Deva, seorang gadis petakilan yang menjadi anggota bodyguard di salah satu perusahaan ternama. Meski tingkahnya sering kali membuat rekannya pusing, namun kinerja Deva tak bisa di ragukan. Pada suatu malam, Deva yang baru selesai bertugas membeli novel best seller yang sudah dia incar sejak lama.
Ketika dia sedang membaca bagian prolog sambil berjalan menuju apartemennya, sebuah peluru melesat tepat mengenai belakang kepalanya dan membuatnya tewas.
Hingga sebuah keajaiban terjadi, Deva membuka mata dan mendapati dirinya menjadi salah satu tokoh antagonis yang akan meninggal di tangan tunangannya sendiri. Akankah kali ini Deva berhasil mengubah takdirnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eka zeya257, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Malam mulai merayap, membungkus rumah dengan nuansa tenang yang di selingi suara detak jam. Deva, dengan langkah ringan, turun dari kamar menuju ruang makan, sebab perutnya sudah keroncongan sejak tadi.
Namun, saat ia baru saja melangkah memasuki ruang makan, suara tegas ayahnya menginterupsi suasana malam yang damai.
"Deva! mulai sekarang, kamu di larang makan di sini, makanlah di dapur!" seru Dion, nada suaranya penuh peringatan.
Ekspresi wajahnya menunjukkan ketidakpuasan, seolah ruang makan adalah tempat terlarang untuk putrinya malam ini.
Deva, yang di kenal dengan sifatnya yang keras kepala, hanya melirik sejenak. Dengan semangat membara, ia bergerak cepat menuju meja, meraih sepiring lobster yang menggiurkan dan satu piring ayam goreng yang masih mengepul. Dalam pikirannya, rasa lapar lebih penting dari pada mengikuti perintah ayahnya.
"Deva! Berhenti!" teriak Dion, suaranya menggema di sudut ruangan.
Kemarahan mulai terlihat di wajahnya, dan Deva merasa jantungnya berdegup lebih cepat. Namun, ketidakpatuhannya membuatnya semakin berani.
"Kenapa sih, Dad? aku cuma mau makan!" jawab Deva dengan nada menantang, sambil mengangkat piring yang telah ia ambil.
Dion mendekat, wajahnya berkerut menahan emosi. "Kamu tidak mendengarkan! ini bukan tentang makanan, tapi tentang aturan!" bentaknya lagi, membuat suasana semakin tegang.
"Aturan? sejak kapan ada aturan yang melarang seseorang untuk makan di meja makan?" Deva bertanya dengan nada acuh tak acuh.
"Cukup! jangan membantah lagi, letakan piring itu sekarang, Dev!" perintah Dion, namun Deva tak menggubris.
Merasa ucapannya di abaikan, Dion kembali menyuruhnya. "Deva, letakan atau Daddy pukul!"
Brak!
Deva memukul meja, membuat suara ribut yang memekakan telinga. "Pukul aja kalo berani."
"Kurang ajar!" Raut wajah Dion memerah menahan marah. "Berani kamu menjawab hah?!"
Belum sempat Deva menjawab, suara lembut penuh kehangatan terdengar di telinga mereka berdua. Tatapan Deva terkunci pada sosok Sera yang baru saja muncul.
Gadis itu mengenakan piyama berwarna pink, dan pita yang mengikat rambutnya. Jika Deva belum melihat sikap aslinya, pasti ia akan menyanjung gadis itu yang terlihat sangat imut.
"Dev, ada baiknya kamu dengerin perintah Om Dion." Ucap Sera tiba-tiba.
Deva memutar kedua bola matanya malas, "Nggak usah nimbrung deh, lo nggak di ajak!"
Deva mengangkat alisnya, tampak tidak terpengaruh oleh nada kasar gadis itu. "Gue cuma berusaha membantu. Om Dion juga nggak ada maksud buruk sama lo, Dev."
"Gue nggak peduli tuh."
