NovelToon NovelToon
Dosenku Ternyata Menyukaiku

Dosenku Ternyata Menyukaiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Dosen / Beda Usia / Diam-Diam Cinta / Romansa / Slice of Life
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Luckygurl_

Camelia Sasongko punya segalanya, rumah megah, dan hidup yang tampak sempurna di mata siapa pun. Tapi di balik gemerlap itu, ia menyimpan kesepian yang tak bisa dibeli dengan apa pun.

Hingga sebuah pertemuan lewat aplikasi dating menghadirkan sosok asing yang perlahan memberi warna dalam hidupnya. Lelaki itu hadir tanpa nama besar, tanpa latar belakang yang jelas, tapi bisa membuat Camelia merasa, di anggap.

Tanpa ia tahu, ada seseorang yang telah lebih dulu menaruh perhatian, Girisena Pramudito, dosen muda yang dikenal perfeksionis dan karismatik. Dalam diam, ia menyimpan rasa, menyaksikan Camelia dari jauh, dan tak pernah punya keberanian untuk mendekat.

Saat dua dunia mulai bersinggungan, yang nyata dan yang hanya lewat layar, Camelia harus memilih, pada siapa hatinya benar-benar ingin bersandar?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Luckygurl_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Stalker, Sena

Pekerjaan cukup menumpuk malam ini. Tugas koreksi esai mahasiswa, menyiapkan rubrik penilaian tugas akhir, serta menyusun bahan presentasi untuk kuliah minggu depan benar-benar menyita energi Sena. Sesekali, ia memegangi tengkuknya yang terasa pegal karena terlalu lama menunduk di depan layar.

“Ya Tuhan... capek juga, ya,” gumamnya sambil menguap panjang.

Pandangan matanya jatuh pada cangkir kopi yang sudah kosong. Ia berdecak pelan. “Masa harus bikin kopi lagi? Bisa-bisa aku nggak tidur malam ini.”

Tapi pekerjaan belum selesai. Beberapa dokumen akademik dari sistem kampus juga perlu ia unggah sebelum tenggat besok pagi, dengan berat hati, ia beranjak dari kursi kerjanya menuju dapur.

Unit apartemennya tergolong luas untuk ukuran satu orang. Suasananya tenang, tertata rapi, dan cukup nyaman untuk melepas penat. Bagi Sena, tempat itu adalah satu-satunya ruang di mana ia bisa berpikir jernih, jauh dari hiruk pikuk dunia akademik yang terkadang terlalu kaku.

Sena adalah dosen Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Universitas Avanya, kampus swasta elite ternama yang terletak di jantung kota. Selain aktif mengajar, ia juga memiliki sebuah coffee shop kecil di pusat kota. Bukan usaha besar memang, tapi tempat itu ramai dikunjungi anak muda karena desain interiornya yang estetik dan rasa kopinya yang kuat.

Sena mendirikan bisnis itu bukan semata untuk mencari keuntungan, melainkan karena kegemarannya yang besar terhadap kopi. Sebagai seorang coffeeholic, Sena merasa akan lebih puas jika bisa ngopi sepuasnya di tempat miliknya sendiri.

Dengan cangkir kopi kedua di tangan, ia kembali duduk di ruang kerjanya. Tumpukan kertas dan laptop terbuka menunggu untuk disentuh. Tapi entah mengapa, fokusnya justru mulai goyah.

Wajah Camelia tiba-tiba melintas di benaknya, mahasiswa jurusan Fashion Design yang tadi pagi memberinya tumpangan. Sebuah kenangan sederhana, tapi justru terlalu membekas.

Sena menyandarkan punggungnya ke kursi. “Aku yakin, waktu Tuhan menciptakan Camelia... suasana hati-Nya sedang sangat baik,” gumamnya pelan, lalu tertawa kecil oleh pikirannya sendiri. “Pantas saja, semuanya terasa begitu pas. Senyumnya... terlalu sulit dilupakan.” Ia kembali menghadap layar laptop. Tapi konsentrasinya tidak utuh lagi. Bukan karena lelah, tapi karena ada seseorang yang diam-diam mulai mengisi ruang kosong dalam pikirannya.

