Arjuna dikenal sebagai sosok yang dingin dan datar, hampir seperti seseorang yang alergi terhadap wanita. la jarang tersenyum, jarang berbicara, dan selalu menjaga jarak dengan gadis-gadis di sekitarnya. Namun, saat bertemu dengan Anna, gadis periang yang penuh canda tawa, sikap Arjuna berubah secara drastis.
Kehangatan dan keceriaan Anna seolah mencairkan es dalam hatinya yang selama ini tertutup rapat. Tak disangka, di balik pertemuan mereka yang tampak kebetulan itu, ternyata kedua orangtua mereka telah mengatur perjodohan sejak lama. Perjalanan mereka pun dimulai, dipenuhi oleh kejutan, tawa, dan konflik yang menguji ikatan yang baru saja mulai tumbuh itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ivan witami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 Janji
“Kok pakai motor, tumben, Jun?” tanya Anna dengan nada heran saat Juna menjemputnya di depan rumahnya
Juna tersenyum agak canggung sambil menyerahkan helm kepada Anna. “Iya, aku lagi hindari plat genap juga. Lagian, motor kan bisa sat-set.”
Anna menerima helm itu dan memandang Juna sambil tertawa kecil, “Iya juga sih, ya.”
Anna melompat naik di belakang Juna. Angin pagi menyapanya dengan riang, menggerak-gerakkan rambutnya yang diikat seperti ekor kuda.
Motor melaju keluar dari kompleks perumahan dengan suara knalpot menggelegar. Juna menyalakan lampu sein, menghadap ke pom bensin tak jauh dari situ.
“Na, nanti kita ke pom bensin dulu ya, bensin motorku tinggal sedikit,” kata Juna sambil sesekali melirik spidometer.
“Loh, bukannya tadi dari rumah sekalian mampir ke pom bensin?” jawab Anna agak sedikit teriak demi melawan suara angin.
Juna tertawa kecil, “Takut telat jemput kamu, makanya langsung ke rumah kamu.”
Anna lantas memeluk erat pinggang Juna dari belakang, mencoba meyakinkan dirinya sendiri kalau Juna benar-benar sudah berubah. Sejak Elsa pergi, beberapa minggu lalu, perhatian Juna memang makin bertambah, walau terkadang Juna masih sering abai.
Motor melaju semakin cepat menuju pom bensin. Sesampainya di sana, Anna turun dan berdiri agak jauh dari mesin pengisian bahan bakar, sambil sibuk melihat-lihat sesuatu di sekitar pom bensin itu, mungkin menghindari bau bensin yang menyengat.
Juna mulai mengisi bensin, matanya fokus pada tombol-tombol mesin. Namun, entah karena terburu-buru atau pikiran melayang, Juna melupakan keberadaan Anna yang menunggunya tidak jauh dari pom bensin.
Anna membalikkan badan dan terperanjat melihat Juna menjauh.“Hai, Jun..?! Kok malah bablas, sih? Lupa atau pikun?” teriak Anna.
Suara motor semakin jauh, meskipun Anna sudah berteriak sekuat tenaga.
“Ditinggal gitu aja! Awas kamu, Jun, aku kejar ya!” ujar Anna sambil mengeluarkan ponselnya dari tasnya, mencoba menghubungi Juna. Tapi, nihil. Panggilannya tidak diangkat.
Anna menggeleng-gelengkan kepala, lalu duduk di pinggir trotoar dan masih mengamati ponselnya. “Hissss, gak diangkat lagi. Sudahlah, pesen ojek aja,” gumamnya sambil membuka aplikasi ojek online di ponselnya.
Tak lama kemudian, sebuah motor berwarna oranye datang melaju perlahan, pengendaranya tertawa kecil sambil menunggu Anna naik.
“Mau kemana, Neng!” tanya tukang ojek.
“Sesuai aplikasi lah, Pak. Kemana lagi?” jawab Anna sedikit ketus, membuat tukang ojek sedikit tertawa.
Anna naik ojek, mencoba mengejar Juna, tetapi itu mustahil, Juna sudah terlalu jauh. Sepanjang jalan Anna berceloteh, mengumpat tentang Juna. Tukang ojek hanya mengiyakan dan mengompori Anna, agar menghukum Juna saat bertemu nanti.
Sementara itu, entah apa yang ada dipikiran Juna, bahkan saat sampai di parkiran kantor pun, ia masih belum sadar jika Anna tidak disampingnya.
“Na, sini helmnya,” ujar Juna tidak sadar sudah bicara sendiri.
“Na,” panggilnya sambil mengarahkan tangan satunya, meminta helmnya. Tapi mata satunya fokus pada layar ponsel, membaca email pekerjaan tanpa tahu ponsel pribadinya banyak panggilan masuk dari Anna.
“Pak, maaf. Kok ngomong sendiri?” ucap salah satu karyawan yang melihat Juna dari tadi berbicara sendiri.
Juna terkejut lalu melihat sekelilingnya, mencari keberadaan Anna.“Loh, Anna mana?” tanyanya kebingungan.
“Bapak dari masuk parkiran sudah sendirian, Anna tidak ada,” jawab karyawan tersebut.
