Lima tahun pernikahan Bella dan Ryan belum juga dikaruniai anak, membuat rumah tangga mereka diambang perceraian. Setelah gagal beberapa kali diam-diam Bella mengikuti proses kehamilan lewat insenminasi, dengan dokter sahabatnya.
Usaha Bella berhasil. Bella positif hamil. Tapi sang dokter meminta janin itu digugurkan. Bella menolak. dia ingin membuktikan pada suami dan mertuanya bahwa dia tidak mandul..
Namun, janin di dalam perut Bella adalah milik seorang Ceo dingin yang memutuskan memiliki anak tanpa pernikahan. Dia mengontrak rahim perempuan untuk melahirkan anaknya. Tapi, karena kelalaian Dokter Sherly, benih itu tertukar.
Bagaimanakah Bella mengahadapi masalah dalam rumah tangganya. Mana yang dipilihnya, bayi dalam kandungannnya atau rumah tangganya. Yuk! beri dukungungan pada penulis, untuk tetap berkarya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Linda Pransiska Manalu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Empat. Pergi dari rumah.
Bella masuk ke kamarnya. Mengemasi pakaiannya yang tidak seberapa ke dalam koper. Koleksi pakaiannya hanya beberapa yang layak untuk dibawa. Selebihnya adalah daster kumal yang terpaksa tetap dia pakai, terutama saat bekerja di dapur.
Ingin rasanya Bella berteriak, menghempaskan rasa sakit di dalam hatinya. Namun, Bella menahan semua sesak di dadanya. Sehingga air matanya berdesakan jatuh membasahi pipinya.
'Kamu jahat Bang!' Desah Bella mengusap pipinya yang terasa hangat oleh air mata. Ada rasa asin di mulutnya. Saking kerasnya tamparan Ryan, sudut bibir Bella mengeluarkan darah.
'Demi perempuan itu kamu tega menyakitiku seperti ini. Kamu lebih memilihnya.Padahal akulah yang telah mendampingimu mulai dari nol. Dan sekarang, kamu bawa perempuan jalang itu menggantikan posisiku sebagai istrimu. Padahal aku tidak mandul. Kamu sendirilah yang mandul, bang.' tubuh Bella bergetar menahan tangisnya.
Beberapa detik berlalu, akhirnya Bella mampu menguasai emosinya. Diusapnya air matanya. Setelah menghela nafas panjang, Bella menguatkan hatinya.
Bella mengirim pesan pada Sherly, kalau dia menyetujui isi kontrak dan akan menandatanganinya. Sekalian dia meminta izin untuk tinggal buat sementara.
Bella menatap sekeliling kamarnya. Lima tahun dia menghuni kamar ini. Banyak kenangan yang terpatri di kamar ini.
Bella melintasi ruang tamu. Entah kemana Ibu mertua dan suaminya.
Hanya Karin yang duduk di sofa sendirian seraya memainkan ponselnya.
Saat Bella melewatinya, Karin tersenyum licik memandang Bella, penuh kemenangan.
"Terimakasih ya, telah menggantikan posisiku di rumah ini. Semoga saja Ryan tidak melakukan hal yang sama padamu." sindir Bella.
"Tentu saja itu tidak akan terjadi." balas Karin angkuh.
"Oh ya? Jika Ryan bisa lakukan ini padaku, tentu dia juga bisa melakukan itu pada orang lain. Termasuk kamu. Apalagi jika Ryan mengetahui bahwa janin di perut mu itu bukan anaknya." ucap Bella penuh ejekan. Seketika wajah Karin memerah.
"Hem, kasihan sekali, kamu begitu cemburu karena aku bisa mewujudkan impian Bang Ryan." sahut Karin culas.
"Cemburu? Setelah tau kebenarannya aku malah bersyukur bisa terlepas dari keluarga ini. Itu artinya aku kini bebas mengejar impianku." sahut Bella tajam.
"Impian macam apa yang hendak kamu raih, Bella. Jangan-jangan kamu akan menjadi gelandangan di luar sana." ejek Karin sarkas.
"Jangan senang dulu, Karin. Jika Ryan bisa membuatmu hamil padahal kalian baru kenal dekat. Sedang aku yang sudah lima tahun jadi istrinya tidak kunjung hamil, padahal aku sehat. Hanya dua kemungkinannya, Ryan mandul atau janin dalam perutmu itu bukan benihnya. Kamu telah menjebaknya!" kecam Bella.
Seketika wajah Karin memucat putih. Dia tidak menyangka Bella berani mengintimidasinya. Namun, bukan Karin namanya kalau dia akan semudah itu digertak.
"Hahaha .... Sudah jelas kamu yang mandul. Buktinya, lima tahun pernikahan kalian kamu tidak kunjung hamil. Sementara Karin baru beberapa bulan kenal Ryan sudah bisa hamil. Masih mengelak saja kamu, Bella." Timpal Bu Lilis dan tiba-tiba saja sudah muncul di belakang Bella.
