Impian memiliki rumah tangga harmonis ternyata harus berakhir di usia pernikahan yang ke 24 tahun. Handi sosok suami yang di harapkan bisa melindungi dan membahagiakannya, ternyata malah ikut menyakiti mental dan menghabiskan semua harta mereka sampai tak tersisa. Sampai pada akhirnya semua rahasia terungkap di hadapan keluarga besar ayah dan ibu Erina juga kedua anak mereka yang beranjak dewasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Enigma Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sindiran
"Aku tetap gak bisa. Mohon maaf mas Radi. Pak..bu... Aku sudah punya calon suami. Aku memang belum mengenalkannya karena kami belum siap. Nanti suatu saat aku pasti mengenalkan pada bapak dan ibu." dengan yakin Darti menjelaskan kepada orang tuanya.
Semua yang berada di dalam ruang tamu terkejut mendengar penjelasan Darti. Terlebih kedua orang tua nya yang tidak mengira akan mendapat berita pada saat seperti ini.
"Siapa calon suami kamu Darti? Kenapa kamu tidak pernah bercerita tentang dia. Sudah berapa lama kamu menjalin hubungan dengannya," tanya si bapak dengan suara parau.
Darti terdiam dengan wajah tertunduk menghadap ke lantai di depannya.
"JAWAB DARTI !" Hentakkan suara si bapak memecah keheningan sesaat.
"Wisnu pak. Wisnu nama calon suamiku," jawab Darti dengan cepat.
"Kenapa kamu sembunyikan hal ini dari bapak dan ibumu."
"Maafkan Darti pak. Darti hanya belum siap."
"Kenalkan Wisnu secepatnya ke bapak. Bapak tunggu itu."
Suasana hening sesaat. Radi tampak lemas mendengar pengakuan Darti di hadapannya. Yono adik Radi hanya bisa terdiam. Bingung, tidak tau harus berbuat apa.
"Saya minta maaf atas kekacauan ini mas Radi. Saya mohon maaf," ucap si bapak dengan raut wajah kecewa.
"Tidak apa pak. Kita semua belum tahu kalau akan seperti ini jadinya. Saya bisa memahaminya pak." Radi berusaha tetap tenang.
"Kalau begitu saya mohon pamit. Terima kasih sudah menerima kedatangan kami di sini."
"Iya mas Radi. Terima kasih untuk kedatangannya. Kita jadi bisa bersilaturahmi dan saling mengenal satu sama lain. Silahkan di bawa kembali kue dan buah-buahannya mas," ibu Darti menyodorkan kue dan bingkisan buah yang kami bawa.
"Tidak usah bu. Biar ini buat di sini saja. Saya mau pergi lagi ke kampung sebelah. Silahkan di terima ya bu," dengan sopan Radi menyerahkan kembali kue dan buah yang masih ada di atas meja tamu.
Radi dan Yono berdiri untuk berpamitan dan segera meninggalkan rumah keluarga Darti dengan perasaan kecewa.
"Jadi gimana ini mas. Darti menolak maksud baik mas Radi," tanya Yono di perjalanan menuju rumah mereka
"Nanti kita bicarakan di rumah dek. Saat ini mas sedang bingung,"
***
Sudah 2 bulan berjalan aku bekerja di perusahaan milik asing. Mas Handi pun sibuk dengan pekerjaannya yang baru. Kami masing-masing sedang menikmati kesibukkan yang sedang kami jalani. Sampai kami lupa untuk segera memiliki keturunan.
"Er, kapan mau punya anak. Jangan keasikan kerja sampai lupa tujuan. Ingat loh, tujuan menikah kan untuk punya keturunan," sindir saudara bu Sumi ibu mertuaku.
"Iya loh, apa jangan-jangan kamu mandul ya? Kalau Handi bude percaya dia subur banget. Bude jamin itu," kakak ibu pun ikut bicara.
"Wah, apa Handi perlu di tes nih buat buktiin subur apa gak nya?" sahut mas Yoga sambil tersenyum.
"Di tes sama siapa Yoga?" timpal bule Yuni saudara sepupu ibu mertua.
"Ya sama siapa lagi kalau bukan sama Yayuk lah," jawab mas Yoga dengan santai.
Semua saudara ibu yang sedang berkumpul tertawa bersama. Mentertawakan ledekkan yang di tujukan padaku.
Iya, sudah 2 tahun aku menikah dan sampai saat ini belum di karuniai keturunan. Aku dan mas Handi tidak pernah mempermasalahkannya. Kami memang sama-sama belum siap untuk memiliki keturunan. Dan saat ini semua keluarga dari pihak ibu sedang berkumpul di rumah bapak untuk membahas masalah rencana pernikahan mba Maya yang akan di laksanakan 6 bulan lagi.
"Handi, istrimu gimana ini? Kok belum hamil juga. Apa kamu perlu di tes subur atau tidak sama Yayuk?" celetuk pakde Harjo sambil melirik ke arahku.
Aku pura-pura tidak mendengar karena kebetulan aku sedang menggunakan mixer untuk membuat adonan kue bolu. Kecepatan mixer yang sengaja ku naikkan sekilas menyamarkan suara sindiran saudara ibu dengan bisingnya suara yang di hasilkan dari mesin mixer.
"Masa begitu caranya pakde. Ya belum rejekinya, belum waktunya juga." jawab mas Handi dengan santai.
"Sudah 2 tahun Han, sudah lama loh itu. Sudah di cek ke dokter apa belum?" tanya bule Yuni.
"Belum sempat bule. Belum ada waktu," jawab mas Handi.
"Cepat-cepat di periksa. Kalau ternyata istrimu yang mandul kamu kan bisa cepat ganti istri. Mumpung masih muda. Hahahaha..." sahut bude Harjo sambil tertawa.