Kepergok berduaan di dalam mobil di daerah yang jauh dari pemukiman warga membuat Zaliva Andira dan Mahardika yang merupakan saudara sepupu terpaksa harus menikah akibat desakan warga kampung yang merasa keduanya telah melakukan tindakan tak senonoh dikampung mereka.
Akankah pernikahan Za dan Dika bertahan atau justru berakhir, mengingat selama ini Za selalu berpikir Mahardika buaya darat yang memiliki banyak kekasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5.
"Tidak bisa begitu, mas." Za keberatan dengan syarat yang diajukan oleh Mahardika. Jika ia menerima syarat dari Mahardika otomatis rumah tangga mereka akan berlangsung minimal sembilan bulan, sedangkan Za ingin segera menyudahi pernikahan ini. Selain itu, jika ia harus memberikan seorang anak untuk Mahardika secara otomatis mereka harus bercinta, bukan?.
"Terserah...semua keputusan ada di tangan kamu! silahkan mempertimbangkannya, kamu punya banyak waktu untuk itu!." jawab Mahardika, sebelum sesaat kemudian menghidupkan mesin mobilnya. Kini kereta besi berwarna hitam tersebut mulai bergerak meninggalkan area parkiran bandara.
Mahardika membawa Za kembali ke rumah.
Setibanya di rumah, kedatangan Za di sambut wajah cemas mama Riri yang sejak tadi nampak mondar-mandir di teras depan.
"Zaliva...." Mama Riri mengayunkan langkah menghampiri Za yang baru saja turun dari mobil dan sesaat kemudian disusul oleh Mahardika.
"Kamu dari mana saja, sayang? Mama sangat mencemaskan kamu, Zaliva." Tanya mama Riri setelah melerai pelukannya pada Za.
Za tak langsung menjawab, gadis itu nampak bingung harus memberi jawaban seperti apa. Tidak mungkin ia jujur pada ibu mertuanya jika tadi ia berniat kabur, ingin kembali ke Surabaya. Itu pasti akan membuat mama Riri sedih dan juga kecewa padanya.
"Tadi Dika meminta sopir kantor menjemput Za di depan gerbang rumah, soalnya Dika ingin mengajak Za mencari cincin pernikahan, mah. Maaf sudah membuat mama cemas." Dika terpaksa berdusta untuk menutupi tindakan Za. Mahardika tidak ingin sampai istrinya terlihat buruk dihadapan ibunya.
"Kamu ini benar-benar ya... hampir saja mama spot jantung, mama pikir Za kabur dari rumah." mama Riri sampai melayangkan tatapan tajam pada putranya.
Mendengar itu, Za sontak mengalihkan pandangan pada Mahardika. Ada perasaan bersalah dihatinya karena sudah membuat ibu mertuanya cemas.
"Mana cincinnya, sayang?." imbuh mama Riri dan itu membuat Za jadi gelagapan. Pasalnya, tadi ia ditemukan hendak kabur dari kota ini oleh Mahardika, bukannya benar-benar mencari sebuah cincin seperti yang diucapkan suaminya. Untungnya saat kabur tadi Za tidak membawa koper, gadis itu hanya membawa tas Selempang, dompet, serta ponselnya sehingga mama Riri percaya begitu saja dengan alasan putranya.
Berbeda dengan Za, Mahardika justru terlihat tenang-tenang saja, merogoh saku jasnya guna mengeluarkan sesuatu dari dalam sana.
Deg
Za terpaku melihat Mahardika mengeluarkan sebuah kotak berwarna merah berisi sepasang cincin dari saku jasnya.
"Waaaah..... cantiknya.... Cincinnya cantik sekali, selera menantu mama memang tidak perlu diragukan lagi."
Za hanya bisa mengulas senyum kaku ketika mendengar pujian dari ibu mertua. Dalam hati, Za jadi bertanya-tanya, sejak kapan Mahardika menyiapkan sepasang cincin tersebut. gadis itu lantas mengulurkan tangannya ketika Mahardika menadahkan tangannya. Kini cincin berlian dengan satu buah permata dibagian tengahnya tersebut sudah disematkan Mahardika di jari manis Zaliva. Dan atas permintaan dari ibu mertua, Za pun menyematkan pasangan dari cincin yang tersemat dijari manisnya, pada jari manis Mahardika.
Setelahnya, Mahardika dan Za pamit ke kamar.
"Sejak kapan mas menyiapkan cincin itu?." tanya Za setibanya mereka dikamar.
"Sejak kapan itu tidaklah penting, yang terpenting cincin itu memang mas siapkan untuk kamu." jawab Mahardika.
