Althea hanya ingin melupakan masa lalu.
Tapi takdir membawanya pada seorang Marco Dirgantara ,CEO Dirgantara Corp sekaligus mafia yang disegani di Eropa.
Kisah cinta mereka tidak biasa. Penuh luka ,rahasia dan bahaya.
Bab 24 - Monster
“Althea Safira jangan menguji kesabaran ku! Buka pintunya sekarang!”
Suara Marco menggelegar hingga menggema di seluruh lorong lantai atas mansion. Kepalan tangannya masih disana ,menghantam pintu kamar Ares berkali-kali, bahkan nyaris membuat engsel pintu bergoyang. Matanya merah. Urat lehernya tegang.
Di balik pintu, Althea hanya bersandar pada dinding, menutup telinganya. Air mata mengalir di pipinya. Napasnya tersengal, namun bukan karena takut... melainkan karena patah hati. Getaran suara Marco masih terasa, tapi hatinya sudah terlalu remuk untuk merespons.
Ares yang baru keluar dari kamar mandi sontak panik melihat kakak nya yang duduk lunglai di lantai.
“Apa yang terjadi, Kak?” tanya Ares sambil menghampiri, hanya berbalut handuk. “Dia menyakitimu lagi?!”
Althea menggeleng lemah. “Aku hanya... lelah.”
Ares menatap pintu dengan marah. “Dia sudah gila sepertinya ,Kak.”
“Jangan buka pintunya Ares...” lirih Althea.
BRAK!
Marco menghantam pintu sekali lagi, lalu mengumpat keras. Ia menendang dinding hingga meninggalkan bekas sepatu. Para pelayan yang mendengar keributan itu hanya bisa saling pandang dan menunduk, tak berani bicara.
Akhirnya, Marco melangkah mundur. Ia mendongak menatap langit-langit, rahangnya mengeras.
“Kau akan menyesali ini, Althea,” gumamnya.
Ketika Marco hendak ke kamarnya ,Reno datang menghampiri dengan wajah tegang.
“Tuan Marco.. di luar ada... Tuan muda Abraham.” Ucap Reno hati-hati
Marco yang tadinya abai ,kini menoleh cepat. Tanpa kata ,hanya ada raut wajah yang semakin menggelap ,Marco turun dengan langkah lebar.
Leon tampak duduk tenang di gazebo mewah yang ada di taman bunga Mansion milik Marco. Iris mata berwarna biru gelap nya menyapu seluruh mansion bergaya eropa itu. Sesekali ia juga menghisap rokok yang baru saja ia nyalakan.
Terdengar suara derap langkah kaki sepatu dari arah pintu utama mansion.
“No Smoking in This Area Leon Abraham!”
Suara berat dan dalam itu cukup menganggetkan Leon yang sedang asik melihat tablet. Dan seketika ia menoleh ke arah sumber suara.
“Marco Dirgantara ,”balasnya dengan senyum tipis.
“Untuk apa kau datang kembali dalam kehidupanku Leon?” Tanya Marco dengan mata memicing
“Aku rasa tidak perlu basa-basi lagi. Luke Dirgantara yang sudah membuatku mencarimu. Katakan pada nya ,jangan usik macan yang terlelap. Atau dia akan tahu akibatnya!!”
Marco tersenyum smirk. “Bisamu dari dulu hanya mengancam. Lalu apa hubungan dengan mendiang ayahku? Aku mendengar kabar ,kau bahkan tiba-tiba membuat berita tentang ayahku ,apa itu tidak terlalu berlebihan hanya untuk menangani anak kecil seperti Luke?”
Leon mengetatkan rahangny namun berusaha tetap tenang. “Rupanya kau sudah tahu dan kembali selangkah lebih dulu bertindak ,Marco.”
Marco kembali tersenyum ,dengan bersidekap dada.
“Apa yang aku tidak bisa ,bahkan melenyapkanmu saat ini juga pun aku mampu.”
