Hanya berjarak lima langkah dari rumah, Satya dan Sekar lebih sering jadi musuh bebuyutan daripada tetangga.
Satya—pemilik toko donat yang lebih akrab dipanggil Bang... Sat.
Dan Sekar—siswi SMA pecinta donat strawberry buatan Satya yang selalu berhasil merepotkan Satya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfaira_13, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Noda Biru
Satya datang dengan langkah santai, langsung masuk tanpa mengetuk. Di ruang tamu, Sekar sedang berjongkok dengan wajah sedih. Peluh membasahi pelipisnya. Di hadapannya, karpet bulat berwarna putih itu, kini memiliki noda biru mencolok dengan bentuk yang abstrak.
Di atas lantai, kuas cat dan kanvas tergeletak begitu saja. Memperlihatkan lukisan Sekar yang belum selesai.
Satya langsung terduduk dan tertawa keras. Telapak tangannya memukul-mukul lantai. Menyalurkan rasa bahagianya lewat pukulan.
Sekar memukul punggung Satya dengan kepalan tinjunya. "Bang Sat!"
"Lo ngapain sih Sekar, udah gede masih aja suka coret-coret barang Mama."
Sekar mengerucutkan bibirnya. Kedua matanya membulat lucu. "Bantuin, nanti Mama marah."
"Bilang aja, lo lagi belajar ngelukis di karpet," ujarnya memberi saran. Tidak salah, tapi tidak bisa dibenarkan juga.
"Bang, tolongin dulu. Nanti kalo Mama pulang bakal marah."
"Gua pemilik toko donat, bukan tukang laundry," kata Satya mengingatkan.
Ya, benar juga. Tapi Sekar tak peduli, apa pun harus dilakukan agar warna putih itu kembali.
"Ya bantuin gua cari cara dong!" rengeknya. Kaus pendek yang dipakai Satya ditarik pelan. Hanya butuh tenaga sedikit lagi sampai kausnya melar.
Satya terkekeh. "Lah maksa, itu sih derita lo," ejek Satya semakin menjadi.
Sekar mengatupkan kedua telapak tangannya. Matanya membulat dengan genangan air mata yang membuat wajahnya terlihat lucu dan menggemaskan.
"Bang Satya~" panggilnya dengan suara yang penuh harap dan kelembutan.
Baru saja tadi pagi Sekar mengatakan jika dirinya tak butuh Satya meski Serena meninggalkannya. Tapi nyatanya, ia melupakan perkataannya sendiri.
"Plisss..."
Satya mengusap kedua lengannya bersamaan. "Merinding gua."
"Lo... darimana?"
Satu pertanyaan menyambut Satya saat kaki kanannya baru melangkah ke dalam rumah. Satya melihat adiknya yang sedang sibuk dengan laptop di sofa. Di atas meja, ada beberapa camilan dan segelas jus jeruk yang sisa setengah.
Satya melanjutkan langkahnya, menghampiri sang Adik, duduk bersamanya. "Dari rumah Sekar. Dia minta tolong sama gua"
"Minta tolong? Buat apa?" tanya Rakha penasaran.
"Buat bersihin karpet Mama yang kena noda," jawab Satya sambil tersenyum. Ia mengingatnya lagi, ekspresi saat Sekar merasa bersalah dan takut di waktu bersamaan. Lucu sekali.
Rakha menegakkan tubuhnya, dahinya berkerut dalam. "Bantu nyuci maksudnya?"
"Iya."
"Kak Sekar.... emang selalu minta tolong sama lo ya?" suaranya terdengar lirih saat bertanya.
"Kalo gua harus bilang... dia gak bisa ngurus dirinya sendiri kalo gak ada gua," ucapnya membanggakan diri.
"Dan dari kecil... yang ngajarin dia naik sepeda, main game, ngurus Nero, dan banyak hal lainnya itu gua," lanjutnya lagi.
Jika diingat lagi, Satya seperti pengasuh tanpa gaji. Sejak kecil, ia selalu menemani Sekar karena kedua orang tuanya yang sibuk bekerja. Rinjani selalu mengatakan bahwa mereka adalah saudara, dan sebagai saudara—keduanya harus saling melengkapi. Tentu saja, Satya yang lebih dewasa harus bisa selalu menjaganya. Menjadi pelindung dalam situasi apa pun.
Rakha mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar penjelasan Satya. Wajar saja, bahkan di hari pertama Sekar lahir, Satya sudah ada menemaninya. Tak seperti Rakha yang baru mengenal Satya saat usianya menginjak sepuluh tahun. Saat itu, Ayah mereka merayakan ulang tahun Satya yang menginjak usia delapan belas tahun di sebuah tempat makan mewah.
Dan saat itu, untuk pertama kalinya Rakha mengenal Satya. Seorang pria dewasa yang memiliki peran seorang Abang. Sama seperti Satya, ia merupakan anak tunggal. Yang membedakan keduanya adalah, Satya kehilangan peran seorang Ayah—dan Rakha harus kehilangan peran seorang Ibu di usia tiga tahun.
Satya menghela napas. "Tapi... gua bersyukur Sekar bisa jadi Adek gua, ternyata jadi Abang seru juga."
"Tapi sekarang... lebih seru lagi karena gua punya Adek cowok," lanjutnya lagi sambil memeluk Rakha dengan erat dari samping.
Rakha meringis. "Ish lepasin! Lo bau keringet!"
"Ini namanya pelukan seorang Abang!"
"Serius! Sumpah bau keringet!" Rakha berusaha melepaskan diri sambil mendorong Satya yang tertawa puas.
Dan malam itu, segalanya berakhir baik. Satya yang membantu Sekar membersihkan kekacauan, juga membantu Rakha menyelesaikan tugas sekolahnya yang menumpuk.
ditunggu next chapter ya kak😁
jangan lupa mampir dan ninggalin like dan komen sesuai apa yang di kasih ya biar kita sama-sama support✨🥺🙏
sekalian mampir juga.../Coffee//Coffee//Coffee/
Dikasih koma ya, Kak. Biar lebih enak bacanya. Semangat terus nulisnya!😉