Tak kusangka cinta berselimut dilema bisa datang padaku!
Rena Arista seorang dosen muda yang berusaha meraih mimpinya untuk bisa menikah dengan tunangannya yang sangat dicintainya.
Pada saat bersamaan datang seorang pria yang usianya lebih muda dan berstatus sebagai mahasiswanya, memberikan cintanya yang tulus. Dengan perhatian yang diberikan pria itu justru membuat Rena meragu atas cintanya pada tunangannya.
Sebuah kisah cinta segitiga yang penuh warna. Bagai rollercoaster yang memicu adrenalin menghadirkan kesenangan dan ketakutan sekaligus.
Akankah Rena mampu mempertahankan cintanya dan menikah dengan tunangannya?
Ataukah dia akan terjebak pada cinta baru yang mengguncang hatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eren Naa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Yori datang untuk Rena
Tokyo Hospital
Rena terbangun dengan jarum infus di tangannya. Untuk kesekian kalinya hal ini terjadi lagi, rasanya seperti tragedi yang berulang. Hanya saja kali ini lukanya lebih dalam. Rena menyapu sekelilingnya. Aroma khas yang menyeruak membuatnya bisa memastikan bahwa ia sedang berada di Rumah Sakit.
"Kamu sudah bangun?" tanya Yori yang sedang duduk di tepi tempat tidur.
Rena mengangguk lemah.
"Kenapa aku bisa di sini?" tanyanya kemudian, ia mencoba mengingat namun rasa pusing di kepalanya membuatnya menghentikannya.
"Kamu pingsan kemarin, jadi aku membawamu ke sini." Yori menjelaskannya dengan lembut.
Kamu benar-benar malaikat penolong yang Allah kirimkan untukku, Yori! Entah kenapa kamu selalu hadir tiap kali aku benar-benar putus asa.
Rena terus menatap Yori dan berbicara dalam hatinya.
"Kenapa? Apa ada yang sakit?" tanya Yori cemas saat melihat Rena menatapnya dengan intens.
"Gak, cuma dikit pusing aja!"
"Kata dokter kamu harus istirahat, HB-mu rendah, menurut dokter itu karena kamu sedang haid" jelas Yori dengan sedikit grogi.
"Oh iya ya, aku lupa!" katanya lirih.
"Sepertinya kamu membutuhkan ini!" Yori memberi Rena sebungkus pembalut.
Rena tersipu.
Sempat-sempatnya dia beli beginian, aduh mau ditaruh dimana mukaku ini.
Yori menekan tombol Nurse Call . Kemudian membantu Rena duduk dan meninggikan tempat sandarannya.
"Minumlah!" Yori menyerahkan air mineral pada Rena. Kemudian pintu ruangan terbuka dan masuk seorang perawat.
"Permisi, saya akan memeriksa Nona Rena dulu," kata perawat itu dalam bahasa Inggris. Yah, benar Rumah Sakit ini merupakan salah satu rumah sakit multibahasa di Tokyo yang terakreditasi dan terkenal ramah terhadap warga asing.
"Sepertinya dia juga butuh bantuan," kata Yori juga dalam bahasa Inggris sambil menunjuk benda yang diberikannya tadi.
"Baik!" Perawat itu tersenyum penuh arti.
Yori pun beranjak keluar ruangan. Menunggunya di depan ruang tunggu sambil bermain game.
Setelah 30 menit, Yori kembali ke dalam ruangan. Nampak Rena yang sudah berganti penampilan sedang makan.
"Perlu bantuan?"
"Gak, aku bisa sendiri!" tolak Rena dengan halus.
Yori duduk di sofa dan melanjutkan permainannya.
"Yori ..." Panggi Rena sambil menyuap makanannya.
"Hmm!" Yori meletakkan ponselnya dan menatap Rena.
"Bagaimana kamu bisa ada di Tokyo?" tanyanya sambil meletakkan makanannya dan kemudian meminum obatnya.
"Aku naik pesawat!"
"Ya iyalah! Masa kamu ngesot sampe sini!" Rena bersungut kesal. Yori malah tertawa.
Hal inilah yang selalu Yori rindukan dari Rena. Menggodanya dan membuatnya sedikit kesal menjadi kesenangan tersendiri baginya.
"Amanda menghubungiku. Awalnya dia mengirim pesan padaku tengah malam, tepatnya 3 hari yang lalu. Kebetulan aku lagi ada kunjungan kerja bersama papa di Seoul. Jadi aku langsung kesini kemarin." Yori menjelaskannya pada Rena dengan wajah serius.
"Amanda bilang apa?"
"Dia hanya bilang kamu butuh bantuan segera dan sedang berada di Jepang!"
"Bagaimana kamu bisa tau aku di sana saat itu?"
Rena penasaran.
"Amanda memberitahuku hotel tempat kamu nginap, Jadi dari bandara aku langsung ke sana, saat aku sampai hotel dan bertanya pada pegawai hotel katanya kamu baru saja keluar terburu-buru, jadi aku mencarimu disekitar hotel karena security hotel bilang kamu tidak menggunakan kendaraan."
"Terima kasih Yori, aku benar-benar selalu menyusahkanmu!" Mata Rena berkaca-kaca, ia menunduk dalam-dalam, menyembunyikan kesedihan dan penyesalannya.
Yori beranjak mendekati Rena, menepuk-nepuk lembut punggungnya dan menghapus air mata gadis itu. Rena mengangkat wajahnya hingga iris mata mereka bertemu.
