"Alvaro, kalau kau masih menganggap dirimu anak ayah, maka turuti perintah ini. Ayah tak perduli bagaimana caranya-kau harus menikahi wanita itu. harga diri keluarga ini lebih penting dari egomu!"
---
" Bisakah kau bertahan, demi aku demi kita atau demi anak itu."
" Itu bukan pilihan karena dari awal memang akulah yang salah, aku lah penjahatnya, orang-orang tetap akan tau bahwa akulah pelakornya"
"Jangan tanya kenapa aku tinggal. Tanyakan kenapa hatiku tidak bisa pergi."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lulu yuningtias, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 4
Suara dentuman musik bergema, lampu warna-warni menari di dinding, dan aroma alkohol bercampur parfum mahal memenuhi udara. Nayla berdiri di sudut bar, mengenakan dress hitam seksi dan riasan tipis. Malam ini ia ingin mencoba bertemu dengan pemilik club. Ia ingin meminta bantuan nya.
"Hidup memang keras, Nay. Apalagi untuk orang seperti mu" ucapnya sambil menghembuskan nafas lelah.
Ia tak punya pilihan. Dia harus mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya untuk oprasi ibunya. Yang entah sampai kapan akan terkumpul.
---
Di sudut VIP lounge, seorang pria baru saja tiba. Jasnya elegan, tatapannya tajam, dan wajahnya menebar aura orang penting. Dia adalah Alvaro.
Dia datang bukan untuk bersenang-senang, tapi memenuhi undangan teman-teman nya. Meski hatinya sedang kacau karena pertengkaran ibunya dan Dina, ia tetap menjaga wibawa.
"Waaah, siapa ini yang datang?. Tuan Alvaro yang terhormat". Sahut salah-satu temannya yang bernama Diki. Diki terkenal dengan sifat playboy nya.
"Ku kira kau tidak akan datang". Fabian menimpali ucapan Diki.
Mereka berdua adalah sahabat Alvaro dari zaman sekolah. Mereka bertiga adalah anak dari orang-orang yang terpandang di kota ini. Diki yang seorang pengusaha mewarisi usaha keluarga nya. Fabian yang mana keluarganya berkecamuk di dunia kesehatan. Dia sekarang direktur dirumah sakit tempat Alvaro bekerja.
Tanpa menghiraukan kedua sahabatnya Alvaro langsung duduk. "Mana minumannya?"
"Waahh, kau lagi ada masalah.! Dengan pasien, dengan Dina atau dengan ayahmu...?" Diki yang seorang pecicilan langsung merasa penasaran dengan kelakuan Alvaro yang tak seperti biasanya.
Alvaro mengernyit kesal dan memberikannya tatapan tajam.
"baiklah,,, baiklah.. Slow man, aku akan memanggil seseorang untuk mengambilkan kita minum" kata Diki Yana memang dari dulu takut dengan tatapan Alvaro.
---
"Nay, bisa antarkan minuman keruang sana!" menunjuk ruang VIP, tempat dimana Alvaro dan temannya berkumpul
Nayla tersenyum kikuk. “Iya, Mba…”
Tok Tok Tok
"Masuk"
Nayla melangkah masuk dengan santainya. Dibawah tatapan semua orang dia berjalan dengan anggun dan ditangannya terdapat Napan yang berisikan minuman pesanan Diki tadi. Nayla menuangkan minum ke gelas mereka satu-persatu
"Aku tidak pernah menyangka, bahwa aku akan menemukan gadis yang sangat cantik di club malam ini.." gumam Diki mencoba mendekati Nayla
"Sini ku bantu sayang, tanganmu yang halus itu tidak seharusnya di pakai untuk menuangkan minuman untuk mereka-mereka itu". Sambil menunjuk Alvaro dan Fabian
"Nggak apa-apa tuan, ini memang tugas saya". Nayla merasa risih karena pria ini berusaha untuk menyentuh tangannya
"Berengsek". Alvaro langsung berdiri kesal.
“Aku kan sudah mengatakan bahwa tidak ada yang namanya wanita!”. Perkataan Alvaro berikutnya berhasil berubah suasana didalam ruangan itu.
"Maaf bro, aku lupa. Tapi kan, dia hanya pelayan yang mengantarkan minum".
Alvaro melihat Nayla dari atas sampai bahwa.
" Mana ada pelayan yang menggunakan pakaian seperti ini!. Dia mungkin pel...r bekedok pelayan.." Alvaro melihat Nayla seperti melihat kotoran
Deg
kalimat itu berhasil menampar Nayla. Bahwa tidak ada wanita baik-baik yang akan bekerja di club malam. Tapi dia nggak punya pilihan kan..!!
"Maaf tuan, kau sudah keterlaluan. Kau seharusnya tidak menilai orang dari penampilannya..! Jika aku tidak berpikir tuan tamu di tempat ini. Sudah kutampar mulutmu itu". Jawab nayla berapi-api.
"Trik murahan". gumam Alvaro meninggalkan ruang VIP itu
"Apa katamu..?". Nayla ingin sekali menendang kaki laki-laki brengsek yang seenaknya menilai dirinya itu
Diki berusaha mengejar sahabatnya itu, “Kau baik-baik saja?”
“Sudah malas di sini,” ucap Alvaro dingin. “Tempat ini isinya sampah semua.”
Ia meminum whisky-nya dengan cepat. Tapi hatinya terasa makin kosong.
biar enak aja kak bacanya.... mnulis itu selain mmbtuhkn kreatifitas tinggi tp tata bahasa jg hrs dprhtikn, shgga mnjadi bacaan yg enak d baca..
Aku udah mampir. Jangan lupa mampir juga