"semua orang memiliki hak untuk memiliki cita-cita,semua orang berhak memiliki mimpi, dan semua orang berhak untuk berusaha menggapainnya."
Arina, memiliki cita-cita dan mimpi tapi tidak untuk usaha menggapainya.
Tidak ada dukungan,tidak ada kepedulian,terlebih tidak ada kepercayaan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tulisan_nic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 Mengungkapkan Perasaan
"Baik,semua sudah terkumpul,saya akan mengambil satu kertas.Dan pemilik kertas yang saya ambil,silahkan maju ke depan untuk mendeskripsikan perasaan yang kalian tulis tadi"
suara Miss Aida memecah keriuhan saat kertas-kertas tadi di kumpulkan.Mendadak suasan kelas hening.
Para siswa nampak cemas dan bersiap-siap jika namanya terpilih
Miss Aida,menarik satu kertas di bagian tengah tumpukan.Memperhatikan sebentar lalu menyebut nama pemilik kertas.
"Evan Dirga,silahkan maju"
Evan berdiri,wajahnya santai seperti tidak ada yang dia khawatirkan sama sekali.Sekilas dia melirik ke arah Arina,lalu melanjutkan jalan ke depan kelas.Arina hanya tersenyum tipis saat mata mereka bertemu
Evan menerima kertas yang di serahkan Miss Aida.
"Silahkan Evan,ceritakan pengalamanmu sesuai dengan perasaan apa yang kamu tuliskan di kertas ini"
"Baik Miss"jawab Evan mantap
Evan menghela nafas sebentar,menunduk sedikit kemudian menatap ke arah teman-teman sekelas
"Liburan kemarin,aku menghabiskannya dengan melakukan sesuatu yang aku sukai.Aku suka membuat sesuatu yang ketika orang yang menikmatinya tersenyum senang.Aku belajar membuat roti. Aku senang roti yang aku buat berhasil membuat orang itu tersenyum,jadi aku menuliskan pengalaman liburan ku dengan perasaan 'bersemangat'. Aku semangat membuat roti lagi,karna aku suka melihat orang yang makan rotiku tersenyum"
Sontak isi kelas riuh,terdengar celotehan-celotehan murid ...ada yang bilang
"siapa tuh orangnya?"
Vivian,dan Dita saling bertatapan.seolah masing-masing mereka tahu siapa yang Evan maksud.
Vivian mencondongkan badannya ke bangku Dita,setengah berbisik
"eh... kamu maksudkan siapa?"
"Arina?"jawab Dita lirih
"iya deh ku rasa"
Arina diam saja,Dia hanya menatap ke depan dengan tatapan kosong.Di hatinya...
"aku mau cerita apa kalau namaku di panggil.Masa iya aku cerita liburan ku di isi dengan wajah lelah Bapak dan Muramnya Mamak?"
Evan kembali duduk ke bangkunya.Gerakannya rapi dan tidak terburu-buru.Badannya yang tinggi membuat dia terlihat lebih karismatik di antara teman sekelas yang lain.
"Terimakasih Evan Dirga,teruskan hobi kamu...semoga hobi kamu tadi bisa membawa kamu ke arah yang lebih baik lagi" Suara Miss Aida selalu lembut
"selanjutnya,siapa ya...?"
semua murid kembali diam,menyimak dengan seksama...beberapa murid menghembuskan nafas menghalau cemas. Kembali Miss Aida menarik kertas
"Selanjutnya,Andita Putri.Silahkan maju kedepan Dita.Ceritakan pengalamanmu"
Andita menoleh ke arah sahabat-sahabat nya,seperti sedang mencari dukungan.Arina, Vivian,dan Evan mengacungkan jempolnya,secara tidak langsung memberi semangat kepada Dita.
Dita melangkah maju,ada sedikit gugup saat menerima kertas dari Miss Aida
perlahan Dita mulai bersuara
"Saat Liburan kemarin,sebagian waktu ku aku gunakan untuk menemani nenekku kontrol kesehatannya di Rumah Sakit.Disana aku melihat banyak sekali pasien yang ikut mengantri.Ada yang di kursi roda,ada yang memakai tongkat,ada juga yang terlihat sangat pucat.Aku merasa bersyukur saat itu,aku masih dalam keadaan sehat,tidak sakit seperti mereka yang aku lihat. Makanya aku menuliskan di kertas ini dengan perasaan 'Syukur'. "Dita tersenyum sambil menampakkan kertas ia tulis dengan kata ' Syukur'
"Bagus sekali Dita,silahkan kembali ke tempat duduk"
Miss Aida menerima kembali kertas dari tangan Dita,menaruhkannya lagi di meja
"Anak-anak,dari cerita pengalaman Dita tadi Miss ingin kalian tahu...bahwa ada satu hal yang harus kita syukuri di setiap hari.Kita bersyukur masih bisa bernafas lega ketika di tempat lain ada orang yang membeli oksigen,kita masih bisa tersenyum ketika di tempat lain ada yang meringis menahan sakit,dan kita masih bisa makan dan minum dengan enak ketika ada orang lain yang tidak sama sekali bernafsu karna lidahnya terasa pahit.Jadi tepat sekali yang Dita katakan tadi,kita harus selalu bersyukur dengan nikmat yang Tuhan berikan ketika ada orang lain yang menginginkan"
Para siswa mengangguk,mereka merasa tersentuh dengan apa yang Dita dan Miss Aida katakan.
