Rania Vale selalu percaya cinta bisa menembus perbedaan. Sampai suaminya sendiri menjadikannya bahan hinaan keluarga.
Setelah menikah satu tahun dan belum memiliki anak, tiba-tiba ia dianggap cacat.
Tak layak, dan tak pantas.
Suaminya Garren berselingkuh secara terang-terangan menghancurkan batas terakhir dalam dirinya.
Suatu malam, setelah dipermalukan di depan banyak orang, Rania melarikan diri ke hutan— berdiri di tepi jurang, memohon agar hidup berhenti menyakitinya.
Tetapi langit punya rencana lain.
Sebuah kilat membelah bumi, membuka celah berisi cincin giok emas yang hilang dari dunia para Archeon lima abad lalu. Saat Rania menyentuhnya, cincin itu memilihnya—mengikatkan nasibnya pada makhluk cahaya bernama Arven Han, putra mahkota dari dunia lain.
Arven datang untuk menjaga keseimbangan bumi dan mengambil artefak itu. Namun yang tak pernah ia duga: ia justru terikat pada perempuan manusia yang paling rapuh…
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GazBiya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku bukan manusia
Sementara di Aureline District—rumah mewah Garren Luxford seperti biasa, di jaga super ketat. Di beberapa titik terdapat penjaga bersenjata, daripada rumah seorang CEO—rumah itu bahkan lebih mirip rumah seorang ketua mafia yang penuh rahasia gelap.
Di kamar mewah itu, Garren kembali mengendus Rania memaksanya berhubungan—namun Rania yang masih jijik jelas saja menolak.
Tangan kekarnya terus merab4 kesegala penjuru, mencari titik r4ngsan Rania.
“Aku suamimu… kau tidak berhak menolak!” bisik Garren tepat di kuping Rania, sambil menjil4tinya dengan lahap.
“Tidak… kita sudah bercerai, Garren…” jawab Rania dalam hati. ia menggeliat, semakin Garren memaksa semakin ia ingat—saat Siera mejil4ti leher Garren di dalam mobil itu, membuatnya semakin muak.
“Kenapa kau menolaku… HAH? Apa aku kurang tampan? Jadi seleramu sekarang figuran bodo itu?” desak Garren geram.
“JAWAB! Wanita bodoh!” bentak Garren, tangannya lagi-lagi menarik rambut Rania hingga mendongak.
“Aku terlalu sering melihatmu melakukan hubungan itu dengan Siera… itu menjijikan. Aku tidak bisa…”
Belum selesai Rania menjawab, tamparan keras tiba-tiba mendarat di pipinya.
PLAKK!!
“Aakhh!”
Rania tersungkur ke lantai samping ranjang, matanya terpejam menahan panas dan perih di pipi.
“Wanita sok suci… kau bahkan tertangkap basah dengan pria lain. Berani-beraninya mengatakan itu…”
Amarah Garren kembali meledak di dad4, ia berjalan keluar meninggalkan Rania dengan tangisnya.
Keheninganpun jatuh, hanya ada suara isak yang ditahan. Namun tiba-tiba sebuah tangan menyentuh pipinya.
“Aakkhh!”
Jerit Rania kaget tersentak mundur, ia pikir itu Garren yang tiba-tiba kembali.
“SSttt!”
Arven meletakan telunjuk di ujung bibirnya, mata beningnya tetap berkilau meski di tengah ruangan remang.
Garren di sofa mendengar teriakan itu, namun ia mengabaikannya karena kesal. Tangan kekarnya meraih botol minuman, lalu meneguknya hingga tumpah dan membasahi piyamanya. Ia pun ingat sesuatu—obat per4ngsang yang ia simpan di laci minibar.
Mungkin aku harus menggunakan obat itu lagi untuknya, pikirnya. Karena Rania sering merasa jijik, hingga ia pun sering menolaknya. Dan untuk ke sekian kalinya, malam ini Garren berencana memakai cara lama itu lagi.
“Pelayan!” Teriak Garren.
Tak lama seorang wanita muda dengan celemek datang menghampiri, “Iya tuan…”
“Bawakan Nyonya susu hangat, dan campurkan vitamin ini. Jangan sampai dia tahu.”
“Siap tuan...”
Pelayan kembali ke dapur untuk menyiapkan susu hangat.
Sementara di kamar—mata Rania hampir tidak bisa berkedip, membelalak menatap Arven muncul begitu saja. Ia Ingin tidak percaya tapi pria ini bahkan sedang menghapus air matanya.