“Jangan terlalu Arogan ! Apa kau lupa ,karena sifat arogan mu ,kau melenyapkan seorang pria tak bersalah beberapa tahun silam. Seorang ayah dari anak perempuan kecil berwajah lucu yang malam itu meraung ,karena kehilangan ayahnya.” Bisik Leon.
“Reno ! Usir dia ,pembicaraan kita sudah cukup!” Pastikan Leon Abraham tidak datang lagi ke sini. Marco berkata dengan suara menggelegar.
Reno mengangguk. Kemudian menuntun Leon meninggalkan Mansion.
Sementara Leon tersenyum puas. Wajah liciknya menyeruak ke permukaan.
---
Malam pun turun perlahan.
Althea masih berada di kamar Ares. Ia bahkan belum mandi dan mengisi perutnya. Ares yang setia menemaninya, sesekali menghibur dengan candaan khasnya.
“Kak ,kalau kau mau kabur, aku bisa sewa jet pribadi milik Jay.” ucap Ares sambil memainkan ukulele kecilnya.
Althea tersenyum tipis. “Itu tidak lucu Ares.. tapi terimakasih dan sayangnya aku... tidak akan lari.”
“Kenapa?” Ares menoleh. “Bukankah dia sudah terlalu sering menyakitimu ,dia Monster?”
“Karena... ada luka di matanya dan hanya aku seorang yang lihat. Luka yang bahkan dia sendiri sembunyikan.”
Ares menghela napas. “Dan kau berharap bisa menyembuhkannya?”
“Bukan... aku hanya tidak ingin menjadi satu-satunya yang pergi saat dia akhirnya hancur.”
Ares diam. Ada rasa iba sekaligus kekaguman melihat Kakaknya masih bertahan, bahkan setelah semua luka yang diberikan Marco.
“Kalau suatu saat kau butuh pelarian... pelukanku selalu ada,” gumam Ares bercanda.
Althea menoleh dan tertawa kecil. “Kau ini kecil-kecil sudah gombal.”
“Gombal sih iya. Tapi tampan juga, kan?” Ares mengedipkan mata.
Tawa Althea makin pecah. Meski samar, senyumnya akhirnya kembali merekah. Namun di luar kamar itu, badai baru saja dimulai.
---
Di ruang kerja Marco...
Reno mengetuk pintu pelan sebelum masuk.
“Tuan Marco...” ucap Reno pelan. “Ini... Aku sudah mendapatkan informasi tentang masalah tuan muda Luke dan tuan muda Abraham. Tuan muda Abraham adalah teman lama Patricia.”Bahkan beberapa info lain nya mengatakan kalau mereka adalah pasangan kekasih ketika SMA.”
Marco yang tengah menyesap bourbon langsung menoleh tajam.
Marco bangkit perlahan. “Mantan Patricia?”
Seketika atmosfer ruangan menegang.
Reno menatap Tuan nya dengan waspada.
“Aku ingin tahu... kenapa Patricia menghilang. Dan kenapa nama Luke tiba-tiba muncul di antara percakapan mereka.”
“Baik Tuan ,masih aku selidiki. Dan secepatnya ada petunjuk baru.”
Reno membungkuk kemudian keluar dari ruang kerja Marco.
---
Malam semakin larut.
Marco masuk ke kamarnya, dan mendapati tempat tidur kosong. Althea tak ada. Matanya memejam. Ia segera berjalan cepat ke kamar Ares, dan mendapati pintu tak terkunci.
Kosong. Hanya ada Ares yang sudah terlelap dibalik selimut tebalnya.
Marco menutup pelan pintu kamar.
“Reno!” teriak Marco. “Cari Althea. Sekarang!”
Reno yang sudah berada di lantai bawah ,seketika menyahut. Ia langsung bergerak cepat, menyisir seluruh penjuru mansion. Namun tak satu pun pelayan tahu ke mana Althea pergi.
Sementara itu, di studio MuseVibe...
