Gara-gara fitnah hamil, Emily Zara Azalea—siswi SMA paling bar-bar—harus nikah diam-diam dengan guru baru di sekolah, Haidar Zidan Alfarizqi. Ganteng, kalem, tapi nyebelin kalau lagi sok cool.
Di sekolah manggil “Pak”, di rumah manggil “Mas”.
Pernikahan mereka penuh drama, rahasia, dan... perasaan yang tumbuh diam-diam.
Tapi apa cinta bisa bertahan kalau masa lalu dari keduanya datang lagi dan semua rahasia terancam terbongkar?
Baca selengkapnya hanya di NovelToon
IG: Ijahkhadijah92
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ijah hodijah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jalan Bebek
Haidar terkekeh. "Sakit semua? Salah siapa coba yang tadi malam ketagihan, sampai bilang ‘lagi, aku mau lagi’?" godanya sambil menarik pelan selimut Emily.
“Maaassss… jangan bahas semalam, malu tau!” Emily meraih bantal dan menutup wajahnya.
Haidar malah tertawa kecil, lalu mencubit gemas pipi istrinya. "Ya udah, ayo bangun dulu. Nanti aku gendong, mau?"
Emily melotot dari balik bantal. "Enggak! Aku masih bisa jalan."
"Kalau gitu, ayo pelan-pelan. Aku pegangin."
Dengan malas, Emily akhirnya duduk. Begitu kakinya menyentuh lantai, ia meringis. "Aduh… jalannya kok susah banget… Itu kamu kayak masih ketinggalan di dalam..."
Haidar sudah menahan tawa, tapi wajahnya tetap terlihat sabar. Ia menggandeng Emily yang jalannya seperti kepiting. "Sini… sini… pelan-pelan. Nanti aku tulis surat izin aja deh buat kamu, alasan: ‘istri saya kelelahan semalam’."
"Maasss!" Emily menepuk lengan Haidar dengan gemas, wajahnya makin merah.
"Ya ampun, cantik banget sih kalau malu begini," bisik Haidar sambil mengecup pipi Emily.
Emily merajuk. "Udah ah, jangan godain terus… aku jadi malu banget…"
Haidar malah memeluknya sebentar. "Malu nggak apa-apa, yang penting aku bahagia banget… Akhirnya semalam aku benar-benar bisa memiliki kamu seutuhnya."
Emily hanya tersenyum malu sambil menyandarkan kepala di dada Haidar, sementara suaminya membimbingnya masuk ke kamar mandi dengan sabar, seperti pasangan pengantin baru yang dimabuk cinta.
Haidar membiarkan Emily mandi sendiri, sedangkan dirinya menyiapkan buju dan buku Emily. Semua keperluannya ia siapkan sambil menunggu Emily keluar kamar mandi.
Setelah semuanya selesai, mereka berangkat sekolah.
***
Di parkiran sekolah, Haidar dengan sabar menuntun Emily yang jalannya masih seperti bebek. Emily berusaha memasang wajah santai, tapi langkahnya yang aneh malah menarik perhatian.
"Eh, Emily kenapa jalannya gitu?" bisik salah satu teman sekelasnya ke teman yang lain.
"Kayak habis olahraga ekstrim semalaman," sahut yang lain sambil menahan tawa.
Emily yang mendengarnya langsung menegakkan badan dan mencoba berjalan normal, tapi malah terlihat lebih lucu. "Aku cuma jatuh kemarin, tau!" serunya dengan wajah sok kesal.
Temannya melongo. "Jatuh dari mana? Kok kayaknya parah banget jalannya?"
"Ya jatuh… dari kasur," jawab Emily cepat sambil tersenyum canggung.
Suasana langsung meledak oleh tawa teman-temannya.
"Dari kasur? Emang tidurnya gimana sih sampai jatuh kayak gitu?" celetuk Linda yang juga ikut nimbrung.
Emily langsung melotot ke arah Linda. "Udah ah, jangan pada kepo. Aku kan cuma lagi pegel!" katanya sambil melambai santai, lalu buru-buru melangkah menuju kelas, meski langkah “bebeknya” justru membuat semua orang makin terpingkal.
Haidar yang memperhatikan dari jauh hanya tersenyum penuh arti. Dalam hati ia merasa geli sekaligus bangga pada Emily yang pintar mengelak, meski wajahnya merah padam.
Saat Emily sampai di kelas, Riska menyodorkan kursinya sambil cekikikan. "Sini duduk dulu, kamu kaya habis malam pertama."
Emily langsung menepuk bahu Riska. “Sembarangan! Aku tuh jatuh dari motor kemarin!" ujarnya cepat, padahal semua tahu tidak ada cerita dia jatuh motor.
Riska tertawa geli. "Iya, iya… jatuh dari motor, tapi kok yang sakit kakinya doang ya, bukan tangannya atau kepalanya?"
Emily langsung menutup muka dengan buku, pura-pura serius membaca. "Udah ah, nggak usah dibahas."
Dan sekelas pun semakin heboh menahan tawa, sementara Emily hanya bisa bersembunyi dibalik bukunya.
Tidak lama kemudian, suasana kelas menjadi riuh begitu Haidar masuk. Semua murid langsung duduk manis, tapi beberapa dari mereka sudah saling melirik Emily yang sejak masuk ke kelas menjadi bahan bisik-bisik. Emily berusaha cuek, meski langkah “bebeknya” tak bisa disembunyikan.
"Pagi, semuanya," sapa Haidar dengan wajah datarnya.
"Pagi, Pak!" jawab seluruh murid serempak.