Sena mencoba kembali fokus. Tapi sejak memikirkan Camelia, pikirannya justru melayang ke arah yang lain. Ia memijat pelipisnya, lalu tanpa sadar menggerakkan kursor ke tab lain. Jari-jarinya membuka laman media sosial, awal niatnya hanya iseng, barangkali bisa menyegarkan pikiran.

Tapi ternyata, bukan sekadar iseng. Tanpa sadar, ia mengetik, @cameliasasongko, akun mahasiswa yang ia kagumi. Begitu halaman terbuka, ia mendapati tampilan akun dengan estetika yang menenangkan. Dominasi warna merah burgundy, kutipan dari buku, cuplikan desain, dan tentu saja, wajah Camelia. Ada satu unggahan story baru yang membuat jari Sena berhenti sejenak.

"Hari ini cukup padat, tapi kopi selalu jadi teman baik. ☕✨"

Story itu menampilkan meja kerja Camelia dengan beberapa sketsa desain, pensil warna, dan secangkir kopi hitam.

Sena menyipitkan mata. Jadi dia suka kopi, juga, batinnya. Bibirnya terangkat, membentuk senyum tipis yang tidak ia sadari. Ia menggeser layar ke bawah, melihat beberapa unggahan Camelia yang bersifat publik. Ada potongan tugas yang sempat ia nilai beberapa waktu lalu. Gaun dengan aksen vintage-modern, konsep sustainable fashion, dan salah satu caption-nya menarik perhatian Sena.

'Ingin merancang sesuatu yang bisa menyentuh, bukan hanya dilihat.'

Sena terdiam.

Sama sepertiku, batinnya. Ia pun membatin ulang kalimat itu. Ingin menyentuh, bukan hanya dilihat. Kalimat yang sederhana, tapi dalam. Ia menutup laptop sejenak, membiarkan kepalanya bersandar ke sandaran kursi.

“Kenapa harus dia? Mahasiswaku sendiri. Ini tidak etis, Sena.” Tapi kalimat itu lebih seperti peringatan yang ia abaikan. Ada ketertarikan yang perlahan tumbuh, bukan dari fisik semata, tapi dari sisi Camelia yang terasa berbeda.

Sena meneguk kopinya sekali lagi, kini terasa lebih pahit dari sebelumnya. Ia kembali menyalakan layar laptop, tapi bukan untuk melanjutkan pekerjaannya.

Matanya kembali tertuju pada foto Camelia yang sedang memakai gaun merah, dengan bunga kecil yang diselipkan di daun telinga, cantik dan juga mempesona dengan caption, Senorita.

Bibirnya kembali mengulas senyum, Sena bener-bener ingin mengenalnya lebih jauh. Bukan sebagai dosen kepada mahasiswa, tapi sebagai seorang pria kepada seorang perempuan yang entah sejak kapan, mulai mencuri perhatiannya.

......................

Keesokan harinya. Sore mulai merayap pelan, menelan cahaya matahari yang sebentar lagi tenggelam. Di salah satu sudut kampus, tepatnya Studio Kriya Mode, Camelia tengah sibuk merapikan bahan-bahan desainnya.

Studio itu merupakan ruang praktik mahasiswa jurusan Fashion Design untuk mengeksplorasi desain busana secara langsung, mulai dari sketsa, pemilihan kain, hingga prototipe pakaian.

Suara mesin jahit dari sudut lain menyatu dengan irama langkah-langkah kaki mahasiswa yang mulai berkemas. Tapi Camelia belum berniat pulang. Tangannya masih sibuk menyusun ulang moodboard, kolase inspirasi visual untuk tugas proyek desain koleksi busana musim semi.

Namun, ketenangan itu pecah seketika.

“Pak Sena! Astaga!” seru Camelia, nyaris melompat dari tempat duduknya saat melihat sosok pria tinggi berjas abu yang muncul di ambang pintu studio.

Langkah Sena berhenti sesaat. Ia menyunggingkan senyum tipis, mencoba menjaga sikap profesional sebagai seorang dosen, dadanya bergetar karena tatapan terkejut gadis itu. Cantik sekali ekspresinya. Bahkan terkejut pun terlihat menggemaskan, batinnya tak bisa mengelak.

