Ibu,,, aku merindukanmu,, airmatanya pun berderai tatkala ia melihat seorang ibu dan anaknya bercanda bersama. Dimanakah ibu saat ini,, aku membutuhkanmu ibu,,,
Kinara gadis berusia 18thn yang harus menjadi tulang punggung keluarga semenjak kepergian kedua orang tuanya yang mengejar bahagia mereka sendiri, hingga ia harus merelakan harga dirinya yang tergadai pada seorang CEO untuk kesembuhan sang adik,,apakah bahagia akan hadir dalam hidupnya atau hanya derita dan derita,,,,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Liliana *px*, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 28 impian dan harapan
Malam telah meninggalkan peraduannya, berganti dengan sinar surya yang malu malu bersembunyi di balik awan. Membuat pagi berselimut kabut dengan semilir angin yang terus menerpa semua makhluk hidup yang sibuk dengan aktivitasnya.
Meski semua orang sedang sibuk mempersiapkan acara tingkepan, namun wanita ini justru duduk di bangku taman, tatapannya kosong ke depan. Sesekali buliran bening itu mengalir membasahi pipinya. Kenangannya akan sosok pria yang sangat dicintainya pun mengusik di kalbunya sekarang.
Potogan potongan kenangan terlintas di pikirannya. Bagai sebuah roll film, kenangan itu terlihat jelas. Dan semakin deras air mata yang mengalir jatuh diatas pangkuannya.
"Kak,,, aku sangat merindukanmu, rasanya aku tak sanggup dengan beban rindu ini, Kak,,,"
Bisiknya dalam hati seraya menghapus air matanya yang terus mengalir dan tak mau berhenti.
"Sekarang acara tingkepan tuk anak kita, andai Kak Raffi ada, betapa bahagia aku sekarang, mungkin akulah wanita yang paling bahagia di dunia ini, tapi kenyataannya,,,akulah wanita yang paling menderita dengan siksaan rindu ini Kak,,,hikkss,,,hikkksss,,,"
Tanpa ia sadari, Bima sudah berdiri di belakang Nara dengan membawa sekuntum mawar merah, dengan jelas ia bisa mendengar ucapan Nara. Hatinya terasa sakit mendengar wanita yang dicintainya ternyata telah mencintai pria lain, meski ia tahu itu adalah suami Nara, namun hati kecilnya tak mau menerima semua kenyataan ini.
Dengan melangkah pelan pelan. Ia pun menutup mata Nara dengan salah satu tangannya, sedangkan tangan yang lain membawa setangkai mawar yang disembunyikannya di belakang tubuhnya. Membuat Nara terkejut dan menggenggam tangan Bima yang menutup matanya.
"Bim,,,nggak lucu candaannya, lepas,,,"
Nara pun berusaha melepas tangan Bima dari matanya.
"Ok,,, ku lepas dengan catatan kau tidak boleh menangis lagi, kasihan debay, ia pasti juga merasakan kesedihan Bundanya, mau janji padaku sekarang?"
Nara hanya menganggukkan kepalanya. Perlahan Bima pun melepas tangannya dari mata Nara. Lalu berjalan memutar dan duduk disamping Nara lalu memberikan bunga mawar itu.
"Bunga yang cantik untuk wanita yang cantik tapi berbisa juga,,he,,he,,he,,,"
Bima terkekeh pelan sambil memandang ke arah Nara yang kini menatapnya dengan horor.
"Maksudmu apa, aku wanita ular gitu, enak aja ,,aku ini wanita tercantik, terkalem, dan terpandai di rumahku, itu kataku tentunya,,, he,, he,, he,,,"
Mereka pun tertawa bersama mendengar ucapan Nara, dan kini bunga mawar telah berganti di tangan Nara setelah menerima dari tangan Bima.
"Kenapa mesti bersedih, ini hari yang istimewa untukmu, seumur hidup hanya sekali ini kamu akan merasakannya, menjadi calon Ibu yang melakukan banyak ritual nantinya, bukankah hanya anak pertama yang harus di tingkepi?"
"Iya Bim, kamu benar, dan hanya dia satu satunya anakku kelak, karena aku sudah berjanji hanya Kak Raffi lah satu satunya pendamping hidupku, di dunia dan akhirat nanti."
Senyuman pahit terlihat dari bibir yang merona itu. Membuat hati Bima terasa teriris melihatnya juga setelah mendengar penuturan Nara.
"Sebegitu besar cintamu padanya, hingga kau pun tak dapat melihat cintaku dan sakitku Nara. Tapi aku akan berjuang terus untuk mendapatkan cintamu."
