Pertemuan pertama begitu berkesan, itu yang Mada rasakan saat bertemu Rindu. Gadis galak dan judes, tapi cantik dan menarik hati Mada. Rupanya takdir berpihak pada Mada karena kembali bertemu dengan gadis itu.
Rindu Anjani, berharap sang Ayah datang atau ada pria melamar dan mempersunting dirinya lalu membawa pergi dari situasi yang tidak menyenangkan. Bertemu dengan Mada Bimantara, tidak bisa berharap banyak karena perbedaan status sosial yang begitu kentara.
“Kita ‘tuh kayak langit dan bumi, nggak bisa bersatu. Sebaiknya kamu pergi dan terima kasih atas kebaikanmu,” ujar Rindu sambil terisak.
“Tidak masalah selama langit dan bumi masih di semesta yang sama. Jadi istriku, maukah?” Mada Bimantara
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 - Calon Menantu
“Baca ini!”
Arya memberikan amplop hasil pemeriksaan lab pada Mada. Saat ini mereka berada di ruang kerja Arya. Termasuk juga Sarah ada di sana.
“Ini apa?”
“Hasil tes DNA Rindu,” jawab Sarah.
Mada menatap aneh pada orangtuanya, tidak tahu kalau Arya sampai melakukan tes DNA.
“Maksudnya, kalian membuktikan DNA Rindu dengan siapa?”
“Felix,” sahut Arya. “Aku menduga Rindu anak Felix.”
“Hah, kok bisa.” Arya gegas membuka amplop tersebut dan …. “Ini serius Pah. Rindu putrinya Om Felix?”
“Hm. Orang papa mencari tahu latar belakang Rindu, ternyata ibunya pernah ada hubungan dengan Felix dan kalau dilihat Wajah Rindu memang tidak asing. Mirip keturunan indo dan dugaan papa benar.”
“Apa Om Felix tahu?”
“itu yang kita belum tahu. Biar papa yang urus masalah itu. Sekarang papa tanya, kamu serius dengan Rindu?”
“Kamu nanya? Kamu bertanya-tanya.”
Sarah mengambil bantal sofa di sampingnya lalu memukulkan pada Arya. “Orangtua bertanya serius kamu jawab begitu.
“Laian pake ditanya. Kalau nggak serius nggak akan aku jagain Rindu pah. Kalau boleh aku mau nikah dengan Rindu, besok. Tapi ditolak sama Rindu.”
“Ya baguslah, artinya Rindu waras karena kamu nggak.”
“Dari pada terjadi sesuatu yang tidak diinginkan mah, mending kami cepat halal. Lagian aneh deh, Moza dulu buru-buru dinikahkan padahal kuliah juga belum kelar. Giliran aku, ditunda dulu."
“Bukan ditunda, tapi kami cari waktu yang tepat. Felix harus tahu kalau Rindu putrinya.”
“Ck, jangan kelamaan.”
“Kalian ini ya, memang benar-benar mirip. Waktu papa kamu ngajak menikah, gayanya ya mirip kamu begini. Nggak sabar,” seru Sarah.
“Gimana bisa sabar, kalau calon istrinya kayak kamu.” Arya mengerlingkan mata dan tangannya langsung merangkul bahu sang istri.
“Nggak usah mulai. Kalau didiemin bentar lagi bakal cip0kan dah,” ejek Mada. “Hah, kelamaan di sini bisa kacau. Cepet diberesin ya, aku nggak mau lama-lama. Maunya Rindu cepat jadi istri aku.”
“Masalahnya Rindu mau dinikahi sama kamu?” tanya Arya.
“Pasti maulah, pesona Mada tidak ada duanya. Tapi aku pastikan dulu deh, kalau nggak ya aku paksa.”
“Mada!”
“Sssttt, nyonya diam saja. Urus pria itu,” tunjuk Mada ke arah Arya. “Biar Rindu menjadi urusan saya. Oke!”
***
“Hanya ini saja Mbak?” tanya Rindu memegang dokumen yang harus di approve oleh Mada.
“Iya. Tolong ya. Pak Mada kayaknya di ruangan bapak.”
“Bapak ….”
“Pak Arya. Di lantai sembilan ya.”
“Oh, oke.”
Rindu membawa dokumen itu menuju lantai sembilan untuk menemui Mada. Keluar dari lift berjalan di koridor menuju ruang kerja Arya. Tidak menduga dengan takdir hidupnya sekarang, bisa bertemu dengan pemilik Bimantara Property. Apalagi ia tinggal di rumah pria itu dan dekat dengan putranya.
“Rindu.”
Rindu menoleh, ternyata Doni.
“Siang Pak doni.”
“Hm, mau bertemu Pak Arya?”
“Sebenarnya mau bertemu Pak Mada, butuh approve ini segera. Tapi beliau sedang bersama Pak Arya.”
“Ayo, aku temani ke dalam.”
Melewati meja sekretaris Arya yang mengangguk sopan saat mereka lewat. Doni mengetuk pintu dan mempersilahkan Rindu lebih dulu masuk.
“Loh, sayang, sudah kangen aku ya,” ujar Mada saat melihat Rindu. “Kemari!” Rindu menyapa Arya lalu menyerahkan dokumen pada Mada. “Sudah ditunggu.”
Mada segera melakukan approval dan menyerahkan kembali dokumen itu pada Rindu.
“Kamu makan siang dengan yang lain ya, aku harus ikut papa temui klien,” ujar Mada.
“Oh iya, tidak masalah.”
“Tapi aku yang masalah. Maksud aku yang lain, jangan pergi sama laki-laki.”
Arya dan Doni hanya bisa menyaksikan kebucinan Mada sambil menggeleng pelan.
