Alia merupakan wanita yang cantik dan lugu dulunya dirinya, hanya wanita polos yang mungkin bisa di bilang hanya wanita biasa dengan paras yang biasa dan tidak tertarik sama sekalia, karena alia hanya tertuju kepada keinginanya yaitu belajar, sampai dirinya bertemu dengan arnold pria yang kakak kelas tingkat 3 di banding dirinya, kakak itu sma 3 dan alia smp 3, alia menganggumi arnold layaknya pasangan sayangnya cinta alia tidak di balas melainkan hanya di permalukan di depan umum, sampai akhirnya 4 tahun sudah mereka bertemu kembali, di tempat perjodohan arnold awalnya tidak tahu siapa wanita cantik itu, sampai akhirnya dia tahu dan kaget.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScarletWrittes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 30
Tobi berhenti di tengah-tengah mereka, dan Alia sangat kaget saat melihat ada Tobi. Ia tersenyum semeringai.
“Loh, Tobi? Kamu kenapa ke sini? Bukannya kamu tadi udah pulang? Aku kira kamu udah pulang, makanya aku nggak nungguin kamu tadi.”
“Tadi aku lagi ada di perpustakaan. Terus pas aku pulang, nggak sengaja ketemu kamu. Kamu mau bareng aku nggak, atau kamu mau pulang sendiri sama si pria yang di sebelah kamu?”
“Ya udah, aku sama kamu aja. Lagian aku juga lebih suka naik motor daripada naik mobil.”
Tobi yang mendengar itu merasa menang banyak daripada Arnold. Tetapi Arnold tidak putus asa dengan tanggapan Tobi terhadapnya. Malah, hal itu membuat Arnold semakin semangat untuk mengejar Alia.
“Ya udah, ayo naik. Nih, helmnya.”
“Oke, makasih, Tobi.”
Alia sontak langsung naik ke motor Tobi. Tetapi mata Arnold terus melihat ke arah Alia. Ia tidak bisa berkata banyak kepada Alia, karena dirinya sudah bukan siapa-siapanya lagi.
---
Saat di motor
“Tobi, makasih ya. Lu udah bantuin gue. Kalau nggak ada lu, gue nggak tahu lagi deh harus minta tolong ke siapa.”
“Santai aja, itu kan kegunaan teman.”
“Bukannya lu marah sama gue ya, Tobi? Kok lu mau sih anterin gue pulang? Setahu gue, kalau lagi marah, lu nggak mau nganterin gue pulang. Ada apa nih? Lu pasti ada maunya ya?”
“Mana bisa sih gue marah sama lu? Kayaknya lu pengen banget kalau gue marah sama lu. Yang nggak mungkin lah gue marah sama lu. Gue itu nggak tega sama lu, dan mana mungkin juga gue kepikiran buat marah. Kayaknya bukan gue banget deh kalau harus marah-marah.”
Alia yang mendengar itu hanya diam saja. Ia merasa kalau dirinya sudah jahat kepada Tobi, tetapi tetap saja ia harus memperbaiki kesalahannya sebelumnya.
“Tobi, lu bisa nggak anterin gue ke tempat yang bisa kita buat ngobrol berdua? Yang tenang gitu, sambil kita nge-chill.”
“Ada sih, tapi kayaknya gue lihat mobil belakang ngikutin kita mulu nih. Gimana nih? Kayaknya mobil itu penasaran, jadi fans berat banget sama lu.”
“Iya juga ya. Kita masuk ke gang-gang kecil aja kali biar dia nggak bisa ikut. Gimana menurut lu?”
“Gue mah serahin aja ke tuan putri. Terserah tuan putri sih. Kalau tuan putri mau, mah saya ayu. Kalau tuan putri nggak mau, ya nggak bisa dipaksa.”
Alia yang mendengar perkataan Tobi langsung tertawa sekaligus mengerutkan dahi. Ia tidak menyangka seorang Tobi bisa menyebut dirinya “tuan putri.”
