jadi laki laki harus bisa membuktikan kepada dirinya sendiri kalo ia bisa sukses, sekarang kamu harus buktikan kalo kamu gak mati tanpa dia, kamu gak gila tanpa dia, dan kamu gak kelaparan tanpa dia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jenos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
"Gak usah sok keras kepala Mas, bagaimanapun juga di persidangan nanti aku akan mengambil Guntur dari kamu.
Karena Ibu biasanya lebih berhak dibandingkan Ayah." lanjut Dina tidak mau kalah membuat Alvin mangut-mangut.
"Begitu rupanya, tidak masalah Dina kuasa hukum juga tidak bodoh kok, sebelum kamu menggugat kan saya sudah ngomong terlebih dahulu jika kamu sendiri yang membuang dan meninggalkan Guntur tiba-tiba.
Adakah kita bertengkar saat kamu pergi, jawabannya gak kamu sendiri yang ingin meninggalkan Guntur, kalo saya gak masalah mau kamu hina, kamu tinggalkan, kamu caci maki saya sudah kebal.
Tapi tidak dengan Guntur, cukup saya yang kamu injak-injak harga dirinya tidak dengan anak saya. Sekali lagi saya tegaskan Dina, dengar baik-baik... Cukup saya yang kamu Injak-injak harga dirinya tidak dengan anak saya! Paham kamu sampe sini!" tegas Alvin membuat Ayah Dina langsung lemas.
Beliau memilih duduk karena ia juga tidak bisa membela anaknya yang jelas-jelas ia juga tau Dina salah dalam hal ini.
"Mas kamu sudah teracuni sama perempuan yang kemaren kan?" lanjut Dina seolah-olah menyudutkan Alvin di depan orang tuanya.
"Itu gak ada urusannya sama Dita, dia gak tau apa-apa tentang saya dan kamu. Jadi gak usah cari pembelaan.
Sekali tidak! Tetap tidak saya akan berpegang teguh sama pendirian saya, mau kamu nangis darah juga datang pada saya gak akan. Ingat Tan saya sudah mati rasa sama kamu!"
Jleb!
Dina menelan salivanya dengan susah payah, ia sudah tidak tau harus menjawab apa.
"Sudah, kalo aku jenguk silahkan jenguk tapi Guntur baru saja tidur tadi dia rewel," ujar Alvin lalu ia melirik orang tua Dina sekilas lalu pergi ke dapur.
Beberapa saat kemudian ia kembali ke depan dengan nampan di tangannya.
"Ini Yah, Bu minum dulu." ucap Alvin sambil meletakkan dua Teh di depan keduanya.
"Makasih Nak Alvin."
"Sama-sama,"
"Nak Alvin masih nguli kah? Perlukah kami bantu untuk biaya Guntur?" tanya Ayah Intan membuat Alvin tersenyum.
"Iya alhamdulilah masih nguli, tidak perlu dibantu Yah.
Alhamdulillah aku masih bisa mencukupi kebutuhan Guntur ditambah lagi begitu banyak orang yang menyayangi Guntur." jawab Alvin, Dina yang sedang duduk di sisi ranjang sambil memperhatikan Guntur tiba-tiba menoleh...
"Benarkah kamu masih nguli?" tanya
Dina dengan nada meledek membuat Alvin menoleh.
"Kamu gak tau apa-apa, jangan ikut
campur." jawab Alvin, nada bicara Alvin ke orang tua Dina jauh berbeda dengan nada bicara ke Dina.
"Ya aku memang gak tau banyak sih, tapi yang aku lihat-lihat kamu udah ada kerjaan baru kan Mas, sama teman kulimu yang satu lagi?" tebak Dina membuat Alvin terdiam sejenak.
"Mau ada atau gak urusannya apa sih sama kamu? Gak ada untungnya juga kan, intinya sekarang saya tidak pernah meminta uang ke kamu demi biaya Guntur!" tegas Alvin membuat Dina terkekeh.
"Kok kamu marah sih Mas, kan aku cuma bilang aja soalnya kamu ngobrol sama orang tuaku," ujar dina.
"Ngobrol dengan orang tua kamu bukan
kamu."
Deg!
"Udah Tan, kamu jangan ikut campur Ayah lagi ngobrol." tambah Ayah membuat Dina melongo.
"Jangan terlalu percaya Yah belum tentu yang dia bilang itu benar semuanya," kode Dina membuat Alvin tidak habis pikir dengan Dina yang selalu berusaha mencari-cari kesalahannya.
"Cukup Dina diamlah!" kesal Ayahnya membuat Dina mengepalkan tangannya.
"Malam ini Guntur tidur sama saya." ucap Dina memancing Alvin membuat Alvin pura- pura tidak dengar.