Dion mengalihkan pandangannya ke arah Sera, bersyukur atas kehadirannya yang tiba-tiba. "Terima kasih, Sayang. Memang kamu selalu menjadi anak yang penurut, tidak seperti putriku."
Deva mendengus begitu mendengar ucapan ayahnya, ia merasa sedikit terjepit antara dua orang yang berusaha mengatur hidupnya.
Ia mengamati Sera, kecurigaan mulai singgah di benak Deva. Setiap ia berdebat, entah mengapa sosok Sera selalu muncul meski terkadang ia hanya menjadi penonton.
Deva masih menatap tajam ke arah Sera, ketika tiba-tiba Dion melangkah mendekat. Dengan gerakan cepat, ia merebut piring yang di pegang Deva dan menaruhnya dengan tegas di atas meja makan.
Suara piring yang berbenturan dengan permukaan meja menambah ketegangan di antara mereka bertiga.
"Deva, kamu harus belajar sopan santun dari Sera," Dion berkata dengan nada tegas, berusaha meredakan suasana yang semakin panas. "Kamu perlu menahan ego dan berusaha lebih baik, jangan malah semakin membangkang."
Deva melawan pandangan ayahnya, rasa frustrasinya semakin membara. Setiap gerakan yang Deva buat, selalu terlihat salah di mata keluarganya. Entah bagaimana penulis bisa memberikan peran padanya dengan begitu menjengkelkan, hingga rasanya Deva ingin memukul kepala penulis itu.
"Sopan santun? jadi Daddy mau bilang semua ini salah aku? seharusnya Daddy tahu, sopan santun itu datang dari hati, bukan cuma dari pelajaran." Sahut Deva tenang.
Dion menggeleng, merasa putus asa. "Tidak bisa gitu, Dev. Kamu harus berusaha untuk memahami orang lain. Sera selalu bersikap baik, kenapa kamu tidak bisa menirunya?"
"Terus, siapa yang bakal memahami perasaanku aku, Dad? Daddy hanya menyuruhku untuk mengerti, tapi Daddy nggak pernah mencoba melihat dari sudut pandangku!"
"Deva! jangan kurang ajar!" bentak Dion, urat di keningnya nampak menonjol, menandakan bahwa ia benar-benar marah.
Namun, Deva tak perduli. Kini kemarahan Dion sudah menjadi makanan sehari-hari baginya, tidak hanya kedua kakaknya tapi di dalam rumah besar itu semua orang selalu menyudutkan dan melempar kesalahan padanya.
Deva mengangkat bahu, mengabaikan ucapan ayahnya. "Daddy tahu, belajar sopan santun dari orang yang nggak bisa menghargai perasaan ku, itu percuma! sopan santun akan muncul tanpa perlu belajar jika lawannya juga memiliki kesopanan. Aku hanya akan mengikuti perilaku yang kalian berikan padaku!"
Sera yang mendengar pernyataan Deva hanya bisa terdiam, hatinya terasa gundah. Sikap Deva sangat bar-bar, sesuai ucapannya ia akan terus melawan jika lawan bicaranya terus menyudutkan dirinya.
'Sial, bagaimana dia bisa berubah sejauh ini?' batin Sera merasa khawatir.
Deva merasa perdebatan mereka tidak akan berakhir dengan mudah jika ia terus ada di sana, akhirnya Deva memilih pergi kembali ke dalam kamarnya tanpa menyentuh makanan yang ada di meja.
jadi agak aneh crita nya
dan juga Daddy nya itu bukan nya sayang sama dia?
kalo memang si deva ini di fitnah dan dihina sedemikian rupa kenapa masih tetap berharap dan bertingkah sama keluarga nya?
katanya dia punya perasaan dan dia juga manusia tapi sikapnya ga sesuai sama apa yang di cerita kan
kesel banget
jdi kesannya kayak si Deva ini lebih menye menye dan agak lain yang didalam tanda kutip karakternya"kelihatan tidak sesuai sama penggambaran karakter awalnya" seolah olah di awal hanya sebatas penggambaran di awal saja
tapi tetap semangat ya authori💪