“Maaf kalau kedatangan saya mengejutkan,” ucap Sena, tangannya menyelipkan map tipis ke balik jas.

Camelia masih sedikit bingung. “T-tidak apa-apa, Pak. Saya hanya tidak menyangka,”

Sena melangkah lebih dekat, memperhatikan ruangan yang dikelilingi papan referensi mode, boneka manekin, dan lembar-lembar kain berbagai tekstur.

“Kamu belum pulang?” tanyanya, matanya menatap lembar moodboard yang masih terbuka di meja Camelia.

“Belum, Pak. Saya ingin merapikan sedikit tugas proyek koleksi untuk Fashion Project Class. Minggu depan sudah harus dikumpulkan,” jelas Camelia sambil berdiri kikuk.

Sena mengangguk. “Saya tahu itu tugas berat. Tapi kamu terlihat menikmati prosesnya.”

“Sedikit stres, tapi cukup menyenangkan,” jawab Camelia sambil tersenyum canggung.

“Kalau boleh jujur, saya kesini karena ingin melihat seperti apa proses kerja mahasiswa yang sempat membuat saya terkesan, sejak pagi kemarin.” ujar Sena.

Camelia menoleh, matanya membulat pelan. “T-terkesan, Pak?”

Sena menyadari dirinya nyaris tergelincir terlalu jauh. Ia buru-buru merapikan nada bicaranya. “Maksud saya... tanggapanmu yang tenang dan inisiatifmu menolong kemarin. Tidak banyak mahasiswa yang seperti itu.”

Camelia mengangguk pelan. “Terima kasih, Pak. Saya hanya melakukan apa yang menurut saya seharusnya dilakukan.”

Sena mengangguk dan tersenyum. Alasan sebenarnya datang ke studio ini bukan hanya untuk melihat tugas, atau menghargai pertolongan Camelia. Ia rindu, rindu melihat senyum itu dan rindu mendengar suara lembutnya yang tak dibuat-buat.

“Jadi... kamu biasanya bisa ngopi pukul berapa, Camelia?” tanya Sena, menatap gadis di depannya.

Camelia mengerutkan kening, bingung. Pandangannya menyapu sekeliling studio, memastikan tidak ada orang yang terlalu memperhatikan mereka. Ini maksudnya ngajak aku ngopi? Atau cuma pertanyaan basa-basi? batinnya meragukan.

Melihat Camelia belum juga menjawab, Sena kembali membuka suara, “Jadi, bagaimana? Kamu belum menjawab, Camelia.”

“Pak...” Camelia mendongak menatapnya. “Saya tidak salah dengar, kan? Ini... Pak Sena mengajak saya ngopi?”

Sena mengangguk, tetap mempertahankan ketenangan wajahnya meski hatinya sedikit berdebar. “Anggap saja ini bentuk balas budi karena kamu sudah menolong saya kemarin dan, satu hal penting, saya tidak menerima penolakan.” Ia menyunggingkan senyum tipis. “Karena jika ditolak, saya bisa sangat sedih.”

Camelia spontan melirik arlojinya. Jarum jam menunjuk ke angka empat lewat sepuluh. “Sekitar tiga puluh menit lagi kelas saya selesai, Pak,” jawabnya jujur.

“Baik, kalau begitu...” Sena menangguk, “Setelah itu, kita ngopi.” Tanpa menunggu tanggapan lebih lanjut, ia pun berbalik meninggalkan studio. Tidak ada kalimat pamit, hanya langkah tenang yang menjauh.

Camelia masih berdiri di tempat, memandangi punggung dosennya dengan ekspresi tak percaya. Ia tidak menyangka akan mendapat ajakan seperti itu dari seorang Sena, dosen idola kampus yang dikenal karismatik dan nyaris tak pernah terlihat terlalu dekat dengan siapa pun.

Beberapa mahasiswa di studio sempat melirik ke arah Camelia, tatapan mereka jelas menyimpan rasa ingin tahu. Tapi bagi Camelia, pandangan orang bukan hal yang perlu dipusingkan. Selama ia tahu batas, mengapa harus peduli?

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!