Malam itu Rifanza baru saja menutup bagasi mobilnya sehabis berbelanja di sebuah minimarket. Dia dikejutlan oleh seseorang yang masuk ke dalam mobilnya.
Bersamaan dengan itu tampak banyak laki laki kekar yang berlari ke arahnya. Yang membuat Rifanza kaget mereka membawa pistol.
"Dia tidak ada di sini!" ucap salah seorang diantaranya dengan bahasa asing yang cukup Rifanza pahami. Dia memang aedang berada di negara orang.
Dengan tubuh gemetar, Rifanza memasuki mobil. Di sampingnya, seorang laki laki yang wajahnya tertutup rambut berbaring di jok kursinya. Tangannya memegang perutnya yang mengeluarkan darah.
"Antar aku ke apartemen xxx. Cepat!" perintahnya sambil menahan sakit.
Dia bukan orang asing? batin Rifanza kaget.
"Kenapa kita ngga ke rumah sakit aja?" Rifanza panik, takut laki laki itu mati di dalam mobilnya. Akan panjang urusannya.
"Ikuti saja apa kata kataku," ucapnya sambil berpaling pada Rifanza. Mereka saling bertatapan. Wajahnya sangat tampan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Otewe nikah part tiga
"Jangan cemburu. Dia bukan siapa siapa," bujuk Shaka sangat lembut. Mereka masih melintasi lorong rumah sakit
Rifanza masih diam. Tatapan dokter muda tadi di bagian celana Shaka masih mengganggu logikanya.
"Kamu, kan, pernah melihatku berciuman sebelum kita resmi pacaran. Itu ngga akan terjadi lagi," bujuk Shaka lagi berjanji. Seumur umur baru kali ini dia berjanji dengan perempuan untuk mendapatkan kepercayaan.
Rifanza masih diam.
"Masa kamu tetap marah? Dia bukan siapa siapa, sayang. Ngga sebanding dengan kamu." Shaka masih berusaha meyakinkan Rifanza. Tapi hatinya jadi ketar ketir karena gadis itu tetap ngga mempedulikannya. Setia dengan kebungkamannya.
What? Masa dia lebih percaya orang lain.
Jaraknya ke kamar rawat inap calon mama mertuanya makin dekat.
Shaka memaksakan langkah Rifanza berbelok ke parkiran.
"Kita mau kemana?"
Shaka tersenyum miring karena akhirnya bisa mendengar suara Rifanza. Dia mengabaikan nada kesal di dalam suara itu.
"Kita harus mencari tempat yang aman untuk membahas ini." Belajar dari teman teman dan kembaranya, kalo punya masalah harus segera diselesaikan.
Besok mereka akan menikah, jangan sampai dIa dicuekin saat malam pertama.
Rifanza yang masih kesal ngga memprotes lagi lewat suara. Dia memang mengikuti langkah Shaka tapi wajah yang tampilkannya tetap jutek.
Mereka sampai di parkiran dan Shaka membuka pintu mobilnya.
"Masuk," perintahnya lembut sambil menatap wajah dingin Rafinza.
Setelah calon istrinya masuk, Shaka juga masuk lewat pintu di seberangnya.
Kini keduanya masih berdiam di dalam mobil. Shaka menghela nafas panjang.
"Aku minta maaf untuk semua masa laluku yang pasti akan selalu membuat kamu marah." Shaka berkata sambil menatap Rifanza, lekat dan dalam. Dia seolah ingin menyalurkan kejujuran dalam ucapannya lewat indranya itu.
Gadis itu masih diam, malah kini menatap ke arah luar kaca jendela nya.
Shaka menghela nafas lagi. Dia mengamati situasi di luar yang cukup sepi. Mobilnya pun terparkir di tempat yang cukup jauh dari pandangan orang orang yang berlalu lalang.
Shaka mendekat, mengecup pipi Rifanza. Gadis itu reflek menoleh untuk protes.
Shaka tidak menyia nyiakan kesempatan emas.
Dia lelah. Ke gep dengan orang tuanya, kelamaan di perjalanan, dan dicemburui Rifanza, bercampur jadi satu. Padahal sudah jelas Shaka akan menikahinya besok.
Rifanza yang cemburu merasa ci uman Shala terlalu menuntut Tapi rasa cemburu yang memanasi hatinya malah membuatnya membalas ci uman itu.
Shaka tersenyum, kemudian menidurkan jok mobilnya. Ci uman mereka semakin panas
Bahkan kini ci uman Shaka mulai turun ke tulang selangka Rifanza.
"Su sudah....."
"Masih marah?"
Rifanza menggeleng, dia mulai gelisah dengan perlakuan lembut Shaka.
Shaka tersenyum lagi, tapi tidak menghentikan ci umannya.
Malah kedua tangannya mulai bermain di dada yang masih berlapis pakaian itu.
Rifanza makin gelisah.
"Dulu aku memang brengsek. Tapi mereka yang menawarkan. Bagian ini sudah biasa. Tapi di kamu jadi luar biasa." Kemudian Shaka melu mat bibir yang mengeluarkan kata kata yang ngga jelas.
Tangan Shaka meraih sebelah tangan Rifanza dan menaruhnya di bagian celananya, yang dia tau menjadi sumber kemarahan gadis itu.
Rifanza tersentak karena tangannya seolah dialiri aliran listrik yang sangat kuat.
Matanya terbuka lebar.
Dia menarik tangannya dari sana dan mulai.mendorong Shaka menjauh.