Althea berdiri di dalam bilik rekaman. Sedangkan Jay berdiri di balik kaca, memberi aba-aba. 1 jam sebelum nya ketika Marco di ruang kerja ,Althea diam-diam keluar dari mansion ,yang saat itu sedang pergantian shift. Althea memilih mendatangi Jay ,ia ingin menyanyi ,menumpahkan luka nya lewat lagu.
Saat ini musik mulai mengalun. Lagu tentang kehilangan dan luka. Suara Althea masuk perlahan, lembut, namun penuh rasa. Jay menatapnya dengan sorot mata lembut... dan penuh kekaguman.
Setelah take selesai, Jay masuk dan mendekatinya. “Kau... luar biasa Althea.”
Althea tersenyum lelah. “Aku hanya menyanyikan apa yang aku rasakan.”
Jay mendekat sedikit. “Dan aku bisa mendengar hatimu... dalam setiap bait.”
Seketika, pintu studio terbuka keras.
BRAK!
Marco berdiri di sana, wajahnya gelap, matanya menyala.
“Cukup.”
Jay menoleh. “Marco?”
Marco menghampiri Althea dan langsung menarik pergelangan tangannya kasar. “Kita pulang.”
“Lepaskan aku!” seru Althea.
Jay hendak mendekat, namun Marco menatap tajam. “Kau sentuh dia... Maka kau tidak akan pernah bernapas di Amsterdam lagi.”
Jay terdiam. Ia mengepalkan tangan di sisi tubuhnya.
Marco menyeret Althea keluar, masuk ke mobil, dan membanting pintu. Mobil melesat di jalan malam, suasana di dalam sunyi namun penuh bara.
“Kenapa kau selalu membangunkan sisi gelapku?” tanya Marco pelan, namun suaranya mengandung ancaman.
“Karena kau egois, Marco.” jawab Althea dengan mata berkaca.
Marco menghentikan mobil tiba-tiba. Ia menoleh, menatapnya dengan mata liar.
“Dengar, Althea.. Kau sudah menambah beban di kepalaku!”
Althea tersenyum getir... dengan hati-hati ia berkata...
“Lalu... kenapa tidak lepaskan aku dari sekarang ,Bukankah cepat atau lambat aku juga akan pergi?”
Marco memukul setir. “Karena aku tidak akan melepaskanmu.”Geram Marco
Tanpa peringatan, Marco meraih leher Althea dan menciumnya keras. Nafasnya memburu. Kali ini bukan hanya marah... tapi juga rasa takut kehilangan. Tubuh mereka kembali melebur dalam ciuman yang liar, kasar, dan putus asa.
Althea berusaha menolak, namun dalam satu tarikan nafas, ia menyerah. Ia marah ,ia hancur tapi ia juga..mencintainya.
Di kursi mobil yang sempit, gairah mereka meledak. Tangan Marco menjelajah, membuka kancing kemeja Althea dengan terburu. Tubuh Althea gemetar, bukan karena takut, tapi karena rasa yang campur aduk. Luka dan cinta ,Nafsu dan penolakan. Semua jadi satu.
Beberapa saat kemudian ,Marco kembali menyetir namun ia mengarahkan mobil sportnya menuju hotel miliknya di pusat Kota Amsterdam.
---
Beberapa waktu kemudian setelah sampai pada kamar Suite miliknya ,Marco kembali menyergap Althea. Tubuhnya sudah panas ,ia sedikitpun tidak memberi Althea jeda untuk bernafas.
Pakaian Althea yang sebelumnya sudah tidak berbentuk ,kini dirobek paksa. Althea hanya diam ,ia menyerah kali ini ,tidak akan melawan. Karena ia lelah. Lelah sekaligu rindu sentuhan suami monsternya.
Namun kali ini sedikit mengerikan bagi Althea ,karena Marco langsung menghujamnya ,tidak ada pemanasan seperti biasanya. Marco menghentak kan miliknya dengan kasar. Membuat Althea menjerit keras dan menangis.
