebih memenuhi pikirannya adalah pertanyaan. “Bagaimana mungkin seekor serigala bisa berubah menjadi manusia?”

Wanita itu tersenyum lembut, senyum yang seperti bunga mekar di musim semi. “Aku bisa serigala, bisa juga manusia.”

Xu Hao mengangguk perlahan. “Unik sekali. Di seluruh benua Qiyuan, tidak pernah terdengar ada makhluk sepertimu.”

Wanita itu menatapnya dalam-dalam. “Tentu saja tidak ada. Bahkan di seluruh planet Tianxu, tak ada seorang pun yang tahu keberadaan makhluk sepertiku.”

Xu Hao terkejut, hatinya penuh rasa ingin tahu. “Mengapa bisa begitu? Kau sebenarnya berasal dari mana?”

Wanita itu mengangkat dagunya sedikit, tatapannya penuh rahasia. “Aku berasal dari Alam Dewa.”

Xu Hao terdiam, keningnya berkerut. “Alam Dewa? Tempat apa itu?”

Wanita itu hanya tersenyum samar, seperti awan yang menutupi bulan. “Untuk saat ini, kau tidak perlu tahu.”

Xu Hao menghela napas, lalu hanya mengangguk. Ia tidak ingin memaksa jawaban dari makhluk yang begitu misterius. Wanita itu kemudian berdiri anggun, melangkah menuju sebuah pohon raksasa yang tumbuh tak jauh dari situ. Di bawah pohon itu, bunga-bunga kecil berwarna ungu bermekaran, memenuhi tanah dengan aroma harum.

Ia menoleh sambil melambai pelan. “Mari duduk di sini. Tempat ini lebih nyaman untuk berbicara.”

Xu Hao sempat ragu, tapi pikirannya cepat bekerja. Menolak mungkin justru akan menimbulkan masalah. Ia akhirnya mengangguk. Wanita itu tersenyum puas, lalu duduk bersila di bawah pohon besar, kain gaunnya terhampar di atas rerumputan. Ia menepuk pelan sisi tempat duduknya.

Xu Hao pun berjalan mendekat, duduk di sampingnya dengan sikap waspada namun tetap tenang. Angin sepoi-sepoi bertiup, bunga ungu berguguran perlahan, menciptakan suasana yang indah namun penuh misteri.

Di bawah pohon raksasa itu, Xu Hao duduk bersila di samping wanita serigala yang kini berwujud manusia. Hatinya berusaha tenang, namun tubuhnya terasa tertekan oleh aura samar yang memancar dari wanita itu. Aroma manis yang keluar dari tubuhnya semakin menyulitkan Xu Hao untuk berkonsentrasi. Setiap helaan napas membuat dadanya panas, darah mudanya bergejolak, bahkan bagian inti dari tubuhnya menegang dan keras tanpa bisa dikendalikan.

Xu Hao segera menggelengkan kepala, mencoba menyingkirkan pikiran yang tak pantas. Ia menarik napas panjang, lalu berkata dengan suara tenang. “Jika nona tidak keberatan… bolehkah ceritakan sedikit tentang diri nona?”

Wanita itu menoleh, senyum lembut tersungging di bibirnya. Suara jernihnya terdengar bagai alunan seruling di lembah. “Namaku, Ling’er.”

Xu Hao mengulang perlahan, “Ling’er… nama yang indah.” Matanya menatap lurus, bukan penuh nafsu, melainkan dengan rasa kagum tulus.

Ling’er tersenyum tipis, lalu berkata, “Aku adalah putri dari Ketua Klan Serigala Mistis, di Alam Dewa.”

Xu Hao sedikit terperanjat, tetapi menahan diri untuk tidak langsung bertanya terlalu banyak. Ia lalu berkata dengan nada penuh rasa ingin tahu, “Kalau begitu… mengapa nona bisa berada di alam rahasia ini?”

