Demi bisa mendekati cinta sejatinya yang bereinkarnasi menjadi gadis SMA. Albert Stuart rela bertransmigrasi ke tubuh remaja SMA yang nakal juga playboy yang bernama Darrel Washington.
Namun usaha mendekati gadis itu terhalang masa lalu Darrel yang memiliki banyak pacar. Gadis itu bernama Nilam Renjana (Nilam), gadis berparas cantik dan beraroma melati juga rempah. Albert kerap mendapati Nilam diikuti dua sosok aneh yang menjadi penjaga juga penghalang baginya.
Siapakah Nilam yang sebenarnya, siapa yang menjaga Nilam dengan begitu ketat?
Apakah di kehidupannya yang sekarang Albert bisa bersatu dengan Cinta sejatinya. ikuti kisah Darrel dan Nilam Renjana terus ya...
Novel ini mengandung unsur mitos, komedi dan obrolan dewasa (Dimohon untuk bijak dalam membaca)
Cerita di novel ini hanya fiksi jika ada kesamaan nama dan tempat, murni dari kreativitas penulis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 : Ladang Gandum
Diculik
Matahari senja berwarna saga meredup. Perlahan semburat kelam menghampiri cakrawala seakan kepulangan hari di sambut dengan perasaan luka. Senin malam begitu lengang, se-kosong hati Nilam saat itu. Dalam diam, Nilam duduk di tepi ranjang, merenung dan mengajari hatinya atas kekecewaan yang telah Albert berikan di Minggu pagi kemarin. Ia tidak ingin lagi meratapi kerinduan seperti sebelumnya.
Hari esok, ia pastikan tidak ada lagi cinta, tidak menunggu sapaan hangat dan mulai mengejar mimpi-mimpinya yang tertunda.
Ia berharap Selasa pagi esok dibangunkan oleh kenyataan yang indah. Karena sebagus apapun sebuah mimpi, di tarik oleh kenyataan adalah hal yang terbaik. Pada sebuah kenyataan kita akan berproses dan berusaha merubah keadaan.
Nilam meregangkan tubuhnya yang terasa kaku, ia merebahkan tubuhnya lalu menarik selimut. Ia menoleh ke samping melihat Rose yang sudah tertidur dari sore, wajahnya terlihat damai seakan tidak ada beban.
Seiring kantuk yang datang perlahan, matanya meredup dan akhirnya terpejam. Entah bermula dari cerita apa mimpinya malam itu, tiba-tiba tubuhnya bergoyang pelan. Nilam membuka matanya perlahan. Ternyata ia sudah duduk menyandarkan kepalanya di bahu albert dan berada di atas kendaraan yang berjalan dengan lambat. Suara ringkikan kuda membuat Nilam menegakkan kembali tubuhnya.
"Aku di mana, kita mau kemana?" tanyanya bingung.
"Ke 'ladang gandum' yang terletak di rumah kakek leluhurku," jawabnya.
"Mau ngapain?" tanya Nilam lagi.
Albert menoleh, matanya berkilat merah dengan seringai mengerikan. "Kamu akan tahu nanti."
Seketika bulu kuduk Nilam seakan berdiri. Baru kali ini ia merasakan ketakutan akan kehadiran makhluk halus. Ia menatap ke luar jendela kereta kuda. Pemandangan di luar, senja baru saja turun. Jalan yang mereka lewati adalah jalan berbatu, di sekelilingnya ilalang dan bunga dandelion bermekaran.
"Daerah ini asing buatku," bisik Nilam saat kereta melewati gerbang tinggi dan masuk ke sebuah pekarangan rumah tua seperti kastil.
Jauh memandang, Kastil berada di tepi tebing. Bisa diperkirakan jarak dari gerbang ke kastil itu sangat jauh, mereka melewati hutan pinus dan pohon Oak yang tinggi menjulang. Dedaunan bergerak pelan, meniupkan angin sepoi-sepoi yang lembut. Bayangan malam menyulam kelam kian mencekam, seakan menari-nari dalam benak Nilam. Bulan purnama baru saja mengintip di balik dedaunan yang terurai, suara angin bagai bisikan mantra yang lembut terkesan magis dan penuh misteri. Aroma anyir debu masa lalu semakin terendus saat melewati kolam tua yang sudah kering tidak teraliri air mancur lagi.
