Basmara, dalam bahasa sansekerta yang berarti cinta dan tertarik. Seperti Irma Nurairini di mata Gervasius Andara Germanota, sebagai siswa anak kelas 11 yang terkenal Playboy menjadi sebuah keajaiban dimana ia bisa tertarik dan penuh kecintaan.
Namun apalah daya, untuk pertama kalinya Andra kalah dalam mendapatkan hati seseorang, Irma sudah ada kekasih, Andrew, seorang ketua OSIS yang terkenal sempurna, pintar, kaya, dan berbakat dalam non akademi.
Saat terpuruk, Andra mendapat fakta, bahwa Irma menjalani hubungan itu tanpa kemauannya sendiri. Andra bangkit dan memerjuangkan Irma agar sang kakak kelas dapat bahagia kembali.
Apakah Andra berhasil memerjuangkan Irma atau malah perjuangan ini sia-sia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keisar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 25: Pilihan Andra?
Disebuah mobil Alphard berwarna hitam bergerak, di dalamnya, terdapat dua orang pria, satu sebagai supir, dan satu penumpang di belakang, tak ada pembicaraan diantara mereka.
Andra sang penumpang, berbeda dari biasanya yang memancarkan keceriaan, hangat, senyuman, kini berubah total! Wajahnya datar, tatapannya dingin, orang biasa pun tahu kalau suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja.
"Ma," panggilnya setelah teleponnya diangkat oleh Rachel. "Dimana Alex, itu?"
"Loh?" Rachel terdengar kaget. "Kamu udah liat videonya?"
"Udah,"jawab Andra datar, nyaris tanpa emosi. "Sebelum mama kasih tau Alex dimana, mama kasih tau aku, kenapa mama ngasih kaset ini."
"Mama ngasih kaset itu karena mama mau kamu menjauh kalo ketemu dia, dia itu..." Rachel memberhentikan ucapannya, ia terdengar ragu. "Dia jadi salah satu dalang kematian papa."
Andra terdiam, ia mengepal tangan kirinya sangat kuat, membuat telapak tangannya terluka dan mengeluarkan darah, rahangnya mengeras, kebenciannya terhadap Alex, ayah kandungnya semakin besar, ralat, sangat besar. "Kenapa mama nggak aduin dia ke polisi? Kenapa diem aja?"
Rachel terdengar menghela napas. "Dia berbahaya Dra, dia punya anak buah di pemerintahan, bisa gampang keluar penjara, lagian dalang utamanya udah ditangkep."
"Ma, mama tau kan Alinea?" tanya Andra dijawab deheman oleh Rachel. "Janeth itu Alinea, alesan dia tiba-tiba ilang karena di pukulin sama Alex."
"Dra, jang—" sebelum Rachel menyelesaikan ucapannya, Andra duluan menukas dengan nada tinggi. "Nggak ma! Bajingan itu sama anaknya, Andrew udah nyakitin orang-orang yang aku sayang."
Andra menutup telepon sepihak, ia melempar ponselnya ke kursi penumpang disampingnya. "Argh!" ia menggebrak kursi disampingnya, sang supir hanya melihat dari kaca tengah,
Hanya ada api amarah yang berkobar dari mata Andra, supir yang umurnya hampir setengah abad itu menghela napas. "Kenapa den?"
"Gak apa-apa pak," balas Andra ketus.
"Saya gak tau kamu ada masalah apa, tapi usahakan jangan membentak ibumu," ucap supir memberi nasihat. "Mau gimanapun, orang tua yang menyebalkan bagimu itu adalah orang yang sama yang menyebokimu, memberimu susu, dan lain-lain."
“Pak, bapak ngapain nasehatin saya?” Andra tampak kesal. “Emang bapak ngerasain apa yang saya rasain?”
Si supir menghela napas. “Saya pernah di posisi kamu, orang tua terlalu mengekang, bikin saya melawan, tapi… itu ngebuat ibu saya meninggal akibat sakit jantung, dan saya pun gak sempet minta maaf.”
si supir melirik dari spion tengah. "Jawab pertanyaan bapak, kamu udah ngelakuin apa sama ibumu? Apa yang sudah kamu gantikan atas rasa capek, lelah yang ia dapatkan selama mengurusmu?"
Andra terdiam, benar, Rachel sangat baik padanya, walaupun bukan darah dagingnya, ia dengan sabar mengurus Andra, tapi... Andra membalasnya dengan masalah.
............
Tak terasa jalan-jalan sudah berakhir, dan kini Andra dalam perjalanan ke rumahnya. Setelah dinasehati supir, Andra menjadi lebih pendiam, bingung harus bagaimana, balas dendam seseorang yang katanya 'ayah' tapi malah membuatnya tak bahagia, atau menurut pada seorang wanita yang bukan siapa-siapanya tapi mengurusnya?
"Den," ucap supir memecahkan lamunannya, kini mereka telah sampai dirumah Andra, Andra buru-buru ingin melepaskan sabuk pengaman, tapi. "Aden jangan lupa nasehat saya ya."
Andra tersenyum kecil menatap supir. "Iya pak, makasih ya udah sadar in saya, semoga bapak rezeki ngalir terus," melihat supir itu ikut tersenyum Andra keluar dari mobil. "Assalamualaikum."
"Walaikumsalam," balas supir sebelum menjalankan mobil.
Andra berlari kecil, ia terhenti didepan pintu, deg-degan rasanya, takut Rachel marah, takut ia kembali membuat Rachel kecewa. Andra menggeleng, menepis pikiran-pikiran itu.