Tatapan Ling’er beralih pada bunga-bunga ungu yang berguguran di sekeliling mereka. Senyumnya meredup, berganti dengan raut wajah yang tenang namun menyimpan luka. “Seharusnya aku tidak perlu memberi tahu hal ini kepada siapa pun. Tetapi… entah mengapa, aku ingin berbagi. Agar hatiku sedikit lebih lega.”

Xu Hao mengangguk mantap. “Kalau begitu, ceritakanlah, Nona Ling’er. Aku akan mendengarkan dengan sungguh-sungguh.”

Ling’er menutup matanya sejenak, lalu berkata pelan. “Klan kami, Klan Serigala Mistis, mengalami bencana pemusnahan. Para dewa kuno dan para buddha turun tangan… semua menghancurkan tanah leluhur kami. Darah mengalir seperti sungai, langit terbakar oleh cahaya hukum yang tak tertandingi. Sebelum kekuatan mereka benar-benar menelan segalanya, ayahku menggunakan teknik rahasia. Ia mengirimku ke reruntuhan kuno, tempat yang oleh kalian sebut alam rahasia, agar aku bisa bertahan hidup.”

Xu Hao memandang wajah Ling’er dengan rasa iba. Hatinya ikut terhimpit mendengar cerita itu. Ingatannya kembali pada masa lalu, ketika kedua orang tuanya sendiri direnggut di depan matanya. Luka lama itu kembali terasa perih. Dengan suara rendah namun penuh ketulusan, ia berkata, “Semoga ayahmu dan anggota Klan Serigala Mistis yang lain masih ada yang berhasil bertahan hidup.”

Ling’er tertegun mendengar ucapan itu, lalu tersenyum tipis. “Aku juga selalu berharap demikian. Namun harapan sering kali hanyalah ilusi yang samar.”

Xu Hao balas tersenyum, meski pahit. Ia tahu persis rasa kehilangan yang tak bisa dipulihkan.

Beberapa saat hening, hingga Ling’er kembali membuka mulut. Suaranya sedikit bergetar, namun tetap lembut. “Sebelum mengusirku dari tanah leluhur, ayahku berpesan… apa pun yang terjadi, aku harus melahirkan banyak keturunan. Agar Klan Serigala Mistis tidak punah, jika kelak di Alam Dewa klan kami benar-benar musnah seluruhnya.”

Xu Hao mengangguk perlahan. “Itu langkah yang bijak. Keturunan adalah akar bagi sebuah klan. Selama masih ada yang mewarisi darah, maka masih ada harapan untuk bangkit kembali.”

Ling’er menatap Xu Hao, sorot matanya sedikit teduh. “Kau benar.” Ia kemudian mengubah arah pembicaraan. “Kalau begitu, apa yang sebenarnya kau lakukan di alam rahasia ini?”

Xu Hao tidak menyembunyikan niatnya. “Aku mencari sebuah gua. Di dalamnya ada giok berwarna hijau yang konon menyimpan esensi jiwa. Itu yang kuketahui.”

Alis Ling’er terangkat sedikit. “Esensi jiwa? Untuk apa kau mencarinya?”

Xu Hao menjawab tanpa ragu. “Untuk membentuk inti dan menerobos ke ranah Core Formation.”

Ling’er menatapnya penuh heran. “Membentuk inti dengan esensi jiwa? Siapa yang memberitahumu hal itu? Yang kuketahui, cukup dengan Qi murni, inti bisa terbentuk.”

Xu Hao menarik napas, lalu berkata. “Seorang pria tua berpakaian gaya Konfusianisme. Dialah yang mengajarkanku hal itu.”

Ling’er tampak berpikir, matanya berkilat samar. Lalu ia bergumam lirih, “Oh… jadi dia.”

Xu Hao langsung bertanya dengan ekspresi penasaran, “Apakah nona mengenalnya?”

