Lin Zhiyuan, adalah pemuda lemah yang tertindas. Ia menyelam ke kedalaman Abyss, jurang raksasa yang tercipta dari tabrakan dunia manusia dan Dewa, hanya untuk mendapatkan kekuatan yang melampaui takdir. Setelah berjuang selama 100.000 tahun lamanya di dalam Abyss, ia akhirnya keluar. Namun, ternyata hanya 10 tahun terlalui di dunia manusia. Dan saat ia kembali, ia menemukan keluarganya telah dihancurkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4 Membunuh dengan mudah
Zhiyuan tidak menjawab. Tatapannya kosong, dingin, namun di balik itu tersimpan lautan amarah yang nyaris meluap.
Ia menatap Jinzu yang masih tergantung di rantai besi—napasnya nyaris tak terdengar, darah mengalir dari luka-luka di sekujur tubuhnya, tak sadarkan diri.
Pria berwajah bekas luka meludah ke tanah. “Apa? Kau pikir ilusi energi Qi itu bisa menakutiku? Hahaha! Dasar pecundang! Bahkan sepuluh tahun lalu kau tak bisa membangkitkan sehelai Qi pun. Sekarang kau berdiri di depanku seolah sudah menjadi dewa?”
Ia mengayunkan cambuk berdurinya ke arah Jinzu dengan kejam.
Namun sebelum cambuk itu sempat menghantam tubuhnya, ia berhenti di udara—beku, seolah seluruh dunia terhenti.
Mata Zhiyuan memerah. “Kau bicara terlalu banyak.”
Nada suaranya datar. Tapi udara di sekitar mereka bergetar hebat—tanah merekah, batu-batu beterbangan, dan hawa spiritual yang pekat menekan hingga sulit bernapas.
Pria itu menoleh ke para bawahannya, sekumpulan algojo haus darah.
“Bawa kepalanya padaku!” perintahnya dengan tenang, meski suaranya sedikit bergetar.
Para algojo di sekitarnya, sekitar lima belasan orang, langsung bergerak. Tubuh mereka melompat ke udara, mengalirkan Qi pembunuh dari berbagai arah—namun bahkan sebelum mereka sempat mendekat…
Zhiyuan menatap mereka sekilas. “Matilah.”
Satu kata.
Hanya satu.
Dan dunia seakan runtuh.
Suara boom! bergema bertubi-tubi. Dalam sekejap, tubuh-tubuh itu meledak menjadi kabut darah di udara—tanpa sempat menjerit, tanpa meninggalkan satu pun potongan tubuh utuh.
Aroma besi dan darah menyelimuti seluruh halaman keluarga Lin yang telah hancur.
Keheningan pun turun. Pria berwajah bekas luka membeku di tempat. Matanya membulat lebar, pupilnya bergetar, senyum sombong di wajahnya masih terpaku seolah tak percaya dengan apa yang baru dilihatnya.
Satu tetes keringat dingin mengalir di pelipisnya.
“K-kau… siapa kau…?” Suara gemetar keluar dari tenggorokannya.
Zhiyuan melangkah perlahan, setiap langkahnya bergema seperti dentuman guntur di jantung musuhnya.
Angin berputar di sekitarnya, membentuk pusaran Qi hitam kemerahan yang membelah debu di udara.
“Aku…” katanya pelan, suaranya bagai gema dari lembah neraka, “…adalah orang yang akan menghapus setiap jejak tangan yang menodai keluargaku.”
Langkahnya berhenti tepat setengah meter di depan pria itu. Pandangan Zhiyuan menajam.
Pria berwajah bekas luka itu tersentak keras. Tatapan Zhiyuan yang kosong namun dingin itu membuat bulu kuduknya berdiri.
Untuk pertama kalinya, ia benar-benar takut....
“Tidak mungkin…” gumamnya, mundur selangkah. “Kau—kau bukan manusia…”
Dugaannya tidak salah, Zhiyuan sudah bukan manusia lagi setelah menghabiskan waktu yang sangat panjang dan mati jutaan kali di dalam jurang Abyss. Dia monster, bahkan lebih dari itu.
Tangan pria itu mencengkeram rantai besi di sampingnya dengan panik, mengalirkan seluruh Qi-nya ke dalam tubuh.
“Jangan sombong hanya karena trik kotor itu! Aku akan—” teriaknya, mencoba menutupi rasa takutnya dengan amarah.
Namun, sebelum kalimatnya selesai, sesuatu yang dingin menyentuh wajahnya.
"Eh?"