Bisik dalam hati Bima.
"Bim, kenapa kamu bisa ada disini, bukankah kemarin kamu bilang mau ke kota B?"
Nara memandang penuh tanya ke arah Bima yang tersenyum ke arahnya.
"Mana bisa aku ninggalin kamu disaat acara sepenting ini, aku juga ingin menjadi bagian di dalamnya, dan siapa tahu nanti debay juga mengerti akan hadirku dan mau menerimaku menjadi Papanya."
Tutur Bima sambil tersenyum menggoda kearah Nara. Membuatnya mengerutkan keningnya sambil tersenyum mengejek kearah Bima.
"Kamu tadi habis kesambet dari mana sih Bim, kenapa bisa berpikir seperti itu, aku tidak pantas buat kamu, masih banyak gadis di luar sana yang lebih pantas mendapatkanmu, juga cintamu, maafkan aku ya,,, aku tak bisa lagi membuka hati untuk yang lain."
Nara mengambil nafas dalam dalam lalu melepaskannya perlahan. Disandarkan punggungnya di bangku taman, sambil memandang kosong kearah hamparan bunga yang tertata rapi di hadapannya. Harum bunga bunga itu semerbak mewangi tertiup angin lalu.
" Aku sadar Nara, aku tak bisa merebut tempatnya di hatimu, tapi aku yakin aku juga ada di sisi yang lain di hatimu, dan itu sudah cukup bagiku, hanya dengan berada disampingmu, dan bersama merawat debay nantinya, meski kita tidak menikah."
Dengan sungguh sungguh dan penuh keyakinan Bima memandang kearah yang sama di mana Nara menatap.
"Bim, aku tak dapat menjanjikan apa apa padamu, tapi jika itu keputusanmu aku bisa apa, hanya pintaku saat kau temukan wanita yang bisa membahagiakanmu, maka tinggalkan kami, raih bahagiamu sendiri, karena percuma aku berdebat denganmu, hasilnya tetap sama."
"Aku janji Nara, saat wanita itu hadir, aku akan raih bahagiaku sendiri."
Mereka pun tersenyum bersama. Nara memukulkan pelan tangkai mawar kearah Bima namun tidak mengenai tubuh Bima.
"Kamu tetep aja manja dan usil sama sama aku, bagaimana bisa aku mencari wanita lain Nara, karena semua hatiku hanya ada dirimu."
Suara hati Bima yang tak pernah terdengar oleh Nara.
Tiba tiba saja mereka dikejutkan oleh kedatangan Naya dan Rana. Mereka segera duduk di samping kanan dan kiri Nara, menggeser posisi Bima hingga hampir jatuh dari kursi taman.
"Kalian ini mengganggu saja, tak bisa melihat Kak Bima kalian ini bahagia sedikit saja."
Tutur Bima sambil cemberut.
"Itu derita Kak Bima, bukan derita kami ,, he,, he he,,,"
Ejek keduanya yang membuat Bima memukul pelan kepala keduanya dengan tangkai mawar yang di bawa Nara. Membuat mereka semua tertawa penuh dengan kebahagiaan.
"Kak Nara, tuliskan apa yang jadi impian Kakak di kertas ini, lalu masukkan dalam balon nanti kita terbangkan, semoga yang kakak inginkan terkabul nantinya, dibawa oleh balon itu sampai di tempat tujuannya."
Ucap Rana sambil memberikan kertas kecil juga pena. Dengan senyum yang tertahan, Nara pun mengikuti kata Rana, ia tak mau mengecewakan hati adiknya itu.
Nara pun menulis kata," Kak Raffi,,, kembalilah,,, Naramu menanti,,,"
Dengan menahan tangisnya, Nara menggulung kecil kertas itu dan memasukkan di balon, lalu menyerahkan balon itu pada Bima. Dengan sedikit cemberut Bima meniup balon itu hingga besar, lalu mengikatnya dan memberikan lagi pada Nara. Saat Nara ingin melambungkan balon itu, Naya menahannya. Ia pun berlari kearah tukang balon yang sengaja di sewa oleh Nara untuk menghias tamannya nanti.
Tak lama, Naya kembali dengan puluhan balon ditangannya. Lalu memberikan balon balon itu pada Nara.
"Terbangkan kak,,, terbangkan impian kakak sampai puncak,,,"
Kata kedua adiknya memberi semangat pada Nara yang melepas puluhan balon ke angkasa.
"Semoga kau melihat pintaku, Kak."
bersambung🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