"Mas, besok jadwal kontrol Revan. Kamu punya waktu untuk nganterin aku 'kan?" tanya Azzura pada sang suami.
"Tidak bisa, aku besok ada urusan," jawab Rio ketus
"Tapi, Mas. Sungguh aku repot bila pergi sendirian. Bahkan untuk makan saja aku tidak bisa," jawab Zura masih meminta pengertian lelaki itu.
"Aku bilang tidak bisa ya tidak bisa! Kalau kamu kerepotan, yasudah, kamu tidak perlu membawa anak itu lagi ke rumah sakit. Lagipula percuma saja ngabisin uangku saja!" bentak lelaki itu dengan bicaranya yang menyakiti relung hati Zura.
Ya, sejak kelahiran anak pertama mereka yang diagnosa cerebral palsy, maka dari sanalah dimulainya hubungan pasangan itu tak harmonis. Rio selalu saja menyalahkan Zura karena telah memberikannya keturunan yang tidak sempurna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Risnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pulang terlebih dahulu
Zurra begitu cekatan dalam memasak, Zafran dengan nyamannya menunggui sembari momong bayi mungil itu.
"Zurra, apakah aku boleh tanya sesuatu?" tanya Zaf.
"Apa itu, Dok?"
"Apakah kamu masih mencintai Rio?" tanya Zaf membuat Zurra menghentikan aktivitasnya.
Zurra membalikkan tubuhnya menghadap pada Zaf yang sedang duduk di kursi meja makan.
"Kenapa Dokter menanyakan hal itu?"
"Tidak apa-apa, aku hanya ingin tahu saja. Karena sampai saat ini kamu masih belum melayangkan gugatan cerai terhadapnya. Atau kamu masih berniat ingin memperbaiki rumah tanggamu dengannya?"
Zurra tersenyum mendengar pertanyaan lelaki itu. Bagaimana mungkin dia mengira seperti itu, bahkan dua hari lagi adalah sidang perceraiannya.
"Kenapa kamu tersenyum? Apakah dugaanku benar?" tanya Zaf gemas sekali melihat wanita itu yang hanya menanggapi dengan senyuman.
"Lucu saja mendengar pertanyaan anda Pak Dokter, bahkan tanggal 20 ini adalah sidang perdana saya," jawab Zahira masih dengan senyuman.
"K-kamu serius?" tanya Zaf dengan mulut sedikit ternganga saking tak percayanya.
"Biasa saja ekspresinya, Dok. Yang ingin menjadi janda saya, tapi kenapa Dokter yang begitu antusias," kelakar Zurra membuat Zafran mati gaya.
Baru kali ini Zafran melihat wanita itu mau bercanda padanya. Apakah itu artinya Zurra sudah mulai terbiasa dengan segala perhatian darinya?
"Ah, b-bukan begitu maksudku, sejak kapan kamu menggugatnya?" tanya Zaf begitu penasaran.
"Kemaren di bantuin oleh Abi. Aku hanya menyediakan perlengkapannya saja. Abi yang mengajukannya," jawab Zurra dengan jujur.
Zafran hanya terdiam. Entah apa yang ada dalam benak lelaki itu saat ini. Apakah dia harus bahagia? Tapi bagaimana jika nanti Zurra tidak mau menerima cintanya.
Sementara itu Zurra kembali meneruskan aktivitasnya. Tidak perlu lama wanita itu sudah menyajikan masakannya diatas meja.
"Ayo makan dulu, Dok," ucap Zurra mempersilahkan pada sang dokter.
"Kamu saja duluan, biar Revan aku pegang. Kamu pasti sudah lapar 'kan?" ucap lelaki itu sangat pengertian.
Zurra tak membantah karena ia benar-benar sudah lapar, maklum saja busui sangat mudah lapar karena nutrisinya terbagi pada bayinya.
Zurra makan begitu semangat, Zafran hanya bisa memperhatikannya dengan senyum bahagia.
"Kenapa Dokter menatap saya seperti itu?" tanya Zurra sedikit tidak nyaman.
"Kamu tahu Zurra? Rasanya wajahmu itu tidak asing dalam ingatanku," ujar Zaf.
"Maksud, Dokter?"
"Ah tidak, lupakan saja." Zaf tak melanjutkan ucapannya.
"Kenapa? Apakah wajah saya mirip dengan kekasih, dokter?" ledek Zurra
"Tidak juga."
"Apakah Dokter mempunyai kekasih?" tanya Zurra sedikit penasaran dengan hal pribadi Pria itu.
"Jika aku mempunyai kekasih, maka aku tidak mungkin mengungkapkan perasaanku padamu," jawab lelaki itu dengan tatapan serius.
"Apakah Dokter tidak salah menaruh perasaan? Bukankah Dokter tahu dengan status saya? Bahkan banyak wanita cantik yang jauh lebih sepadan dengan Dokter," timpal Zurra menatap tak percaya dengan ke kukuhan hati Pria itu.
"Kenapa kamu yakin sekali akan hal itu? Emangnya kamu pernah lihat ada wanita cantik yang menyukai aku?" tanya Zaf balik bertanya.
"Ada," jawab Zurra singkat.
"Siap?" tanya Zaf penasaran, bahkan dirinya saja tidak tahu.
"Semisalnya, Humaira."
"Humaira?"