Nilam menoleh. Ia dapati wajah Albert semakin memucat putih seperti kapas. Tatapan matanya penuh misteri, wajahnya tanpa senyuman dan tidak terlihat ramah saat melirik sepintas pada Nilam.
"Aku mau pulang!" teriak Nilam.
Albert tidak bergeming. "Aku ingin pulang!!" jerit Nilam lagi dengan suara tinggi dan tegas.
Albert tetap tidak bergeming.
Nilam duduk dengan gelisah. Hingga kereta kuda sampai di halaman kastil. Albert meloncat dari kereta kuda, tanpa membantu Nilam untuk turun.
Jauh dari kata romantis.
Di atas kereta kuda Nilam merajuk, ia tidak mau turun. Ia membiarkan Albert menghilang dari pandangannya.
Sesaat, Nilam merasa aman.
Ia menarik napas lega, meskipun terasa asing dan penuh misteri. Nilam menjulurkan kepalanya ke luar jendela kereta. Menatap bangunan kastil yang tinggi menjulang, bangunan peninggalan masa lalu yang memiliki sejuta sejarah. Ia sempat kagum dengan arsitekturnya. Bangunan itu terlihat megah seperti kerajaan Eropa abad ke-12.
Aroma anyir makin tercium pekat, seketika ia mual dan memencet hidungnya dengan kencang. "Bau apa ini?!"
Gumpalan asap hitam menggulung dari berbagai arah memutari kereta kuda. Sang kusir yang sejak tadi terdiam kini menoleh ke arah Nilam dengan tatapan mengerikan. Nilam bergidik ketakutan. Ia menutup matanya dan mengintip dari celah jemarinya. Kini gumpalan asap hitam itu berwujud manusia yang berjumlah banyak, wajah mereka nyaris kembar. Gigi mereka runcing, daun telinganya seperti kelelawar, tatapan mata mereka begitu tajam, tertuju pada satu titik...
Nilam.
'Nyimas, bawa aku pulang... " rintih Nilam dalam hatinya.
Tubuh Nilam menggigil ketakutan, ia tidak berani membuka mata dan berharap bisa lari sekencangnya meninggalkan kastil di mana Albert berada.
"Dan kemana lelaki itu, sungguh tidak bertanggung jawab!" geram Nilam.
Nilam dipaksa turun oleh beberapa orang yang berwajah kembar. Sekuat ia meronta, sekuat itu pula jerat diberikan di tubuh Nilam. Jeratan tak kasat mata mengikat tubuhnya hingga ia serasa berjalan melayang hingga ke lantai paling atas kastil.
Tubuhnya dibawa ke sebuah ruang aula besar mirip sebuah altar pengorbanan yang pernah Nilam lihat di film-film vampire. Penerangan yang redup, orang-orang berjubah dengan tatapan yang sama tanpa senyuman. Berdiri di depan altar, Albert dengan senyumnya yang lembut.
"Inilah 'ladang gandum' kita, Nilam. Tempat malam pertama kita," bisik Albert tanpa menggerakkan bibirnya. Hanya senyuman itu begitu mengerikan sekaligus menghipnotis.
Albert mendekati Nilam perlahan, kedua tangannya ia ulurkan sambil berucap bahasa asing yang tidak Nilam mengerti.
"The gaol agam ort le m'anam, mo Chridhe. Tha m'fhearg ort ach gaol ... "
(Aku mencintaimu dengan jiwaku, My sweetheart. kemarahanku padamu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan cintaku padamu)
Tatapan ketakutan yang sejak tadi mewarnai wajah Nilam, seketika berubah. Tatapan Nilam melembut. Seakan terhipnotis oleh kata-kata cinta yang Albert ucapkan. Ia membiarkan kedua tangan Albert mengangkat tubuhnya. Gigi taring berkilat tajam di sela senyuman lembut Albert. Nilam terus menatap mata Albert dengan tatapan penuh cinta, hingga...
"Aku menginginkanmu... "
Kressh!
"Aarrgghkkk... " jerit Nilam dengan suara pilu.