“Iya, nggak.” Rindu melirik Arya, tidak enak dengan sikap Mada lalu pamit pada Arya dan Doni.
Sedangkan di lobby, Arba menunggu kedatangan seseorang. Menempati sofa tunggu sambil fokus pada ponselnya.
“Arba.”
“Mami,” ucap Arba lalu berdiri.
“Arya ada di kantor?” tanya Amira. “Nanti mami sudah sampai sini tahunya nggak ada.”
“Ada mih, tadi aku sudah pastikan itu. Ayo,” ajak Arba.
Sengaja mengajak Amira datang untuk menemui Arya dan membicarakan lagi masalahnya dengan Mada. Sebenarnya tidak ada masalah, tapi mencari masalah karena Mada sudah menolaknya.
“Seharusnya mami temui papi kamu dulu, jadi yang atasi biar dia.”
“Papi tidak bisa diharapkan,” ujar Arba. “Oh iya, kenapa Mami nggak temui Tante Sarah dulu. Pasti dia lebih mengerti dan setuju aku sama Mada, apalagi kalian masih ada hubungan saudara.”
“Lebih baik temui Arya. Siapa tahu Sarah ikut apa kata Arya,” sahut Amira. Dia tidak menjelaskan pada putrinya kalau hubungan dengan Sarah tidak baik karena di masa lalu Amira merebut Felix, menggoda pria itu dibelakang Sarah. Meski akhirnya menikah, nyatanya dia harus rela Felix menduakannya.
Kedatangan Arba dan ibunya sempat ditahan oleh sekretaris Arya, karena tidak ada janji.
“Heh, kamu dengar ya! Aku dan mamiku ini masih keluarga Pak Arya, jadi nggak usah pake janji temu segala,” sentak Arba menunjuk wajah sekretaris Arya.
“Tapi memang begitu prosedurnya. Silahkan tunggu saya tanya Pak Arya dulu.”
Tepat pintu ruangan terbuka dan keluarlah Rindu. Arba langsung berdecak melihat rivalnya.
“Ngapain kamu di sini?”
“Arba,” tegur Amira.
“Yang pasti urusan kerja,” jawab Rindu datar dan malas pula berurusan dengan Arba.
“Jangan bilang kamu merayu Pak Arya juga. Dasar SPG murahan, tahu hubungan lo sama Mada nggak akan mulus sekarang dekati bapaknya.”
“Heh, jaga mulut kamu!” Rindu menunjuk Arba.
“Mbak Rindu,” tegur sekretaris Arya.
“Kamu yang harus jaga sikap. Perempuan murahan, pengen hidup enak makanya dekati orang kaya. Punya nyali juga, lo ya.”
“Arba, tenang dulu.” Amira menahan tangan Arba yang sejak tadi menunjuk-nunjuk wajah Rindu, meski dia pun jengkel. Ternyata gadis ini yang bernama Rindu.
“Jangan ribut di sini. Mbak Rindu bisa lanjut dan kalian tunggu di sana, saya hubungi Pak Arya dulu.”
“Pak Arya di dalam ‘kan? Nggak usah dihubungi kami langsung masuk, beliau tidak akan menolak dan lo minggir!” Arba mendorong Rindu. Dalam posisi tidak siap membuatnya tersungkur.
“Arba, kamu jangan kasar, sayang.”
“Beurusan sama perempuan kayak dia, nggak bisa main halus.”
“Ada apa ini?”
Bukan hanya Arya yang keluar dari ruangannya, Doni juga Mada. Mendapati Rindu berada di lantai dibantu sekretaris Arya berdiri. Mada langsung menghampiri.
“Kamu kenapa, sayang?”
“Begitulah nasib orang yang suka nikung dan menjegal jalan orang lain, pastinya kena karma,” ujar Arba. “Om Arya, aku dan mami mau bicara. Bisa ‘kan?”
“Sebentar, apa maksud kamu?” tanya Mada pada Arba.
“Mas,” tegur Rindu tidak ingin memperpanjang masalah dan keributan.
“Kenapa Rindu bisa jatuh?” Kali ini Mada bertanya pada sekretaris Arya yang terlihat ragu menjawab.
“Katakan saja, walaupun kamu tidak jujur di sini ada CCTV,” cetus Doni
“Rindu jatuh karena menghalangi aku masuk,” sela Arba.
“Benar begitu?” tanya Mada.
“Hanya salah paham, kita lupakan saja. Kalian pasti sibuk, daripada habis waktu mengurus masalah dia. Bisa kita bicara sekarang?” Kali ini Amira yang bicara.
“Rindu kekasih Mada, calon menantu saya. Masalahnya tentu saja akan menjadi masalah kami juga,” tutur Arya. “Jangan bilang Rindu jatuh karena kalian?”
Amira dan Arba saling tatap, tidak menyangka hubungan Rindu dan Mada sudah sejauh itu. Arya malah membela mereka.
“Tidak sengaja, Om. Dianya cari masalah terus. Mungkin tidak percaya diri bersaing dengan aku. Memang dia siapa, cuma SPG.”
Rindu hanya bisa menghela nafas, apa yang dikatakan Arba memang benar. Dia bukan siapa-siapa. Alih-alih kesal Mada malah terkekeh.
“Kalau tau siapa Rindu nanti kamu terkejut. Ayo, biarkan saja papa yang urus.”
“Loh, Mada mau kemana?” tanya Amira. “Kami ada perlu dengan kamu juga.”
“Maaf tante saya sibuk.” Tanpa ragu Mada menggenggam tangan Rindu meninggalkan tempat itu.
“Mas Mada!” teriak Arba.
kamu memank luar biasa 😆