Telunjuk dari tangan kanannya menekan bel, dua detik, empat detik, lima detik. Tidak ada jawaban, okay mungkin penghuni rumah sedang sibuk, tak ada waktu untuk membukakannya pintu, atau mungkin... mereka lupa kalau hari ini Andra pulang?
Andra mencoba mendorong pintu itu, benar apa kata pikirannya, pintu itu tak dikunci, ia menongolkan kepalanya, biasanya Alvaro, pria yang sudah berkepala tiga itu mengerjakan tugasnya di ruang tamu, ditemani matahari sore yang cahayanya menembus dari balik jendela.
"Loh?" bingung Andra ketika melihat ruang tamu yang kosong, hanya ada kegelapan dan sedikit cahaya sore menembus tirai yang ditutup rapat.
Andra masuk total, menutup pintu. Untuk pertama kalinya, rumah ini benar-benar gelap, tak ada lampu di lantai satu maupun dua, namun terlihat sedikit cahaya di ruang makan. "Mungkin mama sama mas Varo lagi makan bareng," pikirnya, ia berlari menuju ruang makan.
"Ma," Andra memanggil Rachel sembari berlari, namun tak ada jawaban, ketika sampai di ruang makan, ia hendak memanggil Rachel. "Ma—"
Duar!
Dua buah confetti meledak didepan matanya, efek confetti melayang di udara, mengguyur Andra yang terdiam. "Selamat datang!" seru Rachel sebelum akhirnya memeluknya.
"Akhirnya pulang juga kamu," Rachel bernapas lega.
Andra balas memeluk Rachel, ia tampak kaget, Rachel terlihat tidak sedih, marah, atau kecewa, wanita yang bentak itu justru bersikap biasa-biasa saja, bersikap selayaknya ibu yang rindu pada sang putra. "Iya ma... aku kangen sama mama," Andra merasa terharu.
Rachel melepaskan pelukannya, jarinya yang lentik mengusap air mata Andra yang keluar di ujung mata kanannya. "Kenapa kamu nangis, sayang?"
Andra menggeleng. "Nggak ma, aku keinget waktu dulu mama sama papa nyabut aku pulang dari persami."
"Jadi cengeng kamu Dra," beo Alvaro, membuat sang ponakan menatapnya jengkel. "Kenapa? Mas salah?"
"Serah!" ketus Andra, matanya menatap meja makan, terdapat banyak sekali makanan yang ia suka, mulai dari es teh, nasi uduk, orek tempe, telur balado, dan masih banyak lagi,
"Banyak banget ma," kaget Andra.
"Iyalah," Rachel menarik tangan Andra untuk duduk. "Kamu tau kan kalau kamu nggak pulang sehari aja, udah bikin mama khawatir, ini tanda rasa syukur kamu pulang dengan selamat, kamu nggak suka di rayain?"
Andra memasang wajah ragu-ragu. "Suka sih, tapi entar kalo aku ulang tahun, nggak dirayain," wajahnya berubah menjadi cemberut.
Rachel terkekeh sembari memberantakkan rambut Andra. "Oh, jadi anak mama mau dirayain ulang tahunnya? Bilang dong sayang."
"Biling ding siying," Andra tampak kesal. "Setiap mau ulang tahun aku bilang ke mama, tapi mama lupa mulu."
"Oh iya?" Rachel tampak merasa bersalah. "Maafin mama ya, kamu kan tau kerjaan mama banyak."
"Nggak usah minta maaf ma," tolak Andra, ia menggenggam tangan Rachel. "Aku nggak apa-apa kok ulang tahun nggak dirayain, asalkan mama aku yang paling cantik ini sehat-sehat terus."
Rachel mencubit ujung hidung Andra. "Ih, sejak kapan anak mama rajin gombal? Kayak papanya aja."
"Dari dulu ma," Andra memegang ujung hidungnya yang sedikit memerah. "Cuma baru sekarang aja berani gombalin mama."
"Hei," Andra dan Rachel menengok ke sumber suara, Alvaro yang duduk di ujung meja memasang ekspresi kesal. "Nggak dulu, nggak sekarang, tetap aja mas yang jadi nyamuk," Andra dan Rachel mendengarnya.
"Udah-udah," kesal Alvaro. "Ayo doa, nanti keburu dingin makanannya."
Andra dan Rachel mengangguk. "Doa dengan agama dan kepercayaan masing-masing, berdoa dimulai,"Alvaro dan Andra mengadahkan tangannya, sedangkan Rachel menggenggam kedua tangannya.
Tak nyangka tak disangka, porsi untuk mengasih sekumpulan anak yatim itu bisa dalam waktu sejam oleh tiga orang. Rachel kini sedang mencuci alat makan, Andra sedang mengumpulkan piring kotor, sedangkan Alvaro keluar, ijin merokok katanya.
Andra menaruh segunung piring itu ke wastafel. "Ini ma," ia berbalik badan dan berjalan meninggalkan Rachel.
"Kamu masih mau bales dendam?" tanya Rachel, menyebabkan langkah Andra terhenti.
"Aku... aku belum mikirin ma," Andra berbalik badan, menatap wanita berpunggung ramping yang masih fokus mencuci. "Mama mau ngasih aku waktu kan?"
Rachel mematikan keran, ia menengok. "It's okay, mama terima semua keputusan kamu, kalau mau bales dendam, mama akan bantu sebisa mama, tapi kalau nggak, mama akan ngelindungin kamu," ia tersenyum, menghangatkan hati Andra yang penuh kebimbangan.
To be continue