April terpaksa bekerja lagi setelah melahirkan dan kehilangan anaknya. Eric mengusir dan menceraikannya.
April menjadi menerima tawaran menjadi baby sister di sebuah rumah mewah milik CEO bernama Dave Rizqy. Dave sendiri baru saja kehilangan istrinya karena kehilangan banyak darah setelah melahirkan.
April mendapati bayi milik Dave sangat mirip dengan bayinya yang telah tiada. April seketika jatuh cinta dengan bayi tersebut dan menganggap sebagai obat dari lukanya.
Saat bayi milik Dave menangis,
April tidak tega lalu ia menyusui bayi itu.
Siapa sangka dari kejadian itu, mengubah hidup April menjadi ibu susu anak CEO.
Lalu bagaimana dengan perasaan Dave sendiri apakah ia akan menikahi April yang merupakan bekas dari orang lain ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon indah yuni rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
April mendapati David tengah menangis karena mencari dirinya tidak ada di kamar. Lalu menggiringnya kembali ke kamar.
"Kenapa Ibu tiba - tiba pergi meninggalkan aku ?" celoteh David dengan masih sesenggukan.
"Ibu tidak pergi meninggalkanmu." sahut April.
"Lalu, tadi di kamar ayah ?" David menaruh curiga.
"Oh, ayah tadi lelah dan minta dipijat." bohong April.
"Apa sekarang ayah baik - baik saja ?" David menjadi cemas.
"Tentu. Ibu sudah memijatnya tadi."
"Besok - besok kalau ke kamar ayah, bilang dulu padaku ya. Jadi, aku tidak perlu cemas." tutur David seperti orang dewasa saja.
April menjadi tertawa mendengarnya. "Iya, Sayang. Lalu apa yang kamu cemaskan ? Ibu tidak akan pergi ke mana - mana."
"Aku takut saja kalau berpisah dengan ibu."
"Kamu bicara apa. Ayo, kita tidur !"
"Aku mau pipis."
April menuntunnya ke kamar mandi.
.
Keesokan paginya.
Sengaja Dave mandi lebih awal dan ia sedang menunggu April di kamar.
Seperti biasa setiap pagi, April masuk dan langsung membuka lemari. Menyiapkan pakaian untuk Dave lengkap dengan dasi dan sepatu. Ia tidak tahu jika Dave berdiri di belakangnya.
Begitu April berbalik akan keluar, ia menjerit kaget.
"Aww ! Kak Dave, kamu membuatku terkejut !" apalagi dengan penampilan Dave yang masih basah usai mandi dan berbalut handuk saja menutupi pinggang. Wajah April bersemu malu melihat pemandangan itu.
"Terkejut ?" Dave berjalan maju ke arahnya membuat April mundur perlahan hingga ia menabrak tepi kasur dan jatuh terlentang.
Dave punya kesempatan untuk mengukung. "April," panggil Dave lembut seakan menggodanya.
"I-ya, Kak Dave." sahut April kikuk. Ia tidak tahu harus bagaimana, untuk sementara ia membeku.
"Apa kamu tidak bosan seperti ini ? Hanya datang dan pergi begitu saja dari kamarku." Dave menatapnya lekat dengan jarak begitu dekat dan menguncinya.
"Em, aku harus menjawab apa ? Bukankah itu tugasku." Deg degan, itu sudah pasti dirasa olehnya.
"Tidak April. Kita suami istri. Kamarku, kamarmu juga. Kamu boleh tidur di kamar ini." tutur Dave begitu lembut membuat jantung April berdetak tidak semestinya bagai genderang.
"Kak Dave, tidak salah kamu berkata demikian ? Kamarmu adalah tempat privasi yang memberikan banyak kenangan dan kebahagiaan dengan Lara." awalnya mendengar penuturan itu April seolah melayang tinggi, begitu ingat dengan Lara April langsung merendah.
"Aku sadar April. Lara adalah masa laluku yang memang sudah harus aku kubur. Maafkan aku selama ini membiarkan mu tidak tersentuh olehku." tatapan Dave semakin lekat dan dekat tinggal beberapa inci saja mereka berciuman.
Inilah yang April inginkan selama ini. Sebuah kehangatan dan keromantisan dalam sebuah mahligai rumah tangga.
Saat - saat yang dirindukan oleh setiap wanita. Belaian dan ciuman, apalagi yang lebih dari itu.
Baru saja Dave akan melumat bibirnya, suara lengkingan dari David terdengar mencarinya.
"Ibu ...!"
Sontak April mendorong tubuh Dave, "David mencariku." lalu bergegas pergi sebelum David mengetahui mereka berdua sedang berpose seperti tadi.
"Anak itu ...." geram Dave.
April menggiring David menuju meja makan. Di sana tidak ada Janeta, lagi. Rupanya Janeta masih malu dan enggan untuk makan bersama.
