NovelToon NovelToon
Object Of Desires

Object Of Desires

Status: sedang berlangsung
Genre:Wanita Karir / Pengganti / Crazy Rich/Konglomerat / Pengantin Pengganti / Romansa / Kaya Raya
Popularitas:5.3k
Nilai: 5
Nama Author: Elin Rhenore

Takdir kejam menuntutnya menjadi pengantin pengganti demi menebus sebuah kesalahan keluarga. Dan yang lebih menyakitkan, ia harus menikah dengan musuh bebuyutannya sendiri: Rendra Adiatmaharaja, pengacara ambisius yang berkali-kali menjadi lawannya di meja hijau. Terjebak dalam pernikahan yang tak pernah ia inginkan, Vanya dipaksa menyerahkan kebebasan yang selama ini ia perjuangkan. Bisakah ia menemukan jalan keluar dari sangkar emas Rendra? Ataukah kebencian yang tumbuh di antara mereka perlahan berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih berbahaya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elin Rhenore, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

ALL THINGS FADE, EVEN THE ONES WE HOLD DEAREST

"Kamu gila! Aku tidak akan memberikan sepeserpun kepadamu!" Suara Albert meninggi. Pria arogan itu bahkan hampir bangkit dari tempat duduknya, siap untuk melompat menyerang Vallencia yang duduk di seberang meja.

Pertemuan mereka akhirnya bisa terlaksana. Dalam negosiasi yang dilakukan itu, Vallencia mengajukan untuk ikut memiliki hak asuh anak dan mengajukan gugatan tunjangan anak. Tentu saja Albert naik pitam, hal yang sudah disepakati dalam sidang sekarang malah diungkit lagi.

"Anggap saja sebagai win-win solution, Albert." Vallencia tampak tenang menghadapi mantan suaminya yang siap menerkamnya kapan pun itu.

"Persetan dengan win-win solution! Aku tidak sudi memberimu uang."

"Ayolah Albert, bagimu itu hanya recehan saja."

"Maaf, Bu Vallencia." Rendra akhirnya menyela, tak tahan dengan suara-suara perdebatan yang tampaknya tak akan mencapai akhir ini. "Tidak ada tunjangan, kita sudah sepakati. Anda sudah mendapatkan gono-gini sebelumnya."

"Bagaimana jika aku menginginkannya sekarang?" Vallencia memiliki nyali yang sangat besar. seolah-olah ia sedang memegang kartu As di tangannya.

"Jalang gila!"

"Aku dengar, simpananmu hampir mati di kamarmu, Albert. Bagaimana kalau media mengendus beritanya? Bukankah akan memengaruhi suksesimu nanti?" ternyata Vallencia memang memegang kunci terakhir untuk menumbangkan mantan suaminya.

Wajah Albert terlihat memutih seolah semua darahnya jatuh begitu saja, matanya membulat tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Vallencia. Namun sesaat kemudian, matanya memerah penuh amarah, ia bangkit dari kursinya dan melompati meja.

Orang-orang di sekitar langsung bangkit karena terkejut, di sisi lain Vanya yang terlambat menyadarinya terdiam di kursinya dan kini lehernya berada di genggaman tangan Albert.

"Berani-beraninya kamu mengancamku dengan hal murahan seperti itu!" tujuan Albert sejak mengetahui keberanian Vallencia memang perempuan bertubuh ramping di samping mantan istrinya itu. Dari persidangan demi persidangan sebelumnya, Albert tahu jika pengacara yang disewa oleh Vallencia tidak selicik yang satu ini.

Tatapan mata Albert begitu dalam, tajam menusuk, seandainya itu pisau maka muka Vanya sudah pasti terbelah olehnya. Pria itu siap mencekiknya hingga tenggorokannya hancur, namun anehnya Vanya terlihat tidak gentar. Hal itu membuat gemuruh dalam diri Albert semakin membuncah, pria itu mendorong Vanya hingga tubuhnya terbentur ke dinding.