Juna mengingat Anna.“Astaga, ketinggalan,” gumamnya, lalu mengambil ponsel pribadinya.
Juna membulatkan matanya melihat daftar panggilan, sepuluh daftar panggilan masuk diponselnya, semua dari Anna.
“Aduh… gawat!” Pekiknya sambil mengusap wajahnya.
Tak lama terdengar teriakan Anna, ekspresi sangat jelas begitu marah.“Juna..!”
Juna melihat ke arah Anna yang saat ini berjalan ke arahnya sambil menenteng helm. Juna menghampiri Anna dengan wajah bersalah dan juga takut.“Na, aku minta maaf. Aku lupa,” ucapnya.
Anna melempar helm kerah Juna, Juna berusaha menangkap helm tersebut. Anna melepas sepatunya lalu melemparnya ke arah Juna.
“Gila kamu ya, hah! Kamu tega ninggalin aku di pom bensin. Kamu lupa atau pikun!” teriak Anna sambil memukul-mukul Juna.
Juna hanya bisa menghindari serangan Anna, yang tidak ada ampun. Mereka seperti bocah TK yang sedang bertengkar, berlarian kesana kemari, menjadi tontonan beberapa karyawan yang melihat.
Kali ini Anna berhasil memberi bogem mentah ke arah Juna, Juna tersungkur tepat di kaki pak Hamdan yang baru saja sampai di pelataran kantor.
Pak Hamdan terkejut dan terperanjat melihat putranya dihajar calon menantunya.“Ada apa ini?” tanya pak Hamdan.
“Dia ninggalin saya di pom bensin, Om.”
“He…” pak Hamdan melihat Juna yang masih dibawah kakinya, sambil mengusap pipinya karena kesakitan terkena pukulan Anna.
“Jun, kok bisa kamu ninggalin Anna?” tanya pak Hamdan.
“Lupa, Pa.” Juna bangkit, berdiri disamping pak Hamdan.
Pak Hamdan ingin sekali menampar putranya, tetapi tidak ia lakukan. Mengingat di depan karyawannya, bagaimana pun pak Hamdan tidak mau menjatuhkan harga diri putranya didepan karyawannya. Kalau soal Anna menghajar Juna, itu urusan pribadi.
“Kamu ini. Sudah, semua bubar.”Pak Hamdan menyuruh karyawan lain masuk ke dalam kantor.
“Anna, sabar ya. Nanti Om kasih pelajaran sama Juna. Sekarang masuk dulu ya,” ucap pak Hamdan pada Anna yang masih marah melihat Juna.
“Saya kesel, Om.”
“Iya, iya. Masuk dulu yuk,” ajak pak Hamdan merangkul layaknya merangkul putrinya.
Sebelum melangkah mengikuti langkah pak Hamdan, Anna melempar tasnya ke arah Juna.“Bawa!” ujarnya.
“Waduh, galak juga calon mantuku ini,” batin pak Juna lalu melihat Juna yang seperti tertekan, tetapi dalam hatinya, pak Hamdan tertawa melihat putranya yang dulu dingin sekarang seperti kucing penurut bersama Anna.
Mereka bertiga masuk ke dalam lift. Ketiganya diam, tetapi Juna berusaha menarik perhatian Anna, dengan cara menarik-narik ujung kaos Anna.
“Apaan sih, jangan narik-narik bajuku,” ketus Anna, mendapat tatapan dari pak Hamdan.
Pak Hamdan menggelengkan kepalanya melihat anak dan calon menantunya itu, yang sering sekali membuat keributan saat bertemu. Ada saja bahan untuk ribut.
Pintu lift terbuka, ketiganya keluar. Pak Hamdan meninggalkan mereka menuju ruangannya. Sementara Anna berjalan cepat menuju rungan Juna, Juna mengikuti Anna dengan membawa tas dan sepatu Anna.
Sesampainya di ruangan. Anna berdiri menunggu reaksi Juna. Juna meletakkan tas dan sepatu Anna disofa lalu memeluknya dari belakang.
“Maafkan aku ya, Aku benar-benar lupa,” ucap Anna.
Anna melepas pelukan Juna, melihat tajam Juna.“Kamu itu sudah sering kayak gini, lupa! Kamu lupa atau masih mikirin Elsa. Jun, Sebentar lagi kita nikah, tahu!”
Juna terdiam, menunduk menyesali perbuatannya akhir-akhir ini.“Aku salah, aku minta maaf.”
“Maaf, maaf. Itu aja yang kamu sebutin.”
Juna berlutut, kali ini ia berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya.“Na, maafkan aku. Aku janji gak akan seperti itu lagi.” Juna meraih tangan Anna.
Sekali lagi Anna luluh dengan janji Juna.“Janji ya. Gak ngulang lagi.”
Juna bangkit lalu memeluk Anna. Anna tersenyum membalas pelukan Anna. Mereka saling pandang tak lama mereka saling berciuman.
Adegan itu disaksikan pak Hamdan dan Aldo serta Tiara di balik celah pintu. Mereka sedari tadi mengintip karena takut Anna menghajar Juna lagi.
“Yah, gak seru. Masak gitu aja Anna udah luluh, aturan seminggu gitu marahnya,” bisik Tiara.