Ling’er mengangguk perlahan, lalu tersenyum samar. “Dahulu, pria itu pernah datang ke alam rahasia ini. Kami sempat bertemu, bahkan bertukar janji.”

Xu Hao semakin penasaran. “Janji apa?”

Ling’er menggeleng pelan, suaranya kembali dingin. “Itu bukan sesuatu yang perlu kau ketahui.” Ia menatap Xu Hao lagi. “Tetapi jika pria itu menyuruhmu mencari giok berisi esensi jiwa, maka percayalah… itu tidak ada.”

Xu Hao tercengang, wajahnya menegang. “Tidak ada? Jadi semua usahaku masuk ke alam rahasia ini sia-sia? Apa aku harus mencari ke ujung benua Qiyuan, seperti kata pria tua itu?”

Ling’er tersenyum misterius. Ia menggeleng perlahan, rambut hitam panjangnya jatuh di bahunya yang pucat. “Tidak perlu. Kau sudah berada di tempat yang benar.”

Xu Hao menatapnya penuh tanda tanya. “Apa maksudmu?”

Ling’er menatap lurus ke dalam matanya, suaranya tenang tetapi penuh bobot. “Akulah giok yang dimaksud pria tua itu.”

Xu Hao terkejut, dadanya berguncang hebat. “Nona Ling’er adalah… giok esensi jiwa? Tapi bukankah kau Serigala Mistis? Bagaimana bisa—”

Ling’er terkekeh kecil, suaranya bening namun menggoda. “Pria itu memang suka berbicara dengan teka-teki. Jika ia berkata ujung barat, maka yang sebenarnya adalah timur. Jika ia menyuruhmu mencari giok esensi jiwa, maka yang ia maksud adalah diriku.”

Xu Hao menatap tubuh Ling’er yang kini semakin memancarkan aroma manis memabukkan. Hatinya berusaha menolak godaan itu, meski tubuhnya bereaksi sebaliknya. Ia meneguk ludah, lalu berkata, “Kalau begitu… pria tua itu hanya bercanda dengan penjelasannya? Tentang pembentukan inti dengan menggunakan esensi jiwa?”

Ling’er menggeleng perlahan, sorot matanya lembut namun tajam. “Tidak. Dia tidak berbohong, dan juga tidak bercanda. Apa yang dikatakannya adalah kebenaran.”

Xu Hao terdiam, mencoba mencerna. Ia ingin meragukan, namun kejujuran dalam mata Ling’er membuatnya perlahan percaya. Dan mungkin saja nona Ling'er bisa membantunya menerobos ke Ranah Core formation.

1
Christian Matthew Pratama
author sdh mulai bingung buat lanjuti critanya, mknya macet updatenya
Christian Matthew Pratama
macet updatenya
Daniel Simamora
Thor, jangan banyak pengulangan kata dong.
plotnya juga terlalu santai.
Andi Widodo
semakin ke sini semakin berbelit2 nih cerita..tinggal ngaku aja..terus masa baru 4 THN dah nggak ingat wajahnya..aneh
Nasution Muktar
bagus ..
Daniel Simamora
ini layak ditunggu.
baru 1 bab aja udah kelam banget
Didi Mahardeka
hi
Muh Hafidz
keren
Untung Prasetyo
ceritanya terlalu berbelit-belit,masak MC kok kalah Mulu,lama banget menaikkan kultivasi, dasar autor gila lu
Nanik S
Lanjutkan Tor
Nanik S
Xu Huo... gulungan kuno mungkin memilihmu
Daryus Effendi
bertele tele/lilir
Christian Matthew Pratama
macet updatenya
y@y@
🌟👍🏾👍🏻👍🏾🌟
y@y@
💥👍🏼👍🏿👍🏼💥
y@y@
🌟👍🏿👍🏼👍🏿🌟
Muh Hafidz
update thor
Muh Hafidz
mantap
Muh Hafidz
good
Muh Hafidz
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!