Muka Vanya memerah akibatnya, nafasnya sudah sulit untuk diraih, meski begitu matanya malah menantang pemilik tangan yang mencengkram lehernya. Sungguh keberanian yang luar biasa.

"Lepaskan tangan anda, Pak." Suara ini lirih, dalam, tapi terdengar mengancam. Tangannya sudah berada di atas milik Albert, berusaha untuk menenangkan kliennya.

Sayangnya, Albert mengabaikan ucapan pemilik suara itu, cengkramannya masih kuat di leher Vanya.

"Saya bilang, lepaskan!" Rendra kehilangan kontrol atas kuasa kesabaran dalam dirinya, ia menarik tangan Albert dengan kasar.

Amarah Albert tentu saja semakin menjadi-jadi, tangan yang semula mencekik leher kecil Vanya kini beralih mencengkram kerah baju Rendra. Meski tinggi badannya tidak setara Rendra, nyalinya sangat besar. Mungkin itu adalah hasil reaksi atas kecanduan obat-obat terlarangnya.

Di sisi lain, Rendra tidak membalas, ia mengenal Albert cukup lama, tahu betul bagaimana wataknya yang dipenuhi oleh impulsifitas dan kebodohan dalam membuat keputusan. Itu sebabnya Rendra hadir berusaha untuk mengontrol salah satu calon pewaris ini.

"Kamu kira saya tidak berani?"

"Tidak ada gunanya, saya bisa menjadikan ini sebagai bukti tambahan." Terdengar suara Vanya. Perempuan itu mengabaikan rasa sakit di tenggorokannya, ia sudah memegang ponsel untuk merekam aksi Albert. "Bukankah akan lebih menarik, jika esok hari media dipenuhi oleh wajah anda, Pak Albert?"

"Vanya ... hentikan!" Rendra mengingatkan, tidak ingin Vanya melangkah terlalu jauh dalam menghadapi Albert yang tempramental.

"Kau! Kau jalang kecil sialan!" Albert sangat marah, marah sekali, tapi ia tidak bisa berbuat lebih terhadap Vanya. Perempuan bertubuh kecil itu licik. Salah langkah sekali maka hidupnya akan hancur. Apalagi saat ini dirinya sedang membangun citra baik agar suksesinya lancar.

"Kalau begitu, bicara dengan damai, Pak Albert."

Albert melepaskan kerah baju Rendra dengan kasar, ia mendengus seperti banteng yang hendak menyerang tanpa melakukan apapun.

"Bisa kita bicara lagi?" tanya Vanya dengan penuh keyakinan dalam dirinya.

"Aku tidak sudi! Kamu urus saja, lakukan apapun yang diminta oleh jalang itu. Asalkan hak asuh anak tetap berada di tanganku." Begitu kata terakhirnya kepada Rendra sebelum akhirnya ia melangkah pergi dari ruangan tersebut.

Ketika Albert pergi, semua orang terlihat bisa menghela nafas dengan lega. Begitu juga dengan Vanya, entah karena adrenalinnya sudah turun atau bagaimana, ia langsung bersandar di dinding.

"Aku tidak ingin berlama-lama, kamu urus semuanya, ya." Begitu pula Vallencia terlihat lebih gembira dari yang lain karena apa yang diinginkannya tercapai. Alih-alih menginginkan hak asuh untuk anaknya, ia beralih meminta tunjangan kepada Albert.

"Puas, Anantari?" Rendra melangkah mendekat, sebelumnya ia memberikan isyarat pada Shouta untuk keluar dari ruangan.

Vanya menoleh ke arah Rendra, ia menegakkan tubuhnya. "Apa kamu berpikir bahwa ini adalah akhirnya, mas?" tanya Vanya sembari melangkah ke arah Rendra.