“Arven?”
Akhirnya, Rania bersuara. Tatapannya tajam—seolah memastikan bahwa dia manusia, seperti biasa tatapan itu berseger ke lantai untuk memastikan jika kaki Arven menapak.
Arven tersenyum, seolah sudah tahu ritme tatapan Rania Ketika bertemu dengannya.
“Kau masih hidup?” gumam Rania bergerak, tangannya reflek ingin memeluk, namun segera ia urungkan.
Rania sadar—Arven adalah seorang putra pengusaha kaya, sedangkan dia hanya wanita yang sedang berjuang melepaskan diri dari mantan suaminya.
“Bagaimana kau bisa sampai kesini?”
Rania bangkit lalu membelokan langkah menuju jendela—melihat ke arah luar. Anak buah Garren masih berjaga dengan senjata di tangan, ada banyak orang—hampir di setiap titik. Tidak mungkin lolos, untuk ukuran manusia biasa.
Iapun berbalik, menatap lurus pada Arven. Tatapan penuh tanya. Arven bergerak mendekat, tatapan merekapun bertemu—hangat, penuh misteri dan sesuatu yang sulit dijelaskan.
“Kau benar… aku bukan manusia.”
Kata-kata itu melucur berat. Mata bulat Rania semakin membesar, menatap tajam menagih kelanjutan ucapan itu.
“Jadi benar kau… jin penunggu hutan?” Rania menebak dengan sedikit ketakutan, ia mulai bergerak mundur.
Arven menggeleng, lalu tangan besarnya meraih bahu Rania—menariknya kedalam pelukan. Anehnya, Rania tidak menolak, tidak menjerit—justru ia terdiam asing dengan perasaanya sendiri.
Rania mendongak cepat—menatap wajah tampan seperti pahatan indah tangan terampil yang membentuknya begitu sempurna. Tangan mungilnya yang penasaran, bergerak perlahan menyentuh wajah Arven dengan sisa-sisa keberaniannya.
Rania menelan ludah, kulit wajah itu halus. Terlalu halus untuk ukuran kulit laki-laki, mata bulatnya berbinar disertai sedikit senyum kagum, “Lalu kau itu apa?” tanya Rania, suaranya lembut nyaris berbisik.
“Aku Archeon, mahluk energi dari Imperium Eryndor,” Jawab Arven sedikit ragu. Dalam hati, rasa khawatir merayap di dad4nya. Bagaimana jika Rania menjauhinya, setelah tahu dia bukan manusia?
Namun mata Rania justru semakin membesar, senyumnya mulai melebar. “Jadi kau bisa menghilang?” tanyanya antusias.
“Itu yang kau lakukan di mobilku… saat kecelakaan?”
Arven tersenyum, tatapannya ragu melihat Rania tak bereaksi apapun—lalu ia mengangguk.
“Kalo begitu, bawa aku pergi dari sini, cepat sebelum Garren datang…”
Tatapan Rania penuh harap, suaranya nyaris seperti merengek—membuat dad4 Arven mengembang lapang. Arven tersenyum, senyum yang merekah seperti menyambut sinar Mentari pagi saat ia mengisi energi. Ada perasaan lega.
“Kau mau… aku membawamu kemana?”
“Aku tidak tahu…,” Rania mengigit bibir, mencoba berpikir—namun hal itu justru membuat Arven menelan ludah.
“Kemana saja! Asal pergi jauh dari sini.”
Arven terdiam, Raniapun sadar—Arven tidak berasal dari bumi, mungkin ia butuh petunjuk yang spesipik, pikrinya.
“Kesebuah tempat yang indah… penuh bunga, dan daun-daun nya lembut. Tempat terbuka dimana aku bisa melihat bulan tepat diatas kepalaku,” ucap Rania, seolah sedang membuat satu permintaan.
*
Terima kasih sudah membaca novel ini, temukan kejutan lain di bab selanjtnya. Setiap komentar, like, bintang dan Vote dari kamu, adalah sesuatu yang sangat berharga bagi author. Memberi semangat untuk terus menulis, memberi cahaya agar cerita ini sampai ke hati lebih banyak orang.
Jangan lupa Follow ya! Dan baca juga novel author yang lain. Terimakasih & salam hangat.
Penulis yang selalu bersyukur karena ada kalian. Dukung terus karyaku ya kesayangan…
aaah dasar kuntilanak
toh kamu yaa masih ngladeni si jalànģ itu