Haidar berjalan santai ke meja guru, lalu mulai mengabsen. Saat pandangannya bertemu dengan Emily, sudut bibirnya terangkat nakal. Emily yang duduk di barisan tengah langsung pura-pura fokus menulis, padahal wajahnya memerah.
"Emily, ke depan. Baca contoh soal nomor tiga," kata Haidar santai.
Seluruh kelas otomatis menoleh ke arah Emily. Celetukan pelan pun terdengar.
"Waduh, ini lagi… jalan bebeknya muncul."
"Kasihan banget, tapi lucu ih."
Emily menatap suaminya dengan tatapan memohon, tapi Haidar pura-pura tak paham. Dengan terpaksa, Emily berdiri dan melangkah ke depan. Setiap langkahnya membuat sekelas menahan tawa.
"Duh, Lily, kamu kenapa sih jalannya begitu?" celetuk salah satu temannya.
Emily menghela napas, lalu tersenyum canggung. "Udah kubilang aku jatuh kemarin."
Namun, Linda yang duduk di pojok kelas menatap tajam. Matanya menyipit, memperhatikan cara Emily berjalan dan ekspresi malu-malu yang aneh. Di dalam hati, Linda mendesis.
Jatuh? Kayaknya nggak sesimpel itu deh…
Sementara itu, Haidar menahan tawa di depan kelas. Ia bersandar di meja guru sambil menatap Emily penuh arti, membuat Emily makin gugup.
"Yuk, baca soalnya, Say—eh, Emily," ucap Haidar hampir keceplosan, cepat-cepat meralat panggilannya. Beberapa murid saling melirik curiga.
Emily terbatuk kecil, berusaha fokus membaca soal dengan suara mantap. Tapi wajahnya merah padam, dan setiap kali ia bergerak, langkahnya semakin mengundang tawa teman-temannya.
Linda menaruh dagu di tangan, menatap keduanya dengan rasa penasaran. Ia tidak berani bicara, tapi pikirannya berputar-putar.
Ada yang aneh sama dua orang ini. Apalagi sama Emily. Jangan-jangan…
Setelah Emily selesai membaca soal, Haidar mengangguk puas. "Bagus. Silakan duduk."
Emily kembali ke kursinya dengan jalan bebek khasnya. Begitu ia duduk, ia menunduk, berusaha menghindari tatapan Linda yang terasa menusuk dari bangku belakang.
Dan sepanjang pelajaran, Linda diam tapi matanya tak lepas dari Emily dan Haidar, seolah ia sedang menyusun potongan puzzle yang belum lengkap.
Kegiatan berlanjut seperti biasa dan hari ini, Emily kembali menjadi pusat perhatian. Bukan karena gosip, tapi karena jalan bebeknya.
***
Bel tanda pulang sekolah berbunyi. Suasana halaman depan sekolah ramai oleh suara tawa dan langkah kaki para murid yang bergegas pulang. Linda berjalan pelan sambil memainkan ponselnya, tapi matanya awas mengamati sekitar.
Di kejauhan, ia melihat Emily berdiri di dekat gerbang. Tidak seperti biasanya, Emily tampak menunggu seseorang. Padahal biasanya dia pulang sendiri memakai motornya.
Tidak lama kemudian, mobil Haidar keluar dari parkiran dan berhenti saat sudah berada di depan sekolah. Emily menyusulnya dari belakang dan terlihat Haidar membuka jendela mobilnya.
"Ayo masuk," suara Haidar terdengar lembut dari dalam mobil.
Emily tersenyum kecil lalu cepat-cepat masuk ke kursi penumpang. Mobil itu melaju pergi begitu saja, meninggalkan Linda yang ternganga di tempatnya berdiri.
Apa-apaan ini? Mereka satu mobil lagi? pikir Linda, jantungnya berdegup cepat. Kecurigaan yang sejak kemarin menghantui kepalanya kini semakin besar.
Dengan langkah cepat, Linda mencari tempat yang agak sepi lalu menekan nomor ponsel ayahnya. Sambungan telepon langsung tersambung.
"Papa…" suara Linda terdengar ragu.
"Halo, Sayang. Ada apa?" suara ayahnya terdengar hangat di seberang.
Linda menggigit bibirnya. "Pa, soal… soal perjodohan aku sama Pak Haidar itu… gimana? Kenapa gak ada kabarnya lagi?"
Ada jeda hening sejenak di seberang. "Perjodohan itu? Oh… itu nggak jadi, Nak. Papa dapat kabar kalau dia sudah menikah."
Linda terdiam, jari-jarinya mengepal. "Sudah menikah? Sama siapa, Pa?"
Ayahnya terdengar menghela napas. "Papa nggak tahu. Papa cuma dengar kabar aja, katanya dia menikah diam-diam. Makanya Papa batalkan rencana itu. Kamu nggak usah kepikiran lagi soal dia."
Deg. Kata-kata itu seperti petir di siang bolong bagi Linda. Ia mematung, memandang kosong ke arah mobil yang sudah menghilang di kejauhan.
Menikah? Tapi sama siapa? Jangan-jangan…
"Pa… Papa yakin nggak tahu sama siapa?" tanyanya pelan, suaranya bergetar.
"Iya, Papa nggak tahu. Tapi sudahlah, jangan kepo lagi soal dia. Fokus aja belajar, ya, Sayang,"
jawab ayahnya tegas.
Telepon terputus, tapi dada Linda terasa sesak. Ia menghela napas panjang, otaknya bekerja keras. Bayangan Emily dan cara jalannya yang aneh kemarin, gosip yang beredar, ditambah kebersamaannya dengan Haidar… semua mulai terasa nyambung di kepalanya.
"Jangan-jangan… Emily…" gumamnya pelan, matanya menatap tajam ke arah kosong.
Bersambung