Ada yang aneh dari tatapan Vanya, hal itu bisa dirasakan oleh Rendra. Tatapan itu bukan tatapan seseorang yang terlihat lega karena pekerjaannya bisa diselesaikan dengan baik. Ada rasa haus di mata itu, hausnya seseorang yang dipenuhi oleh dendam.

"Apa maksudmu?"

"Kita tidak perlu saling menutupi lagi, mas."

"Aku tidak mengerti, Anantari."

Vanya terkekeh di tempatnya, tubuhnya berguncang karena tawanya. Membuat Rendra merasa ini semakin aneh. Entah apa kali ini yang sudah dilakukan Vanya.

"Anantari!"

Dan tawa Vanya terhenti, tatapan matanya tertuju ke arah Rendra. Tajam langsung terarah ke netra gelap Rendra.

"Kamu tidak perlu melakukannya sendiri. Aku sangat sangat berterima kasih!"

"Jangan bertele-tele!" Rendra mendekat pada Vanya, diraihnya bahu yang tidak lebar itu. Sungguh, Rendra ingin tahu apa yang sudah diketahui oleh Vanya sehingga membuatnya tampak seperti ini—seperti seseorang yang memiliki hasrat untuk menghancurkan orang lain—seperti dirinya.

"Pertama, aku penasaran, mengapa kata sandi komputermu adalah hari kematian ayahku. Bukankah itu sangat aneh." Perkataan Vanya membuat jantung Rendra berdesir kencang.

Perlahan ia melepaskan genggamannya pada bahu Vanya, kini menatap perempuan itu penuh tanda tanya. Rasanya tidak mungkin jika Vanya mengetahui rahasianya. Selama ini ia sudah menyembunyikannya dengan baik.

"Lalu aku coba untuk mencari tahu ... aku tidak menemukan apapun di komputermu selain kebusukan si Albert itu, sungguh aneh sekali bukan? Dari semua klien kamu hanya menyimpan kebusukannya dan keluarga Ankara." Vanya melanjutkan.

"Aku berpikir, mungkin ini adalah salah satu caranya kamu mengontrol mereka."

"Benar sekali," Rendra menyahut.

"Salah." Vanya menyahut dengan cepat.

Hal yang sama sekali tidak diduga oleh Rendra akan keluar dari bibir Vanya. Kini ia yakin jika Vanya tampaknya benar-benar menemukan sesuatu. Tapi Rendra tidak berani menduganya dengan lantang.

"Apa yang coba kamu buktikan, Anantari?"

"Kamu ingin menghancurkan keluarga itu dalam sekali sapu. Kamu menjauhkanku dari semua hal yang berkaitan dengan kasus keluarga Ankara karena itu hanya akan membahayakanku. Kamu takut apa yang terjadi pada ayahku akan terjadi padaku. Kenapa kamu begitu kejam, mas?"

Rendra terdiam mendengarkan kata demi kata yang keluar dari bibir Vanya dengan seksama.

"Bagaimana kamu tahu?"

"Mudah saja, semuanya tersimpan di kamarmu di dalam apartemen. Aku menemukannya setelah aku mencari-cari."

Rendra tiba-tiba mendekat, jantungnya masih berdegup dengan kencang. Ia meraih lengan Vanya. "Jika kamu sudah tahu, maka menjauhlah. Jangan mendekati keluarga mereka, jangan ikut campur urusan mereka, apa kamu mengerti?"

Vanya melepaskan tangan Rendra dari lengannya dan mundur memberikan jarak di antara mereka. Menatap Rendra dengan tatapan penuh luka, lantas ia tersenyum ke arah Rendra.

"Seharusnya akulah yang mengatakan itu, Mas. Kamu ... tidak perlu lagi ikut campur. Ini urusanku dengan mereka."

"Saya tidak akan membiarkan kamu terlibat dengan mereka—" belum selesai Rendra dengan kalimatnya, Vanya sudah menyelanya.

"Kenapa, Mas? Kamu pikir aku lemah? Kamu pikir aku tidak bisa? Aku bukan pengecut!" Suara Vanya meninggi. Dia tidak ingin dianggap tidak mampu, lagipula apa yang terjadi seharusnya tidak berhubungan dengan Rendra.

