Salah Ranjang

"Tuan, ini obatnya. Total semuanya 85000."

"Baik, ini uangnya. Ambil saja kembaliannya."

"Terima kasih, tuan."

Setelah selesai membeli obat, Victor melangkahkan kakinya keluar dari apotek dengan berjalan sedikit terburu-buru.

Saat menuju ke arah parkiran, tiba-tiba....

Dugh

"Awww..!"

Victor tak sengaja menabrak bahu seorang wanita dan membuat tas wanita itu jatuh ke bawah.

"Maaf nona, saya tidak senga--"

"Victor?" Ucapnya, dengan cepat menyela.

Seketika, Victor mematung. Ia mendengar suara seseorang yang menurutnya tak asing. Victor bahkan langsung memundurkan langkah kakinya dan sedikit menjauh.

Grep

"Aku gak salah orang, kan? Ini kamu kan Victor?" Ucapnya, dengan cepat menyetuh tangan Victor.

Entah apa yang terjadi dengan situasi saat ini, Victor hanya terdiam dan enggan menjawab ucapan wanita tersebut. Ia pun langsung menepis tangan wanita itu dan menatapnya tajam.

"Jangan menyentuhku, Risa!" Timpalnya dengan tegas.

Seseorang yang di sapa Risa itu langsung memasang wajah terkejutnya. Ia tak menyangka jika Victor akan membentaknya dan bersikap sedikit kasar.

"H-hei.. Ada apa? Kenapa kamu seperti ini? Aku kan bertanya baik-baik, aku hanya ingin memastikan jika itu kamu, Vic."

"Aku tidak ada waktu meladeni wanita sepertimu, permisi!!" Ujarnya, langsung pergi.

Tangan Risa mengepal erat. Ia tak menyangka jika Victor akan bereaksi seperti ini saat bertemu dengannya. Padahal, mereka berdua itu dulunya adalah pasangan kekasih.

"Apa isterimu tahu, jika kau hampir menjadi seorang ayah?!" Teriak Risa.

Degh

Langkah Victor kembali terhenti, ia pun dengan cepat langsung menoleh dan menatap kesal ek arah Risa. Dalam hatinya bahkan menggerutu, kenapa ia bisa bertemu dengan wanita ini lagi?

"Jangan membahas masalalu, saat ini aku tidak ada urusan lagi denganmu. Jadi berhentilah menggangguku, apalagi masuk kembali ke dalam masa tenangku!"

Risa terkekeh, bahkan ia tertawa saat mendengar ucapan Victor.

"Astaga, kita sudah hampir 2 tahun tidak bertemu lagi, dan inikah reaksimu, mantanku tersayang...?!"

Ya, Risa mantan satu-satunya Victor. Sebelum menjalin hubungan dengan Ziva, pria itu lebih dulu menjalin hubungan dengan Risa. Dan yang lebih parahnya, saat itu Risa pernah hamil, namun karena mereka berdua masih di bangku sekolah, mereka pun sepakat menggugurkan anak tersebut dari hasil hubungan gelapnya.

"Cukup, aku tidak ingin meladenimu lagi. Ingat, jangan sampai kau mengganggu pernikahanku!!" Ucap tegas Victor, memberikan peringatan.

*

*

Sedangkan itu....

Di kamar.

"Hmphhh!!"

Dengan reaksi terkejutnya, Ziva sampai melototkan matanya saat Heri sang mertua tiba-tiba menyambar bibirnya. Ziva bahkan mencoba memberontak sembari memukul pelan dada bidang Heri untuk segera melepaskan ciumannya.

Heri sadar akan reaksi Ziva, ia pun langsung melepaskan ciumannya dan menatap Ziva dengan sayu.

"A-apa yang ayah lakukan?!" Ucap Ziva, reflek menutup mulutnya.

"Ayah hanya ingin memastikan itu untukmu, jika semalam itu bukan mimpi. Kita berdua melakukannya, bahkan kau yang memimpinnya dari awal."

Mendengar fakta tersebut, Ziva langsung melototkan matanya. Ternyata benar, semalam ia sudah melakukan hubungan intim bersama mertuanya. Rasa takut dan syok kini langsung menyelimuti dirinya. Ziva mencoba untuk menyangkal, jika semua itu tidak terjadi.

"T-tidak mungkin, b-bagaimana kita bisa melakukannya, aku--"

"Kau yang memulainya. Kau masuk ke kamar dan ranjang yang salah."

Rasa panik pun tiba-tiba menghampirinya. Ziva menggigit ujung kuku tangannya dan mengingat kembali kejadian semalam.

Heri sadar akan reaksi Ziva saat ini, ia pun mencoba menenangkan menantunya, dan menggenggam erat kedua tangannya.

"Hei, tenang. Ayah tidak akan memberitahu suamimu, itu hanya sebuah kesalahan. Maafkan ayah."

"T-tapi... B-bagaimana jika aku hamil, hiks?"

Saking paniknya, Ziva pun menangis. Kali ini ia benar-benar takut. Dengan cepat Heri langsung memeluk Ziva dan mengusap punggungnya agar ia tenang.

"Apa yang harus ku katakan? Bahkan semalam aku mengeluarkannya di dalam. Dan itu pun sangat banyak. Sial, aku malah membuatnya ketakutan seperti ini."

"Tidak, kau tidak akan hamil. Sekali lagi maafkan ayah."

Heri memeluk Ziva dengan erat. Bau tubuh Ziva benar-benar membuat dirinya terangsang kembali dan teringat akan kejadian semalam. Bisa di artikan, jika Heri diam-diam sudah memendam perasaan pada menantunya.

Sretttt

"Jangan menangis lagi. Sebaiknya kamu makan, ya?!" Ujarnya, menangkup wajah Ziva.

Ziva mengangguk pelan di sela-sela tangisannya. Ia pun menatap wajah mertuanya dengan sedikit gugup.

"Aku mencintaimu Ziva!"

Ceklek