Wajah Nilam berubah memutih seputih kertas dengan mata terbuka sempurna. Dalam bayangan di manik matanya, Albert mencabik tubuhnya hingga robek dari leher hingga ke 'bagian terindah' miliknya. Kemudian cairan segar berwarna saga membasahi kakinya. Nilam mengejang dengan jeritan tertahan.
Rasa yang sangat asing.
Nilam berada di antara ribuan rasa, tapi semua rasa itu terbalut lembut dalam sebuah kenikmatan yang sulit ia jabarkan.
Sebuah kekuatan tiba-tiba menariknya dengan hentakan yang keras dan bisikan serupa desis terdengar di telinga Nilam...
"Mencintainya sama dengan mendekati kematianmu, Nilam. Sadarlah... " suara Nyimas Maheswari.
Bruaak!
Nilam jatuh ke lantai. Karena tendangan Rose yang tidurnya memutar. Kini gadis itu dengan tenangnya merentangkan kaki dan tangannya menguasai tempat tidur.
Nilam mengusap kepala dan bokongnya yang terasa nyeri. Lalu ia memeriksa lehernya yang tadi di gigit Albert. Tidak ada luka atau apapun di sana. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Jadi ini cuma mimpi?" gumamnya.
Perang Dingin
Di tempat lain, Albert terbangun dari tidur. Matanya bergerak ke kiri dan ke kanan seakan mencari sesuatu yang hilang. Angin malam menerpa wajahnya, tirai tipis di kastil miliknya bergoyang lembut seperti tarian erotis yang memukau. Albert menghela napas dengan berat.
Dalam mimpinya, Nilam memakai baju kemben warna hijau dengan hiasan benang emas di bagian dadanya. Gadis itu berpegangan tangan dengan lelaki yang bernama Arnes yang juga memakai baju senada ke sebuah aula besar, ruangan yang di desain khusus untuk sebuah pernikahan anggota kerajaan.
Albert mengusap kasar wajahnya, keningnya berkerut. "Aku tidak bisa diam terus begini. Besok aku harus ke sekolah. Lelaki itu sangat serasi dengan Nilam. Aku tidak bisa melepaskan Nilam begitu saja!" gumamnya.
Keesokan harinya.
Seperti biasa, setiap harinya Nilam menjadi tenaga sukarela di perpustakaan. Ia kali ini bertugas melayani pengunjung yang akan meminjam dan mengembalikan buku. Buku-buku baru yang baru saja di donasikan seseorang, kini sudah berpindah ke dalam rak perpustakaan. Nilam tersenyum saat melihat buku yang pernah ia rebut dari Darrel. Saat itu Darrel dengan kesal merobek buku itu menjadi dua. Akhirnya Nilam yang menjadi sasaran kemarahan para kekasihnya yang saat itu masih berjumlah empat.
"Kamu kemana sih, Rel. Aku kangen sama kamu. Bukan sama Albert ya... Jangan-jangan kamu mati karena lelaki pucat itu?" gumam Nilam.
Brakk!
Kreekk kreeekkk
Sebuah buku jatuh dari rak paling atas dan rak-rak buku bergetar pelan seakan ada gempa. Nilam segera keluar dari perpustakaan, kuatir gempa itu akan semakin membesar.
Albert menyeringai, berhasil membuat Nilam ketakutan.
Saat di halaman perpustakaan, Albert melewatinya. Ia berjalan berdua dengan seorang gadis dari kelas satu. Ia berusaha memanasi Nilam dengan segala cara. Tapi Nilam cuek, ia malah asik ngobrol dengan guru olahraga baru yang sedang di gandrungi para cewe di sekolah mereka.
Nilam menyelipkan anak rambut di telinganya sambil tersipu malu, saat pak Dani meminta izin pamit akan ke ruang guru. Gerakan Nilam membuat Albert geram. Ia menggunakan tenaga dalamnya meniup rambut Nilam dari jarak jauh hingga rambutnya menjadi berantakan seperti singa.
"Ugh! Genit!!" makinya sambil melewati Nilam dengan lirikan sinis.
Nilam melongo dibuatnya. Karena kesal, ia melemparkan buku novel ke punggung Albert.
Dugh!
"Sukurin!!" balasnya, lalu berjalan berlawanan arah
***