"Hem, segitunya Inang membanggakan kehamilan perempuan itu. Jadi wanita seperti itu ya, yang Inang pilih untuk melahirkan penerus marga keluarga ini. Baik, aku akan pergi dari rumah ini. Selamat Karin, karena kamu akan menggantikan posisiku di rumah ini. Sebagai babu dengan gelar menantu!"
Bella melangkah menuju pintu, seraya kopernya.
"Tunggu dulu! Kamu harus tanda tangani surat ini!" Teriak Ryan, menunjukkan berkas ditangannya.
"Ryan, apa kamu yakin akan menceraikan Bella. Bagaimana kalau dia menuntutmu. Harusnya kamu tadi bisa menahan diri." bisik Bu Lilis menyalahkan Ryan karena hendak menceraikan Bella. Bu Lilis takut Bella akan menuntut anaknya. Beda masalah kalau Bella yang meminta cerai.
"Bella tidak akan berani macam-macam Ma." Ryan menyerahkan berkas ditangannya. Tanpa membaca lebih dulu, Bella menandatangani berkas yang disodorkan Ryan.
"Puas kamu!" Bella mengacukan berkas itu. Ryan tertawa menyeringai.
"Kamu tau, Bella, kamu tidak akan mendapat seperak pun harta gono-gini dari perceraian ini."
"Huhk! Aku tidak butuh apa-apa darimu. Karma itu nyata akan terjadi padamu. Lupa ya, kalau selama ini pun kamu tidak pernah membiayai hidupku. Kamu hanya jadikan aku sebagai babu gratis di rumah ini." Bella melemparkan berkas itu tepat ke wajah Ryan. Kertas surat beterbangan dan terserak di lantai.
Spontan Karin memungut kertas yang melayang jatuh di kakinya.
"Pungut lah Karin, seperti kamu memungut sampah yang aku buang." Bella melangkahkan kakinya dengan santai. Dengan kepala tegak dia membuka pintu.
"Stop!" Lagi-lagi sebuah suara menghentikan langkah Bella. Ternyata Maya adik ipar Bella. Maya merampas tas ditangan Bella.
"May, apa-apaan kamu!"
"Aku mau lihat apa yang kau sembunyikan dalam tas itu."
"Maya! Jangan kurang ajar kamu, ya!" Teriak Bella berusaha merampas tasnya. Namun, kalah cepat dari Maya. Maya mengeluarkan isi tas Bella. Pakaian Bella berserak di lantai. Bella segera memungutinya.
"Ouh, ternyata cuma baju rombengan." kekeh Maya tertawa mengejek. Bella menatap Maya geram. Buru-buru dia bangkit dan menuju pintu. Tapi Karin menyilangkan kakinya. Sehingga langkah kaki Bella terhalang dan jatuh.
"Kamu jahat Karin!" dengus Bella terduduk seraya mengusap lututnya yang terasa sakit karena membentur lantai. Bahkan telapak tangannya tergores karena meraih handel pintu, supaya tidak jatuh.
Bella merasakan perih di lutut dan tangannya. Namun, tidak seperih luka di hatinya.
Tiba-tiba sebuah lengan kokoh terulur di depan Bella. Bella memandang seraut wajah dingin membungkuk hendak membantunya berdiri. Sejenak Bella ragu, tapi saat melihat wajah itu, Bella mengulurkan tangannya juga.
'Gavin? Ngapain dia disini?" seru hati Bella heran.
"Mari, aku datang menjemputmu." suara dingin itu terasa hangat di telinga Bella. Sehingga dia merasa terlindungi.
Gavin menuntun Bella menuju mobilnya yang terparkir di depan rumah Ryan. Mobil keluaran terakhir dan baru satu yang memilikinya di kota ini.
Seketika wajah Ryan memucat. Bagaimana istrinya, yang barusan dia ceraikan bisa kenal dengan orang terkaya di kota ini.
Ekspresi Ryan, menular juga kepada Bu Lilis, Karin dan Maya. Pria tampan yang barusan menolong Bella sepertinya tidak asing. Sepertinya sering wara wiri di media sosial.
Bella menoleh ke belakang, sesaat sebelum meninggalkan rumah mantan suaminya. Ada senyum puas tersimpul di sudut bibirnya, menyaksikan mereka yang melongo melepaskan kepergiannya.
"Jalan, bawa kita ke rumah." ucap Gavin dengan suara beratnya. Tanpa diperintah dua kali, Martin segera meninggalkan tempat yang telah memenjarakan Bella selama lima tahun ini.
"Kamu tidak apa-apa?" Tanpa berpaling ke belakang Gavin bertanya. Lewat kaca spion dia melirik Bella yang sepertinya masih shok.
Tadi Dokter Sherly menelepon Martin, asistennya kalau Bella menyetujui isi perjanjian kontrak. Itulah sebabnya dia datang menjemput. Tidak di sangka, calon ibu anaknya telah dirudapaksa. Untung saja kedatangan mereka tepat pada waktunya.***