Shaka membiarkannya tapi tetap mengukung gadis itu di bawahnya.
"Aku minta maaf. Aku sudah melakukannya dengan banyak perempuan. Tapi aku berhenti di kamu, sayang."
Jantung Rifanza berdebar keras. Perlakuan Shaka sangat mengejutkan dirinya, juga tubuhnya.
Dia bahkan sempat meracau tadi menikmatinya.
"Kamu yang akan mendapatkan perjakaku. Aku ngga pernah memberikannya pada yang lain."
Mata Shaka berkabut, saat dia akan membenamkan bibirnya lagi, ponsel di sakunya bergetar, membuat dia menghentikan keinginan terbesar dari hasratnya.
"Daddy.....," ucapnya dengan suara agak parau, memberitau tanpa mengubah posisi mereka.
Rifanza berubah panik. Mereka sudah terlalu lama pergi dengan alasan ngopi di kantin.
"Ya, dad?" Shaka berusaha menormalkan suaranya.
"Kamu di mana? Lama banget ngopinya?"
"Ini mau balik ke kamar, dad."
Terdengar helaan nafas kesal.
"Daddy minta kamu sabar sampai besok. Kasih tau juniormu, kalo rasanya akan lebih menyenangkan jika sudah sah."
Shaka tertawa mendengarnya. Dia mulai menjauhkan tubuhnya dari Rifanza yang sudah mulai bisa menghirup nafas lega.
"Iya, dad, Iya."
Tadi hampir saja khilaf, dad, jujurnya dalam hati.
"Cepat ke sini, mamimu udah ngga tenang."
"Iya, dad," kekeh Shaka pelan. Dia membenarkan jok kursi Rifanza yang masih membisu dengan jantung yang berdebar cepat ngga menentu.
Shaka menyimpan ponselnya di saku karena daddynya sudah memutuskan telponnya.
"Jangan marah lagi, ya. Aku jadi kepancing, kan." Shaka jadi nyengir. Dia senang karena mendapatkan tambahan asupan gizi.
Sama sekali ngga dia duga. Kirain baru bisa besok untuk.menci um Rifanza.
"Jadi itu yang selalu kamu lakukan," decak Rifanza sambil menghapus bekas lipstiknya di bibir Shaka.
"Lebih sedikit. Mereka bahkan suka menanggalkan pakaiannya sendiri di depanku. Aauuwww.....," ringis Shaka ketika Rifanza mencubitnya agak keras di lengannya. Tapi kemudian senyum tengilnya terukir lagi di bibirnya.
"Aku hanya manusia lemah, Rifa. Lagi pula aku melakukannya agar kepalaku ngga gila karena segudang pekerjaan yang menumpuk. Bukan karena aku tertarik. Alu hanya sukanya sama kamu," tawanya sambil membenarkan rambut Rifanza yang jadi kurang rapi karena ulahnya tadi.
Rifanza melengos, dia pura pura memperhatikan lipstick di bibirnya.
Katanya waterprof, kenapa tetap aja nempel sana sini, omelnya dalam hati.
Mungkin kalo mendengar pernyataan itu sebelum tau kenyataan Shaka dengan Sarah, bakal bisa membuat jiwanya terbang melayang.
Sayang sekali untuk sekarang malah terdengar seperti gombalan klise.
Shaka masih tertawa melihat ekspresi manyun Rifanza.
Memang sulit membujuk perempuan yang dilanda cemburu.
"Kamu harus siap siap aja setelah jadi istriku. Mungkin kita bisa melakukannya tiga kali sehari."
Jantung Rifanza yang masih belum normal detaknya kini berpacu lebih kencang ngga beraturan.
Memangnya jadwal minum obat? Rifanza mendelikkan matanya.
"Itu belum lagi ditambah jatah ekstra kalo kamu cemburu, sayang," bisik Shaka membuat Rifanza meremang.
"Seperti tadi," lanjutnya lagi membuat Rifanza bergeming.
*
*
*
Edna memperhatikan dengan teliti raut wajah Rifanza yang sudah datang bersama putranya Shaka.
Gadis ini ngga tertekan, kan? batinnya khawatir.
Setelah Sheila, baru kali ini Shaka memperhatikan perempuan dengan sangat serius.
Edna takut kalo Shaka mewarisi sifat pemaksa suaminya, Eriel.
Tangannya menunjukkan beberapa paper bag yang dibawakan beberapa laki laki berseragam pengawal.
"Gaun kamu, sayang."
Rifanza terkejut.
"Banyak sekali, tante."
"Nanti akan ada lagi untuk bulan madu," senyum Edna lembut. Dia akan memanjakan Rifanza agar tidak meninggalkan Shaka.
Rifanza tersenyum canggung.
Maminya baik sekali
Kalista tersenyum lega pada suaminya. Dia bersyukur karena putrinya berhasil mendapatkan tempat di hati calon mertuanya.
"Bakal ada lingerie," bisik Shaka jahil.
Rifanza mematung mendengarnya.
Eriel yang juga mendengar ucapan lirih Shaka menghela nafas panjang.
Kamu itu menakutinya, Shakaaa....., batin Eriel ketika melihat wajah calon mantunya yang menjadi panik.
Rifa tanpa menebar pesonanya, Pria manapun akan terpesona padanya
Semoga setelah Shakti dan Sheila,
Sheila tidak jadi duri dalam pernikahan Shaka & Rifanza , atau pernikahan Shakti dengan calonnya nanti.