NovelToon NovelToon
Istri Terbuang

Istri Terbuang

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Janda / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta pada Pandangan Pertama / Mengubah Takdir
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: ummushaffiyah

Sepenggal kisah nyata yang dibumbui agar semakin menarik.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ummushaffiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4 — Malam Paling Sunyi

Rumah sudah lama terlelap ketika Zahwa bangun dari tidurnya. Jarum jam menunjukkan pukul dua dini hari. Udara dingin menusuk kulit, namun ia merasa damai. Inilah satu-satunya waktu di mana beban hidupnya terasa lebih ringan, seakan seluruh luka bisa ia letakkan sebentar di sajadah.

Zahwa mengambil wudhu dengan tenang, membasuh wajah yang lelah setelah seharian menahan air mata. Lalu ia berdiri menghadap kiblat, mengangkat kedua tangan, dan memulai salat tahajud. Setiap gerakan terasa lambat, khusyuk, penuh harap.

Dalam sujudnya, air matanya jatuh tak tertahan.

“Ya Allah… jika aku lemah, Engkau yang kuatkan.

Jika hidupku sempit, Engkau yang lapangkan.

Jika aku sendirian di dunia ini, jadilah Engkau pelindungku…”

Ia berdoa lama.

Memohon jalan keluar.

Meminta hati yang tetap lembut meski dunia terus menggoresnya.

Setelah tahajud, ia menutup dengan witir. Lalu duduk sejenak, menyeka mata dan menarik napas panjang. Ada keheningan yang menyelimuti tubuhnya—hening yang ia butuhkan untuk tetap bertahan menjadi Zahwa yang sabar.

Zahwa melipat sajadah dengan hati-hati, seperti melipat semua doa yang belum dijawab. Ia berjalan pelan kembali ke kamar.

Farhan sudah tidur, wajahnya terlihat damai di bawah cahaya redup lampu tidur. Zahwa tersenyum kecil. Meski suaminya sering keras dan manja, Zahwa tetap mencintainya meski cintanya kadang terasa seperti pengorbanan yang tak berujung.

Saat hendak berbaring, mata Zahwa menangkap sesuatu:

ponsel Farhan, terletak di bawah bantal tapi sedikit menyembul keluar seperti sengaja disembunyikan, tapi tidak sempurna.

Layar ponsel menyala sebentar, menampilkan notifikasi pesan WhatsApp:

5, 17, 32… puluhan pesan dari satu kontak yang sama.

Nama kontaknya tidak sempat terbaca, namun gambar profilnya tampak samar-samar: warna merah muda, entah foto atau ilustrasi. Notifikasi terus muncul, satu per satu, seperti seseorang yang sangat ingin mendapat balasan.

Hati Zahwa bergetar.

Bukan karena curiga…

tapi karena takut.

Takut bahwa jika ia membuka, hatinya akan semakin hancur.

Takut bahwa jika ia menuduh, ia akan dianggap berlebihan.

Takut bahwa ia kehilangan satu-satunya tempat bersandar meski rapuh.

“Jangan, Zahwa…” bisiknya pada dirinya sendiri.

“Besok saja. Tidur. Istirahat dulu.”

Ia memejamkan mata, mencoba menenangkan nafas.

Tapi bayangan puluhan notifikasi itu terus menari-nari di benaknya.

Akhirnya, ia memaksa dirinya tidur.

Ia ingin bangun dengan hati lebih segar, lebih lapang.

Ia ingin percaya bahwa tidak semua hal perlu dicurigai.

Zahwa akhirnya terlelap dalam doa.

---

Pagi datang dengan rutinitas yang sudah seperti napas bagi Zahwa. Menyiapkan sarapan, menyapu rumah, menyiram tanaman, menata baju, membuat kue pesanan, dan memastikan semuanya berjalan sebelum Farhan dan Bu Nina bangun.

Namun hari itu berbeda.

Suara dari kamar Rita menggelegar lebih keras dari biasanya.

“KAMUUU! KAMU YANG NGAMBIL BARANG AKU!!!”

“Aku benci kamu!! Aku benci kamu, Zahwa!!”

Zahwa tertegun.

Serangan itu datang lagi.

Rita keluar sambil membawa sapu, rambutnya acak, matanya liar. Ia menunjuk Zahwa dengan amarah yang tidak bisa dijelaskan oleh logika.

“SEMUA orang sayang kamu! SEMUA orang belain kamu! Kamu mau rebut keluarga aku ya?! Kamu mau rebut Farhan dari aku?!”

Zahwa mundur perlahan, kedua tangan terangkat takut-takut. “Kak… saya nggak ambil apa-apa. Saya cuma—”

Belum sempat menjelaskan, Rita melempar sapu itu. Ujungnya mengenai lengan Zahwa. Sakit, tapi Zahwa tetap menahan diri. Ia tahu Rita sedang kambuh. Ia tahu Rita tidak waras sepenuhnya.

Bu Nina datang tergopoh-gopoh.

“Rita! Udah! Jangan sakiti Zahwa!”

Tapi Rita semakin histeris. Ia menampar meja, menghentak kaki, lalu mencoba menarik jilbab Zahwa.

Zahwa terjatuh ke lantai, menahan sakit.

Air matanya jatuh tanpa suara.

Farhan yang baru keluar dari kamar langsung mendekat.

“Rita!! Stop!!!” Ia menahan tubuh kakaknya.

Namun ucapan Rita menusuk lebih dalam daripada pukulannya.

“KALAU aku mati nanti, itu semua gara-gara ZAHWA!! Dia racunin keluarga ini!!!”

Rumah berubah menjadi kekacauan.

Teriakan, tangisan, bentakan.

Di tengah semua itu, Zahwa bangkit perlahan, memegang lengannya yang memerah. Ia tidak melawan. Tidak membalas. Tidak mengadu. Ia hanya menatap lantai, menahan air mata yang sudah tidak sanggup ia sembunyikan.

Dan dalam hati, ia berkata:

“Ya Allah… sampai kapan aku kuat?”

Hari itu, Zahwa sadar…

kesabarannya semakin sering diuji,

namun tidak ada seorang pun yang tahu seberapa besar luka yang sudah ia simpan.

1
Hafshah
terus berkarya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!