"Iya, sepertinya dokter cocok dengannya. Dia gadis baik, cantik, berpendidikan tinggi, dan pastinya Sholeha. Dan wanita seperti dia adalah idaman setiap Ibu, dan termasuk Umi," jelas Zurra membuat Zafran tertawa.
"Hahaha... Kenapa kamu lucu sekali Zurra. Kamu sudah seperti biro jodoh saja. Bagaimana kamu bisa seyakin itu," ucap Zaf dengan kekehan.
"Tapi memang itu kenyataannya, Dok."
Seketika tawa lelaki itu pudar saat Zurra meyakinkan ucapannya. "Kenyataan apa maksud kamu? Apakah itu cara kamu agar aku bisa berhenti berharap darimu?" tanya Zaf menelisik tajam seakan mencari kebenaran di dalam netra indah wanita itu.
"Terserah Dokter mau berpikir seperti apa. Yang jelas kita tidak sepadan. Aku hanya ingin Dokter mencintai wanita yang memang pantas untuk Dokter," tekan Zurra.
"Hng! Dan itu juga berlaku padaku. Terserah kamu mau berpikir seperti apa wanita yang sepadan denganku, yang jelas perasaanku tidak akan pernah berubah padamu. Sampai kapanpun aku akan tetap menunggu jawaban cinta darimu," balas Zaf tak kalah seriusnya.
"Itu tidak akan pernah Dokter dapatkan," balas Zurra masih berusaha mematahkan hati lelaki itu.
Zaf mencondongkan tubuhnya sehingga wajah mereka begitu dekat. "Zurra, seribu kali kamu menolak cintaku, maka sejuta kali aku akan mengungkapkan hingga kamu bosan mendengarnya sehingga tak punya pilihan lain selain menerima cintaku," tekan Zaf begitu teguh dengan pendiriannya.
Zurra terdiam membisu. Ia tak tahu bagaimana menyikapinya. Sungguh pendirian yang kokoh, tetapi kembali ucapan Umi mematahkan hatinya untuk menerima perasaan lelaki itu.
Zurra tak ingin bila semua orang berpikir bahwa kebaikan Zaf ia manfaatkan. Karena status mereka sangat berbeda. Dan tentu saja orangtuanya menginginkan pasangan yang ideal dan serasi untuk putranya, dan Humaira adalah gadis yang tepat.
Zurra menghela nafas panjang. "Terserah Dokter saja. Jujur, aku tidak akan bertanggung jawab atas kekecewaan Dokter di penghujung hari," jawab Zurra.
"Aku tidak akan kecewa, Zurra, asalkan kamu mendapatkan pengganti yang jauh lebih baik dariku."
Seketika hati Zurra bagaikan dicubit mendengar kata-kata tulus dari lelaki yang begitu baik padanya dan Revan.
"Sekarang Dokter makanlah, sini Revan biar aku yang pegang," ucap Zurra mengalihkan topik pembicaraan mereka.
Zaf mengangguk seraya menyerahkan bayi mungil itu pada ibunya. Zaf segera menyantap makanannya yang sudah di persiapkan oleh Zurra.
***
Malam ini semua keluarga sudah kembali berkumpul setelah seharian mengunjungi beberapa tempat wisata yang ada di daerah tersebut.
Setelah makan malam, mereka duduk di ruang keluarga sembari ngobrol kekeluargaan. Zurra yang sedari tadi ingin menyampaikan niatnya untuk pulang lebih dulu dari mereka, tetapi merasa sangat sungkan.
"Umi, Abi, besok saya mau izin pulang terlebih dahulu," ucap Zurra.
"Loh kenapa, Zurra? Revan baik-baik saja 'kan?" tanya Umi.
"Alhamdulillah Revan sudah jauh lebih baik, Umi. Tetapi saya pulang karena ada urusan penting," ujar Zurra masih sungkan mengatakan di hadapan mereka semua.
"Apakah karena sidang perdana kamu akan dimulai?" tanya Abi yang sudah tahu akan hal itu. Mungkin saja temannya yang memberitahukan.
Zurra mengangguk. "Benar, Abi," jawabnya membenarkan.
"Kamu pulang dengan siapa, Zurra?" tanya Zaf menimpali obrolan mereka.
"Saya bisa pulang sendiri naik travel, Dok. Insya Allah aman kok," jawab Zurra yakin.
"Tapi bagaimana jika nanti Rio akan menyakiti kamu lagi? Aku tidak akan membiarkanmu pergi sendirian. Umi, Abi, izinkan aku untuk mengantarkan Zurra ya," pinta Zaf pada kedua orangtuanya.
"Zaf, jika kamu ikut menemani Zurra, maka sidang perceraian mereka akan di persulit. Dan kamu akan di tuduh menjadi orang ketiga dalam rumah tangga mereka," jelas Umi pada putranya.
"Umi, aku janji tidak akan memperlihatkan diri di depan umum. Aku hanya akan menjaga Zurra dari kejauhan tanpa harus mengganggu sidang perceraiannya," jelas Zaf.
"Dokter, apa yang dikatakan oleh Umi sangat benar. Insya Allah saya dan Revan akan baik-baik saja, Dokter tidak perlu serepot itu untuk mengantarkan saya," sambung Zurra dengan cepat.
Bersambung....
Happy reading 🥰