Liana menantu dikeluarga yang cukup berada tapi dia dipandang rendah oleh mertuanya sendiri. Mahendra suaminya hanya bisa tunduk pada ibunya, Liana dianggap saingan bukan anak menantu..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon citra priskilai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Buku tabungan milik Mahendra
Semua keluarganya ada jalan jalan ke kota, Mahendra sudah selesai mengerjakan tugasnya di sawah. Mahendra pulang menuju toko, karena rumah meski sudah selesai masih belum dibersihkan dan dibereskan oleh ibu Hindun. Mahendra sengaja pulang ke toko sore itu, dan tidak peduli lagi dengan wangsit ibu Hindun untuk menjaga rumah baru.
Dalam perjalanan ke toko Mahendra merasa ada yang mengganjal dalam hatinya, wajah Liana terlintas didepan Mahendra dengan senyuman yang sangat ayu dan manis sekali. Mahendra pun menangis tak karuan, dia berhenti dan meraung Raung seperti orang tidak waras.
Rasa rindu itu yang dirasakan Mahendra saat ini. Sampai di toko Mahendra baru sadar kalau Liana dan Dion sudah pergi dari hidupnya. Dan tentu saja Mahendra tidak melakukan tindakan apapun untuk membela Liana dan Dion.
Mahendra memasuki tokonya, semua barang sudah habis tak tersisa. Tapi perabotan yang dulunya dibeli Liana tanpa sepengetahuan Mahendra masih tetap utuh dan Liana tidak membawa apapun kecuali baju dan perlengkapan milik Dion. Mahendra menuju meja rias yang sudah kosong, biasanya banyak alat make up milik Liana yang bertengger di sana.
Tanpa sadar Mahendra duduk di meja rias milik Liana, Mahendra memandang wajahnya di cermin. Tampak kusam dan kurus, rambutnya sudah mulai panjang dan Kumal. Karena tidak sempat keramas semenjak bekerja di sawah, Mahendra membuka laci dan betapa terkejutnya ketika melihat buku tabungan atas nama miliknya berada di laci meja rias tersebut.
Tampak ada sebuah surat yang ditulis Liana untuk Mahendra.
Tangan Mahendra meraihnya dan mulai membukanya.
Dear pak suami...
Mas Mahendra, sudah keputusanku untuk memilih tidak bersaing dengan ibumu. Kita lebih baik menjalani hidup kita masing masing saja. Untuk masalah Dion kamu bisa menemuinya kapan saja kamu mau, tapi kamu harus menelpon saya dan saya akan mengantar Dion padamu.
Liana hanya mau mengucapkan terima kasih mas, karena sudah hampir tujuh tahun ini aku dan Dion kamu ijinkan berteduh di rumah ibumu. Tapi aku merasa saingan dengan ibumu, maafkan aku mas aku tidak bisa bijaksana sebagai seorang istri.
Jangan khawatirkan Liana dan Dion mas, khawatirkan dirimu sendiri. Sebentar lagi Liana akan mengabulkan anggan anggan ibumu untuk kita berpisah, semoga untuk kedepannya nanti kita bisa menjadi saudara dan teman yang baik ya mas.
Satu lagi mas, dalam buku tabungan itu ada terprint setiap kali mas Mahendra dapat uang. Mas bisa mengecek di setiap tanggalnya dan pasti mengingatnya. Jangan kuatir mas Liana tidak korupsi dan tidak mengambil sesen pun untuk keperluan Liana maupun Dion.
Karena Liana takut dosa pada Allah, nafkah atau uang darimu tidak ada ridho dari ibu Hindun, ibu kandungmu.
Terima kasih mas Mahendra atas semua apa yang kau beri dan cintamu pada Liana.
Salam bahagia
Liana.
Mahendra memeluk surat itu dan menangis sejadi jadinya dalam diam. Hanya sesenggukan yang terdengar di telinga Mahendra sendiri. Kini Mahendra tampak menyesal dengan keputusannya yang selalu mendengar kata kata ibunya, dan itu membuat Mahendra kehilangan belahan jiwanya.
Kini Mahendra merebahkan dirinya di atas kasur lantai yang masih berbau tubuh Liana. Mahendra meringkuk dan memeluk selimut yang biasanya dipakai oleh Liana.
Kadangkala bahtera rumah tangga bisa kandas dan hancur karena orang terdekat. Mahendra merasa jatuh dan tak berdaya dengan kepergiannya Liana dan Dion.
"Aku menyesal Liana"
''Maafkan aku Liana"
"Maafkan aku anakku Dion"
Teriak Mahendra dalam toko.
Terimakasih