"Saya tidak bisa, Anantari. Saya tidak bisa jika harus kehilangan kamu."

Hening ...

Tidak ada yang bicara di antara mereka, hanya hembusan nafas yang menggemuruh di ruangan tersebut. Vanya terhenyak karena ucapan Rendra, meski bukan kata maaf seperti yang ia harapkan selama ini, tapi perkataan Rendra cukup memberinya pukulan. Vanya sungguh tidak mengerti, sebenarnya apa yang diinginkan Rendra.

Sementara bagi Rendra ini adalah pengakuan terbesarnya, ia bukan pria yang mudah mengungkapkan isi hatinya. Kali ini Vanya sudah membuatnya membuka hatinya, membiarkan perasaan menguasai dirinya.

"Ini tidak benar." Vanya menggelengkan kepalanya perlahan. "Aku tidak akan tertipu lagi, kali ini kamu tidak akan bisa menyabotase hidupku, Mas." Setelah mengatakan itu, Vanya beranjak pergi.

Rendra mengejarnya, hanya saja langkahnya terhenti oleh Shouta yang sudah mencegatnya di depan ruangan.

"Bang, Tuan Bagaskara mau ketemu."

Mendengar nama itu langkah Rendra langsung terhenti. Bagaskara adalah ayah dari Albert, penguasa sebenarnya Group Ankara. Pria yang sangat berkuasa, kejam, dan tidak takut akan takdir—pria yang sudah menghilangkan nyawa Abhimanyu.

Apalagi yang diinginkan oleh Bagaskara saat ini, mungkinkah ini berhubungan dengan Albert. Dalam hal ini Rendra hanya bisa menebak-nebak karena pria yang umurnya sudah tidak lagi muda itu tidak bisa diprediksi.

Rendra menyaksikan bagaimana punggung Vanya menjauh darinya dan menghilang setelah berbelok. Ia hanya menghela nafasnya, hari ini mungkin bukan waktunya untuk menghentikan Vanya. Istrinya sangat keras kepala dan Rendra tahu betul itu. Setelah bertemu dengan Bagaskara ia akan mencari cara untuk menjauhkan Vanya dari semua bahaya yang mengintai, ia harus bisa.

*

Sebuah cerutu disodorkan pada Rendra langsung dari tangan Bagaskara, Rendria menolaknya dengan halus hingga ia menarik kembali cerutu tersebut. Pria itu, Bagaskara Loka Ankara, keturunan ke-2 dari pendiri Group Ankara. Kini menjadi satu-satunya sosok yang paling berkuasa di perusahaan tersebut. Meski usianya tidak lagi muda, Bagaskara terlihat masih sangat fit, ia duduk dengan kemeja berwarna krem di ujung sofa tepat di samping Rendra.

Tidak ada yang bisa menembus isi pikiran si tua Bagaskara, bahkan si pengacara paling cerdas ini pun tidak bisa melakukannya. Ia hanya bisa menunggu sampai Bagaskara mengungkapkan niat sebenarnya dari pertemuan ini.

"Kudengar menantuku mengajukan PK untuk hak asuh anaknya."

Benar dugaan Rendra, ini ada hubungannya dengan putra semata wayangnya. Bagaskara adalah seseorang yang sangat perfectsionist, tidak akan meninggalkan jejak kotor dalam perjalanan hidupnya. Meski sebenarnya semua kotoran itu tersimpan rapi di sudut kehidupannya.

"Nyonya Vallencia lebih memilih untuk menuntut tunjangan kepada Albert."

"Ternyata dia tidak sebodoh yang kukira," ujar Bagaskara dengan suara dalam sambil mengisap cerutunya. "Bagaimana respon anak bodoh itu?"

Rendra tahu yang dimaksud oleh Bagaskara adalah Albert.