"Bukankah aku pernah berjanji untuk selalu melindungimu dan menjagamu? Aku selalu sungguh-sungguh dengan ucapanku Rena!" Yori mengenggam tangan Rena dan menatap dalam manik kecoklatan milik gadis yang dicintainya itu.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Dimana tunanganmu?" tanya Yori kemudian.
Rena terhentak, seketika semua kejadian tiga hari yang lalu tampil seperti film yang diputar di depannya. Penggalan peristiwa yang membuatnya membeku saat itu tampak nyata di hadapannya. Satu persatu pertahannya runtuh. Air matanya sudah tak terbendung lagi. Yori ingin sekali memeluk gadis itu tapi nuraninya menahannya. Dia tidak mau disebut sebagai seorang yang mengambil keuntungan disaat orang lain kesusahan. Dia membiarkan Rena menumpahkan segala kesedihannya sejenak.
"Rena ... kalau kamu belum siap cerita ...." kata-katanya terputus saat Rena dengan cepat menyambungnya,
"It's oke yor, aku ingin cerita semuanya sama kamu!"
Rena menghela nafas panjang, menghapus sisa-sisa air matanya.
"Sebenarnya ... aku memergokinya selingkuh dengan wanita lain!" akhirnya ia mampu menceritakannya.
"Apa kamu yakin?" Yori menatap serius.
"Aku melihatnya sendiri!" tukasnya.
"Lalu apa penjesalannya?
Rena menggeleng.
Bagaimana mungkin aku mampu mendengar penjelasnya sedangkan untuk melihat wajahnya aja rasanya aku jijik.
Rena menjawabnya dalam hati.
"Berarti kalian belum bicara?" tanya Yori lagi, dia seperti mendengar apa yang ada dalam pikiran Rena.
"Gak ada yang perlu dibicarakan lagi, semuanya sudah jelas, dia berkhianat dan aku membencinya!" tukas Rena tegas dengan sorot mata penuh kebencian
"Rena ... tidak semua apa yang kamu lihat itu persis seperti dugaanmu. Karena kita tidak tau apa yang ada dibelakangnya, kita tidak tau sebab dan alasan dari peristiwa yang terjadi dihadapan kita. Bagaimanapun cara pandang manusia itu berbeda." Nasehat Yori pada Rena.
"Tapi ... apapun alasannya dia tidak harus melakukan sesuatu yang menjijikkan seperti itu!"
"Sebaiknya kamu beri dia kesempatan menjelaskan, setelah itu barulah kamu mengambil keputusan. Jangan mengambil keputusan disaat marah, karena saat marah kita gak akan berpikir logis, kita lebih mengutamakan perasaan marah kita dibanding akal sehat kita." Yori terus berusaha menasehati Rena, membuka pikirannya.
Ternyata, masalah benar-benar bisa mendewasakan seseorang, terbukti dengan Yori yang lebih bijak dalam berpikir di usianya yang masih muda.
Rena terdiam meresapi dalam-dalam perkataan Yori. Semuanya benar. Rena kehilangan akal sehatnya saat berlari menghindari Aldi, berhujan-hujan, menahan lapar dan bahkan ia sampai lupa jika sedang haid dan membuatnya berceceran darah saat kemarin kehujanan. Entah bagaimana paniknya Yori saat itu.
"Jadi barangmu dimana?" tanya Rena mengalihkan pembicaraannya.
"Di hotel!" jawab Yori singkat.
"Hotel mana? Jangan bilang tempat aku nginap?" Wajah Rena nampak serius.
Yori tersenyum penuh arti sambil mengangkat alisnya!
"Hah? maksudmu ... kita sekamar?" matanya membulat sempurna.
"Hahaha ... apa kamu berharap begitu? Baiklah, aku gak bisa nolak kalau itu maumu."
Seketika sebuah bantal mendarat di wajah Yori. Rena ikut tertawa.
"Kamu berapa lama disini?" tanya Rena lagi
"Maumu berapa lama?"
"Yoriii ... aku serius!" rengek Rena
"Aku juga seribu-rius Rena!" Yori tertawa sambil menghindari cubitan Rena dan berkata lagi, "Oke.. oke.. aku serius, aku belum beli tiket pulang!"
"Kalau aku sih planingnya seminggu disini, jadi sisa 4 hari lagi!" ujarnya pelan, tampak kesedihan di sorot matanya.
"Kalau kamu sudah baikan, besok aku akan minta sama dokter agar kamu bisa keluar. Aku akan menemanimu keliling Jepang. Sekarang istirahatlah!" Yori memperbaiki posisi ranjang Rena dan menyelimutinya.
Tak menunggu lama Rena pun terlelap, mungkin karena pengaruh obat yang diminumnya. Yori menatap langit malam yang tampak hanya beberapa bintang di sana. Kemudian pandangannya teralih pada Rena yang sudah terbang ke alam mimpinya. Entah mengapa gadis itu selalu memenuhi isi kepalanya, pun ketika rasa kecewa yang di torehkan Rena tidak membuat rasa cintanya bergeming sedikitpun. Dalam hatinya kecilnya Yori berkata,
Kamu bagaikan bintang, bintang yang indah dan yang paling terang.
Dimanapun keberadaanmu, aku akan selalu dapat menemukanmu.
Namun, sangat sulit dan bahkan tidak mungkin untuk digapai.
.
.
.
...****************...
Jangan lupa Like, Komen dan Rate bintang 5 yaa.
Makasih supportnya🙏
Love you All🥰
bonus lumayan
Next lanjut