NovelToon NovelToon
Marcelline Hart

Marcelline Hart

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Wanita Karir / Keluarga / Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat / Putri asli/palsu
Popularitas:595
Nilai: 5
Nama Author: S.Lintang

Dia.. anak, Kakak, saudara dan kekasih yang keras, tegas dengan tatapannya yang menusuk. Perubahan ekspresi dapat ia mainkan dengan lihai. Marcelline.. pengendali segalanya!

Dan.. terlalu banyak benang merah yang saling menyatu di sini.
Happy reading 🥰

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S.Lintang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

04. -

Banyak yang menyaksikan bagaimana hukuman Herman akan berlangsung. Di tengah lapangan itu, Herman sudah didudukkan dengan kedua tangan yang terikat ke belakang.

Di sana juga ada Marcelline yang duduk dengan tenang. "Mulai lah," perintahnya pada Raditya.

Raditya mengambil napas dan membuangnya perlahan, ia berlutut di hadapan Herman yang menangis dengan tatapan memohon. Raditya tidak tega, tapi ini adalah perintah.

"Maaf," kata Raditya pelan dan mengambil obat bius yang tersedia di sana.

"Tanpa obat bius, Raditya!" Marcelline kembali bersuara.

Orang tua Herman saling berpelukan dan menangis tanpa bisa melakukan apa-apa. Kalau mereka memohon dan meminta dengan paksa, maka mereka lah yang akan terkena konsekuensinya juga. Mereka bisa saja kehilangan pekerjaan dan akan hidup luntang lantung di jalanan.

"Ayah." Azri menatap Ayahnya dengan tatapan memelas.

Afandi mengelus kepala putranya. "Kita tau gimana Kakakmu."

Banyak yang membuang muka mereka karena tidak tega dengan apa yang sedang di dapatkan oleh Herman. Bahkan Raditya pun sampai meneteskan air matanya.

"Maaf."

Dan berulang kali Raditya juga menggumamkan kata maaf pada pemuda malang ini. Andai saja Herman tidak memulainya, maka ini semua tidak akan terjadi. Herman tidak akan kehilangan bibirnya secara paksa seperti ini.

Herman sudah tidak kuat menahan rasa sakit jarum yang terus menjahit bibirnya dengan tangan gemetar itu. Hingga mata Herman merabun dan ia jatuh pingsan, membuat Raditya menghentikan pergerakannya dan segera melepas ikatan di tangan Herman, membawa pemuda ini pergi ke rumah sakit.

"Nona...."

"Biarkan saja dia," kata Marcelline menyela, membuat Delano mengangguk.

Azri juga ikut pergi dari sekolah tanpa menoleh menatap Marcelline yang menatap kepergian adiknya.

Azri pulang ke rumah, begitu juga Marcelline, dan Afandi.

"Azri!" panggil Marcelline menghentikan langkah Azri yang ingin menaiki anak tangga.

"Kenapa marah?" tanya Marcelline, membuat Azri langsung berbalik menatap Kakaknya.

"Ngasih hukuman yang kayak gitu, itu nggak adil buat dia, Kak. Ada hukuman lain yang jauh lebih setimpal daripada harus ngerenggut paksa mulut dia," kata Azri mengeluarkan keluhannya.

Wajah Marcelline kembali datar. "Itu udah setimpal. Tidak memenggal kepalanya saja itu sudah sangat beruntung untuk dia," katanya dingin.

Anggi datang saat mendengar keributan itu, ia menatap suaminya yang mengangkat tangan dan meletakkan jari telunjuk di bibir. Meminta agar dirinya untuk tenang dan diam.

"Itu berlebihan!" bantah Azri tegas dan berani.

"Kalau gitu, seharusnya kamu yang jangan menanggapi apa yang keluar dari mulutnya. Kamu tahan diri kamu, maka semua tidak akan seperti ini. Nggak akan ada berita yang sampai ke Kakak dan Kakak nggak perlu datang ke sana!" seru Marcelline.

"Kalau gitu kasih Azri hukuman juga! Potong aja tangan Azri yang udah...!"

"AZRI!" bentak Marcelline dengan tangan terkepal kuat, tatapannya tajam menghunus sang adik.

"Sedikit aja Kak, sedikit aja apa Kakak nggak punya rasa iba pas liat itu tadi? Apa Kakak nggak punya sedikit aja hati nurani untuk orang lain?" Azri bertanya lirih dan terlihat sedih.

"Kamu sendiri tau jawabannya. Hati nurani Kakak nggak pernah ada untuk orang lain," jawab Marcelline tanpa keraguan.

"Azri juga orang lain, Kak. Azri bukan...."

"DIAM AZRI ATAU KAKAK AKAN TAMPAR KAMU!" Marcelline kembali membentak, kali ini dengan kilatan emosi yang terlihat jelas.

Azri melangkah mendekat. "Ayo. Ayo tampar Azri, Kak," pintanya menahan tangis.

"Masuk kamar!" perintah Marcelline memalingkan wajah.

"Tampar Azri, Kak. Katanya mau tampar...."

"KAKAK BILANG MASUK KAMAR, AZRI!"

Azri mengepalkan tangan, lalu berlari masuk ke dalam kamar, meninggalkan ruang tamu yang terasa dingin dan kacau.

1
Carlos Vazquez Hernandez
Cocok di hati nih.
Anrai Dela Cruz
Keren deh ceritanya, thor mesti terus bikin cerita seru kayak gini!
Asher_Sanou3u
Duh, hati jadi bahagia setelah selesai baca karya ini!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!