"Albert menolak, Nyonya Vallencia menunjukkan sebuah bukti yang membuat Albert tidak bisa menolak lagi," jelas Rendra.

"Bukti ... itu dia, bagaimana bisa menantuku yang bodoh itu bisa memiliki bukti-buktinya?"

Entah kenapa pertanyaan yang biasa ini terdengar menyeramkan, bahkan Rendra yang tak kenal takut merasa merinding dibuatnya.

"Kami sedang mencari tahu," balas Rendra berusaha tetap terlihat tidak tahu apa-apa. Bayangkan saja jika Bagaskara tahu apa yang telah terjadi. Maka hancur sudah rencana Rendra.

"Baiklah, kerja bagus. Aku percaya padamu, nak."

"Terima kasih, saya akan melakukan yang terbaik agar Nyonya Vallencia bertindak sesuai dengan harapan kita."

"Ya, ya, hmmm..." Bagaskara menghisap kembali cerutunya, lalu mengembuskan asapnya.

"Jika sudah tidak ada urusan lagi, saya akan kembali ke kantor, Tuan."

"Tentu saja. Silakan kembali bekerja." Bagaskara tersenyum kepada Rendra. Sungguh sesuatu yang jarang sekali terjadi.

Setelah Rendra berpamitan dan beranjak untuk keluar dari ruang kerja Bagaskara, langkahnya terhenti mendengar suara Bagaskara melemparkan sebuah pertanyaan padanya.

"Siapa nama pengacara Vallencia itu? Vanya ... Vanya Anantari? Ngomong-ngomong kalian adalah pasangan yang serasi."

Mendengar hal tersebut seketika itu pula Rendra langsung menoleh ke belakang. Jantungnya berdegup dengan kencang. Rasanya tidak ingin percaya bahwa Bagaskara sudah menemukan celah, tapi nyatanya ucapan yang keluar dari mulut si tua Bagaskara itu menunjukkan jika pria itu sudah menemukan alasan kebocoran bukti.

Dalam lubuk hatinya yang terdalam Rendra tahu jika saat ini hidupnya sedang berada di ujung tanduk. Bagaskara sedang mengancamnya, maka ia harus terlihat tenang.

"Aku belum sempat mengirimkan hadiah pernikahan. Tapi jangan khawatir, kamu akan segera mendapatkannya."

Firasat Rendra semakin buruk. Setiap kata yang keluar dari bibir Bagaskara tidak mungkin hanya bualan semata. Entah apa yang sedang direncanakan olehnya.

"Kenapa kamu terlihat terkejut, Nak?"

"Terima kasih, atas perhatian anda, Tuan." Rendra memasang senyumnya meski batinnya begitu getir. Tangannya terkepal di kedua sisi tubuhnya. Ia harus bisa menahan dirinya, selama rencananya belum tercapai maka ia harus membuat semua dalam kendali dirinya.

"Tidak perlu sungkan begitu, tunggulah beberapa saat lagi ... kamu akan segera menerimanya."

Setelah Bagaskara mengatakan itu ponsel milik Rendra berdering. Seiring dengan deringan itu degup dalam dada Rendra semakin kencang.

"Kenapa diam saja, angkatlah!"

Sungguh tubuh Rendra saat itu seperti membeku, ia tahu jika tampaknya dirinyalah yang kini masuk ke dalam perangkap Bagaskara. Sepertinya ia sudah meremehkan Bagaskara.

Perlahan Rendra mengambil ponselnya dengan tatapan wajah kakunya masih menghadap pada Bagaskara yang duduk di atas singgasananya. Tanpa melihat ke layar ponsel ia pun mengangkat panggilan tersebut.

"Hallo." Suara Rendra bergetar.

"Hallo, apakah anda suami dari Nona Vanya Anantari?"

Mendengar pertanyaan ini batin Rendra semakin tidak tenang. Seumur mereka menikah tidak pernah ada yang menelfonnya berkaitan dengan Vanya, kecuali saat ia menelfon Saga untuk mencaritahu keberadaan istrinya.