"David, cobalah sendiri untuk menyendok makananmu!" ujar April lalu beranjak menuju kamar tamu.
"Baik Ibu." David pun berusaha menyendok makanannya yang ternyata begitu mudah untuk ia lakukan.
April mengetuk pintu lalu masuk, "Janeta, ayo kita makan bersama !" ajak April melihat Janeta tengah menyisir rambutnya.
"Tidak perlu, April. Aku ini orang asing yang tidak pantas duduk di sana." tolak Janeta.
"Kamu sahabatku sekarang. Cobalah untuk bersikap santai."
"Itu tidak bisa April. Aku akan menjaga batasanku dan ku harap kamu menghargai itu." Janeta memberi pengertian.
"Baiklah kalau begitu, jangan lupa kalau kita punya janji dengan seseorang nanti."
"Iya, aku mengerti."
Lalu April kembali ke ruang makan, terlihat Dave sudah rapi dan mulai makan.
"Kak Dave, boleh hari ini aku meminta bantuan tuan Connor untuk mengantarku ke suatu tempat ?" izin April begitu acara makan pagi selesai, takutnya jika disampaikan di awal makan tadi suaminya tidak berselera makan.
"Kamu mau pergi kemana ?" tanya Dave serius.
"Sebenarnya bukan aku saja, Janeta juga ikut pergi denganku. Aku mau ke rumah Eric. "
Seketika mata Dave membulat. "Eric, mantan suamimu itu ? Ada urusan apa kamu ke sana ? Aku melarangmu." Dave seketika cemburu dan khawatir jika bertemu dengan Eric, April akan terancam bahaya.
"Kak Dave," April merengek. "Yang aku temui adalah ibu mertuaku. Dia pasti tahu pada siapa dulu Aril dijual. Lagi pula kan ada Tuan Connor, jadi aku akan aman."
"Kamu sungguh ingin mencari anakmu ?"
"Iya, aku sangat merindukannya setelah tahu dia belum meninggal."
"Kamu tidak perlu pergi. Biar aku yang akan mengurus masalahmu."
"Tapi, Kak Dave,"
"Kamu fokus menjaga David saja, dan untuk Janeta aku sudah mendapatkan tempat tinggal untuknya."
April berpikir sejenak, ia sudah terlanjur berjanji pada Janeta untuk mencari anak mereka bersama. Tapi, ini kota kan sangat luas, sangat sulit jika sendirian, lebih baik ia menurut saja perkataan Dave yang mungkin bisa diandalkan karena jumlah koneksi yang banyak sehingga akan mudah mendapatkan informasi.
"Baiklah, aku akan bicara lagi dengan Janeta. David, tunggu sebentar ya, Ibu mau ke kamar tamu dulu." lalu April menemui Janeta lagi.
Terlihat Janeta baru saja sarapan. Makanan itu ia bawa masuk ke dalam kamar.
"Janeta, maaf. Kita tidak bisa pergi sekarang. Kak Dave melarang ku. Katanya, ia akan turut membantu pencarian anak kita." terang April dengan sangat menyesal. "Kak Dave juga sudah membeli rumah untuk kamu tempati."
"April ?" menatap tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Janeta mengambil kedua tangan April lalu membawanya dalam dekapan.
"Maaf kan aku yang sudah membebani mu. Aku tidak bisa membalas kebaikan mu sekarang karena aku tidak memiliki apapun untuk aku berikan padamu selain ucapan terima kasih, April."
"Semoga kebaikan mu dan suamimu di balas oleh Tuhan." imbuhnya.
April tersenyum simpul, "Amin. Kalau begitu aku tinggal pergi mengantar David sekolah dulu ya."
"Ya, hati - hati."
Lalu April ke luar kamarnya.
Terlihat Dave dan David tengah menunggunya.
"Ibu lama sekali ?" rengek David.
"Benarkah, kalau begitu maaf kan ibu ya !"
"Bagaimana, dia tertarik untuk menempati rumah barunya ?" tanya Dave mengenai Janeta.
"Iya, aku sudah menceritakan padanya tadi dan dia mau menempati rumah baru itu."
"Aku akan meminta Connor untuk mengantarnya nanti."
"Janeta juga mengucapkan rasa terima kasihnya padamu."
"Hm, sudah siap ? Aku ada rapat pagi ini." Dave memastikan anak dan istrinya bergegas.
"Sudah. Oh, ya, tunggu, aku ada bekal untukmu!" April menuju dapur dan mengambil kotak makan lalu menyerahkan pada Dave.
Dave semakin tersentuh, sejak menikah lagi dengan April, ia sudah jarang makan siang di luar.
Dave benar - benar jatuh hati pada April, tinggal pengungkapan isi hati saja.