Arina menatap Dita dengan mata yang berembun.Ada rasa sesak di dadanya.Di hatinya berkata
"Syukur? Iya aku harus bersyukur.Aku masih punya Bapak sama Mamak yang sehat.Aku bersyukur masih bisa sekolah.Aku bersyukur meski aku harus menanggung pekerjaan rumah,bantuin Mamak sama Bapak,Dan bertahan dengan uang jajan seadanya. Karna ada orang lain yang tidak memiliki kesempatan seperti aku"
Miss Aida melanjutkan menarik kertas,menyebut nama pemiliknya
"Vivian Mahira Bagaskara,silahkan maju dan ceritakan pengalamanmu"
Vivian yang sedari tadi nyender di kursi,perlahan menegakkan punggungnya.Dengan malas Vivian maju ke depan,menerima kertas dari Miss Aida.
Vivian menatap sekeliling. Menarik nafas dengan kasar. Matanya tajam.seolah ada kemarahan di dalamnya.
"Libur? Aku ngga pernah merasa libur.Setiap hari aku dengar Papa ngomong kasar,setiap hari aku dengar Mama yang cekikikan dengan teman-temannya. Setiap hari aku melihat berantemnya mereka.Tidak ada yang libur"
Vivian memperlihatkan kertas yang ia tulis.Di sana tertulis kata 'Muak'
Lalu ia mengembalikan kembali kertas itu ke meja,dan berlalu kembali ke tempat duduknya semula. Semua mata menatap.Ia sadar semua tatapan itu mengarah kepadanya tapi ia hanya cuek,mendengus kesal.Dalam hatinya
"kenapa semua menatapku dengan kasian,aku tidak suka di kasihani"
Miss Aida mengambil kertas itu,melipatnya pelan kemudian memasukkan di kantong saku bajunya
"Baik, terimakasih Vivian sudah mau berbagi perasaanmu kepada kami semua.Semoga perasaan mu akan lebih baik setelah masuk sekolah"
Vivian hanya diam.Menatap lantai.
Arina menghela nafas,ia tahu apa yang Vivian rasakan.Vivian sering cerita kepadanya,betapa seringnya Papa dan Mamanya bertengkar.Dia sering merasa sendirian dan sepi di rumah besar.Sejak berteman dengan Vivian,Arina sering menjadi tempat curhatnya.Vivian memang anak orang kaya,hidupnya penuh fasilitas mewah,tapi hatinya sepi.Rumah besarnya seperti tempat asing yang tak berpenghuni.
"kita lanjutkan lagi ya,sekarang giliran Arina Lestari.
Arina silahkan maju ke depan"
Arina menepuk bahu Vivian pelan,Vivian menoleh samar...tersenyum sedikit.
Langkahnya pelan dan hati-hati. Evan menegakkan punggung seolah ingin fokus mendengar cerita dari Arina
Arina menerima kertas itu,lirih dia membaca tulisan yang tadi di tulisnya.Seperti sedang berbicara pada diri sendiri.
"Hari libur, aku senang...aku bisa membantu orang tuaku lebih banyak dari biasanya.Pekerjaan di rumahku aku kerjakan meski kadang lelah.Tapi itu ngga apa-apa,aku ingin meringankan pekerjaan orang tua ku.Aku selalu semangat,bangun pagi untuk membantu Mamak.Siangnya aku ikut ke ladang membantu Bapak.Aku senang,jika pekerjaan orang tuaku berkurang.karna kelelahan mereka terasa menyakitkan untukku.Aku tidak pernah tega melihat wajah lelah Bapak,dan muramnya wajah Mamak.Aku tidak pernah terfikir untuk bersenang-senang menikmati liburan.Karna bagiku membantu orang tua adalah wujud rasa sayang ku pada mereka.Karna itu aku menuliskan 'Sayang'."
Arina menyerahkan kertas tadi kepada Miss Aida.Ia tersenyum tipis.Miss Aida menerima kertas itu kemudian menyentuh tangan Arina dan setengah berbisik
"Arina,kamu hebat sekali nak..."
Arina menatap Miss Aida,matanya berkaca-kaca. Dalam hatinya..
"Terimakasih Miss,akhirnya ada yang mengakui ketulusan ku,Sedangkan Mamak....apa mamak juga bisa memahami ketulusanku ini?"