"Ya, benar sekali. Saya suaminya, ada apa?" tatapan Rendra sama sekali tidak berpaling dari Bagaskara yang sedang menikmati cerutunya.

"Nona Vanya Anantari mengalami kecelakaan, saat ini sedang berada di rumah sakit kami di National Hospital. Kondisinya sangat serius, kami membutuhkan persetujuan untuk melakukan operasi. Apakah anda bisa datang kemari?"

Runtuh dunia Rendra. Kakinya lemas tapi ia tetap harus menjaga ekspresi wajahnya tetap tenang di hadapan Bagaskara. Sementara pria di seberangnya menarik bibir membuat senyuman yang mengerikan. Dingin merambat ke seluruh tubuh Rendra. Rasanya ingin sekali ia melompati meja dan menendang kepala pria itu, tapi ia hanya bisa menahan diri.

"Saya akan kesana." Rendra segera berbalik, mengabaikan Bagaskara.

"Selamat menikmati hadiah pernikahan dariku, Nak."

...*Bersambung*...

...OBJECT OF DESIRES | 2025...

1
" Kak. saran aku, lebih baik satu bab itu jumkatnya jangan terlalu banyak. nanti bisa di pisah ke bab selanjutnya supaya para pembaca tidak merasa jengah . dan ya, jangan lupa untuk menambahkan foreshadow dan clifthanger yg mampu membuat pembaca untuk kembali datang ke cerita kakak. terima kasih 🙏
Elin Rhenore: terima kasih atas sarannyaa /Drool//Drool/
total 1 replies
Shin Himawari
aahh aku suka banget dark romance kaya gini ☺️
Shin Himawari
kaaakk aku mampir, asli seru banget aku bacanya sinematik persidangan
sukses terus yaaa karyamu bagus ☺️
Elin Rhenore: terima kasih yaaaa..... semoga suka terus /Scream//Scream//Scream//Scream//Scream//Scream/
total 1 replies
scd
Keren banget kak, semangat update nya ya🤗
scd: sama-sama🙏🏻
total 2 replies
Elin Rhenore
udah ada alasannya kak.
d_midah
cie bang Rendra terpesona🥰🥰
d_midah: hehehe halal ini, lanjuttin aja terpesona nya🤭🤭
total 2 replies
d_midah
selain cantik, yang aku bayangin pipinya yang gemoy☺️☺️🤭
Tulisan_nic
sidangnya siaran langsung apa gimana Thor?
Elin Rhenore: sidangnya siaran langsung, karena sifatnya terbuka untuk umum.
total 1 replies
Tulisan_nic
Baca bab 1 udah keren banget,aku paling suka cerita lawyer² begini.Lanjut ah
Elin Rhenore: terima kasih yaaa, semoga sukaa
total 1 replies
Ayleen Davina
😍
Sweet Moon |ig:@sweet.moon2025
Hallo Kak. Semangat berkarya ya 🫶
Sweet Moon |ig:@sweet.moon2025: seru ceritanya 🫶
total 2 replies
Mike_Shrye ❀∂я⒋ⷨ͢⚤
"istri saya" kulanjutin dah😂
Mei Saroha
ayooo kakak othorr lanjutkaann... yukkk bisa yuukkk
Elin Rhenore: sabar yaaaa hehehehe
total 1 replies
Mei Saroha
rendra bertekad untuk lindungi Vanya..
Elin Rhenore: bener banget kak... /Frown//Frown/
total 1 replies
Mei Saroha
alurnya keren thorr
semangat nulisnyaa yaaaa
Mei Saroha
hareudangg euyyy
Mei Saroha
morning wood itu apa kak 😃😀😁
Mei Saroha
apakah keluarga rendra membunuh orangtua Vanya?
Siti Nina
Lanjut thor jgn di gantung cerita nya
Siti Nina
Nah lho perang akan segera di mulai
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!