Sebenarnya Mahardika enggan kembali ke kantor, ia khawatir Za akan berusaha kabur lagi dari rumah, akan tetapi pekerjaannya di kantor tak bisa dibiarkan begitu saja sehingga mau tak mau Mahardika tetap harus kembali ke kantor.
"Tunggu....!" seru Za ketika Mahardika hendak memutar handle pintu kamar. Dika kembali berbalik badan ke arah Za, menunggu apa yang ingin dikatakan oleh Za.
"Aku akan mempertimbangkan syarat yang mas ajukan itu." Ujar Za kemudian berlalu begitu saja menuju kamar mandi, meninggalkan Mahardika yang masih menatap punggungnya hingga tenggelam dibalik pintu kamar mandi.
"Maafkan mas, Za. Mas tidak berniat menipumu, tapi mas tidak punya pilihan lain menghadapi keras kepala kamu." batin Mahardika sebelum sesaat kemudian kembali melanjutkan pergerakannya, memutar handle pintu dan berlalu.
Di kamar mandi, Za menyandarkan tubuhnya pada daun pintu. "Tenanglah Za...! Kau hanya perlu melahirkan seorang anak untuk mas Dika, setelahnya kau akan terbebas dari pernikahan ini.!" Gumam Za.
Sore harinya tepat pukul lima sore, Mahardika kembali dari kantor. Meskipun hubungan rumah tangga mereka tidak terlalu baik, Za tetap melakukan tugasnya sebagai seorang istri, salah satunya dengan menyambut kepulangan Dika, seperti yang tengah dilakukan Za saat ini.
"Kamu boleh bekerja jika ingin."
Za langsung menoleh mendengar perkataan Dika.
"Salah seorang sahabat baik mas direktur di sebuah rumah sakit ternama di kota ini. Kamu boleh bekerja di sana, jika kamu ingin kembali bekerja." Dika memberikan tawaran pada Za untuk kembali bekerja. Mungkin dengan memiliki kesibukan istrinya itu tidak lagi berpikir untuk kabur, begitu pikir Mahardika.
"Mas serius?." tanya Za memastikan.
"Tentu saja."
Sesuai ekspektasi Dika, gurat wajah Za langsung berubah cerah mendengar tawaran darinya.
"Jika kamu setuju, malam ini mas akan mengajakmu bertemu dengan kawan baik mas itu."
"Aku mau, mas." Za langsung mengangguk, tanpa sadar gadis itu tersenyum senang.
Singkat cerita, malam ini Mahardika mengajak Za bertemu dengan teman baiknya tersebut di sebuah restoran. Setelah menunggu sekitar sepuluh menit akhirnya Hendrik pun tiba, sahabat Mahardika tersebut tak datang seorang diri melainkan bersama sang istri tercintanya.
"Maaf sudah membuat kalian menunggu." Tutur Hendrik tak enak hati sudah membuat CEO dari Mahardika Group tersebut menunggu lama.
Dika bangkit dari duduknya menyadari kedatangan Hendrik dan juga istri tercintanya. Begitu pula dengan Za yang ikut bangkit dari duduknya, ikut berkenalan dengan sahabat baik suaminya dan wanita cantik yang datang bersamanya tersebut.
"Tidak masalah, kami juga baru sampai sepuluh menit yang lalu." Balas Dika.
Cukup Mahardika menyampaikan pada sahabatnya itu bahwa istrinya akan bergabung di rumah sakit yang dipimpin oleh Hendrik dan diiyakan oleh Hendrik. Selanjutnya, mereka pun mengobrol ringan layaknya seorang sahabat pada umumnya. The power of orang dalam, begitu pikir Za.
Di tengah obrolan ringan tersebut tak lupa Hendrik menyampaikan pada Mahardika jika sang istri tengah mengandung anak kedua mereka dan sahabat baik Mahardika tersebut pun sekedar berbasa-basi dengan menanyakan pada Mahardika dan Za, kapan mereka launching Mahardika junior.
"Secepatnya." Jawab Mahardika dengan entengnya dan itu hampir membuat Za menyemburkan minuman yang baru saja di teguk, saking kagetnya.
Setelah pukul setengah sepuluh malam, mereka pun meninggalkan restoran, kembali ke kediaman masing-masing tentunya.
Di sepanjang perjalanan kembali ke rumah, Za lebih banyak diam. Sepertinya gadis itu masih kepikiran dengan perkataan Hendrik di restoran tadi. "Tidak percuma kamu lama menjomblo, karena ujung-ujungnya dapatnya istri secantik ini." perkataan Hendrik masih terus terngiang ditelinga Zaliva.
bener nih kata papa Okta,baru juga ditinggal sebentar udah sedih...
gimana nanti jika pisah beneran...