Pandangannya menurun perlahan—dan ia melihatnya. Sebuah tangan. Dingin. Kuat. Menyentuh wajahnya seperti cakar iblis.
Belum sempat ia menarik napas, belum sempat ia melepaskan teriakannya—
CRACK!
Suara tengkorak yang remuk menggema di udara, diikuti semburan darah hangat dan serpihan tulang yang beterbangan.
Kepalanya hancur seperti kendi rapuh yang dilempar ke batu. Tubuh itu terkulai, jatuh tak bernyawa, darahnya mengalir membentuk genangan merah di bawah kaki Zhiyuan.
Angin berhenti berhembus.
Zhiyuan berdiri diam, wajahnya tanpa ekspresi. Di matanya, tidak ada rasa puas—hanya kehampaan dan kesedihan yang terlalu dalam untuk diungkapkan.
Ia mengalihkan pandangannya ke arah Jinzu. Tubuh wanita itu masih dirantai, matanya separuh terbuka, menatapnya samar-samar.
“Tuan muda… apakah itu benar-benar… kau?” suara parau itu nyaris tak terdengar, tercampur darah dan air mata.
Zhiyuan berjalan mendekat perlahan. Setiap langkahnya membuat rantai di pilar itu bergetar lembut, seolah menyambut majikannya yang kembali.
Ia mengangkat tangannya, satu sentuhan ringan—dan clang!
Rantai spiritual itu meledak menjadi pecahan debu halus, seolah tak mampu menahan kekuatan yang mengalir darinya.
Zhiyuan menahan tubuh wanita itu dengan lembut, menatap wajahnya yang kotor dan penuh luka.
“Maafkan aku, Jinzu,” bisiknya, suaranya bergetar halus. “Aku datang terlambat…”
Darah di tangan Zhiyuan masih hangat, namun yang mengalir dari matanya adalah dingin yang menusuk hati.
Dari lengan bajunya, Zhiyuan mengeluarkan sebuah daun berwarna emas, daun yang hanya ada di kedalaman Abyss, khasiatnya jauh lebih besar daripada ramuan penyembuh tingkat atas.
Kilau lembut menyelimuti tubuh Jinzu. Luka-lukanya mulai menutup, dan napasnya perlahan stabil.
“Jinzu... bagaimana keadaanmu?” suara Zhiyuan bergetar, matanya lembut namun sarat murka.
Air mata mengalir di wajah Jinzu. Ia menatap wajah Zhiyuan dengan pandangan yang gemetar—antara tak percaya dan bahagia.
“...Tuan Muda... Anda sungguh kembali dari kedalaman Abyss, saya... Saya mengira anda telah tewas disana?” suaranya parau, penuh haru yang tertahan selama bertahun-tahun.
Hanya Jinzu yang tahu jika Zhiyuan memasuki jurang Abyss, bahkan keluarganya sendiri tidak tahu hal tersebut.
"Aku baik-baik saja," balas Zhiyuan, tak ingin menceritakan kisah kelamnya di dalam jurang neraka itu.
Jinzu baru saja akan berdiri, namun langkahnya tertahan ketika matanya menangkap pemandangan di belakang Zhiyuan.
Tubuhnya menegang—pupil matanya mengecil drastis. Di tanah yang berdebu itu, tergeletak sesosok tubuh tanpa kepala, darahnya mengucur membentuk genangan gelap yang mengalir hingga ke ujung reruntuhan.
“Xi… Xi Lun…?” ujarnya gagap sambil menunjuk ke arah tubuh yang sudah tak bernyawa itu.
“Dia… dia adalah Xi Lun! Pendekar dari keluarga Wang… salah satu yang terkuat di keluarganya! Dia berada di tahap Prajurit Alam tingkat sembilan… bagaimana mungkin…”
Suara Jinzu meredup, seolah akalnya tak sanggup memahami kenyataan yang ada di depan mata.
Ia masih ingat betapa Xi Lun dulu bisa menebas batu besar menjadi debu dengan satu gerakan pedangnya. Selama bertahun-tahun, dialah algojo yang paling kejam menyiksa dirinya—dan kini, tubuhnya bahkan tak sempat mengeluarkan jeritan sebelum tewas?
Jinzu menatap Zhiyuan dengan mata yang perlahan membesar, campuran antara keterkejutan dan kekaguman.
“Tuan Muda… apakah… apakah ini perbuatan Anda?”
mlh kalo baru awal2..kek semua tokoh tu mukanya smaaaaaaa..🤣🤣