"Dina jangan bikin masalah," ujar Ibunya membuat Dina lagi-lagi hanya bisa menghela nafas panjang.
Setelah ngobrol panjang lebar akhirnya mereka pulang, walaupun Dina beberapa kali meminta Guntur namun Alvin tidak
mengizinkannya sedikitpun.
Setelah ketiganya pergi, Alvin menutup pintu lalu ia memejamkan matanya sejenak.
'Ya Tuhan berat sekali cobaan ini, semoga ada jalan keluar yang terbaik.' ucapnya dalam hati lalu ia berjalan mendekati Guntur.
Begitu ia membuka ponselnya ia melihat
Beberapa panggilan dari Dita, tanpa membuang waktu ia kembali menghubungi
Dita.
[Halo Mbak]
[Hiks... Halo]
Alvin yang mendengar suara tangisan kecil itu langsung kembali duduk.
[Mbak nangis?] tanya Alvin.
Hening!
[Mbak] panggil Alvin lagi membuat Dita buru-buru menghapus air matanya.
[Guntur masih rewel?] tanya Dita mengalihkan pembicaraan membuat Alvin bingung.
[Em... Nggak Mbak ini dari tadi dia tidur belum masih pulas] jawab Alvin membuat Dita mangut-mangut sambil berusaha menahan sesak di dadanya.
[Mbak] panggil Alvin lagi karena ia dapat mendengar helaan napas berat dari Dita.
[Hum] dehem Dita.
[Mbak ada masalah kah? Apa boleh saya tau?] tanya Alvin hati-hati membuat Dita kembali menarik napas dalam-dalam.
[Nggak Kok] jawabnya tapi Alvin tidak
percaya.
[Ya udah kalo Mbak gak mau cerita gak apa-apa, tapi saya berharap Mbak mau cerita sih biar lega] lanjut Alvin membuat Dita semakin terisak.
Untuk sesaat Alvin membiarkan Dita menangis, ia memberi waktu buat Dita untuk mengeluarkan sesak di dadanya.
[Mbak]
[Hum] lagi-lagi Dita hanya mendehem menyembunyikan kesedihannya.
[Tell me please] ucap Alvin membuat Dita tekekeh lalu mengusap air matanya.
[Sok bahasa Inggris kamu ya] ujar Dita diselingi dengan tawa membuat Alvin tersenyum.
[Saya juga gak tau Mbak itu artinya apaan, Tapi yang jelas ya itu curhat sama] lanjut Alvin
membuat Dita galeng-geleng lalu ia bangkit
Dari ranjang dan duduk di kursi sambil mengamati wajahnya di kaca.
[Saya dimarahin tadi] ucap Dita membuat Alvin mangut-mangut.
[Kata Mbak kan udah biasa kok malah nangis] ujar Alvin membuat Dita langsung mendengus kesal.
[Marahnya beda Alvin bukan kayak biasanya, bisa gak kamu jangan bikin saya kesal] Omel Dita membuat Alvin menutup mulutnya menahan tawa.
[O iya-iya, gimana-gimana marahnya?] lanjut Alvin.
[Mereka ngancam saya AL]
[Ngancam? Memangnya Mbak mencuri?]
jawab Alvin asal-asalan.
[Astaga Alvin!] kesal Dita membuat Alvin menjauhkan ponselnya sejenak karena suara Dita yang cempreng.
[Aduh maaf-maaf, kayaknya gilanya Naura ketularan sama saya] ujar Alvin membuat Dita kembali menghela nafas panjang.
[Gimana-gimana Mbak, maaf tadi itu cuma iklan biar Mbak gak sedih lagi] ujar Alvin membuat Dita mangut-mangut.
[Mereka ngancam saya bulan Desember besok wajib ikut wisuda] ujar Dita membuat Alvin menaikkan alisnya sebelah.
[Bagus dong Mbak]
[Gak cuma itu, mereka juga ngancam saya gak boleh kemana-mana selain ada bimbingan skripsi dan ...] terang Dita kemudian
menggantung ucapannya.
[Dan?] ucap Alvin penasaran.
[Dan mereka juga udah punya calon suami buat saya dan itu tanpa sepengetahuan saya mereka mengadakan pertemuan dan ngobrol panjang lebar tentang saya.
Saya capek AL! Saya ingin bebas saya mau lulus tapi gak gini caranya, saya juga punya hati saya punya gak untuk memilih yang terbaik buat saya hiks...
Mereka Dnegan mudahnya hanya
memberikan saya ancaman setiap hari,
sumpah saya benar-benar tertekan AL, hiks...]
...Jangan lupa kasih penilaian ya guys biar author makin semangat up banyak banyak.......