“Aaaaaaaaa Marco kau Gilaaa ,ini sakitt sekali. Kau memperkosaku. Hikss... Hiksss..” Althea terus memukul-mukul bahu kekar Marco diantara hentakan kasar itu.
Mendengar Althea yang terus menjerit dan menangis ,Marco tersadar. Ia menatap wajah istrinya yang sudah berlinang air mata dengan wajah memerah menahan sakit.
“Marco lepas ,aku mohon ini sangat sakit sekali. Hiksss...”
“Ssssttttt .... Sudah kubilang ,jangan menangis didepanku. Aku tidak akan mengasihanimu kali ini Althea.”
Althea terkesiap ,ia menggeleng lemah dengan air mata yang semakin deras. “Kamu Monster ,kamu memang Monster!! Kamu jah....”
“Emhhpptttt.” Marco membungkam bibir Althea dengan ganas. Ia melumatnya dengan kasar. Tidak memberi ruang pada Althea sedikitpun untuk berhenti dengan tangan besarnya yang mulai meremas dua benda kenyal favoritnya bergantian.
Althea mendorong Marco. “Kamu gilaa ,aku bisa mati Marc....” Marco kembali menyerang bibir Althea. Namun tidak lama ,ciuman itu turun ke leher jenjang Althea ,menyusuri tulang selangka dengan menghirup aroma tubuh Althea.
Bibirnya kini mulai melumat ke dua pucuk bukit kembar Althea, dengan gemas dan intens. Membuat desahan Althea kini lolos dengan merdu.
“Aaahhhh Marco...” Althea membenamkan wajah suaminya di sana. Jangan tanya bagaimana di bawah sana ,karena sedari tadi Marco masih menghentak namun dengan ritme pelan dan lembut.
Hampir 3 jam Marco menerkam Istrinya ,dengan berbagai macam posisi yang diinginkan nya. Membuat Althea mendesah ,menjerit sekaligus menangis dibawah kuasa suaminya.
“Aaaaaaaakhhhhhh Marcooo ,cukuppp aku lelaa....hhhhh aakhhhhhhh..” Althea mendesah panjang di pelepasan yang kesekian kalinya. Berbarengan dengan geraman Marco yang menggeram hebatt ,ketika benihnya memenuhi inti Istrinya.
Tubuh kekar nan perkasa itu kini ambruk diatas tubuh polos Althea yang sudah bermandikan peluh. Tangan besarnya kembali meremas bukit kembar Althea dengan gemas ,tapi tidak dengan gairah.
Althea mendesah pelan ,namun kemudian ia memejamkan matanya rapat-rapat.
Beberapa jam kemudian...
Althea menggeliat pelan ,kemudian membuka matanya perlahan. Marco duduk di sandaran ranjang, bertelanjang dada, dengan rokok di tangan.
Althea hanya diam, ia membenarkan selimutnya. Matanya menatap kosong dan terluka. Dan Marco tahu itu.
“Kau tidak pernah berniat ingin membunuhku... kan?” tanya Althea pelan.
Marco menoleh, ragu.
“Tidak... aku hanya takut, suatu hari... aku berubah menjadi monster yang benar-benar menyakitimu tanpa sadar.”
Althea menunduk. “Kau sudah jadi itu.”
Mata Marco memerah.
Namun sebelum ia sempat bicara, telepon Reno masuk.
“Tuan Marco... ada perkembangan soal Leon.”
Marco berdiri. “Apa?”
“Patricia dan Luke ,mulai akrab semenjak Patricia di New York. mereka bertemu di acara Gala Diner yang disponsori oleh perusahaan Luke.”
Marco terdiam. dan menutup sambungan telepon.
Althea mendengar dengan jelas pembicaraan mereka karena loudspeaker yang Marco aktifkan. Dan hati Althea kembali seperti diremat ketika melihat Ekspresi Marco. Jelas ada luka di sana.