“Lu ada angin topan apa sih bilang gue tuan putri? Nggak biasa aja loh orang kayak lu bisa ngomong gitu. Aneh tapi lucu. Lu masih kesel sama gue ya, makanya lu bilang gue tuan putri? Ngaku lu, kalau emang masih kesel sama gue, nggak usah dipendem-pendem. Nanti meledak, susah.”
“Emangnya kelihatan banget ya kalau gue mendem-dendem? Kayaknya nggak kelihatan deh. Gue diem aja, nggak sih?”
“Tobi, kita udah kenal lumayan lama. Kalau lu masih mau main drama sama gue, lu salah orang. Gue tuh orang paling peka dan gampang kenal sifat orang. Jadi sebelum gue menggerogoti rahasia lu, mendingan lu jujur aja ke gue biar gue tahu harus bersikap gimana sama lu.”
Tiba-tiba Tobi mendadak diam. Ia tidak bisa menjawab perkataan Alia karena merasa dirinya bukan siapa-siapa untuk Alia.
“Menurut gue, benar kata lu. Lu butuh privasi, dan gue nggak bisa maksain privasi lu. Gue minta maaf ya karena udah maksa. Seharusnya gue sebagai teman nggak maksain lu, tapi harus nunggu sampai lu siap. Mungkin nggak semua privasi lu gue harus tahu. Tapi yang jelas, gue harap semua masa lalu cepat selesai. Kehadiran gue seharusnya bukan menambah beban buat lu. Maafin gue ya. Dari lu, gue belajar buat jadi lebih baik lagi.”
“Emang selama ini lu nggak baik sama gue makanya lu bilang begitu? Lagian, lu ada-ada aja deh kalau bicara. Lu tuh udah baik. Cuman mungkin gue lagi emosi tadi, jadinya gue kebawa emosi sama lu. Gue juga minta maaf ya kalau gue ada salah. Padahal kan nggak semua hal harus gue pakai emosi. Gue juga bisa bicarain pelan-pelan. Cuman ya mau gimana lagi, namanya juga cewek, apa-apa selalu pakai emosi.”
Tobi merasa arah pembicaraan mereka sangat lucu sehingga ia tidak bisa menahan tawa.
“Kok lu ketawa sih? Gue ada salah bicara ya makanya lu ketawa?”
“Enggak kok, cuma lucu aja perkataan lu. Soalnya setiap perkataan lu selalu benar, jadi gue nggak bisa jawab apa-apa. Tapi gue merasa ketika kita saling terbuka kayak gini, lebih baik sih. Daripada kita saling tertutup, bisa menimbulkan salah paham yang nggak diinginkan.”
“Lagian gue mana pernah salah paham sama lu. Lunya sendiri aja yang suka salah paham sama gue tanpa alasan. Bener nggak apa kata gue?”
“Iya deh, tuan putri yang paling benar. Saya mah cuman pengawal, selalu salah. Mau gimana lagi. Oh iya, mobil belakang udah nggak kelihatan tuh. Kita mau pergi ke tempat yang lu bilang tadi atau nggak? Tapi udah sore sih. Emangnya papa lu nggak marah kalau gue ajak lu malem-malem?”
Alia malah tersenyum mendengar perkataan Tobi, sedangkan Tobi merasa bingung dengan sikap Alia.
“Nggak kok, papa nggak marah. Tenang aja. Lagian aku udah izin, dan papa juga ngasih. Jadi nggak apa-apa. Lagian kan tempatnya deket-deket aja, nggak jauh.”
“Nggak usah deh. Gue nggak enak sama papa lu. Takutnya dia salah paham kalau gue bawa lu ke tempat aneh-aneh atau ngajak pulang malem-malem. Ntar alhasil gue malah jauh sama lu. Gue juga nggak mau kita berjauhan nggak jelas cuma gara-gara hal kecil. Buat apa juga, cuma buat ngomong doang. Next time deh kalau ada waktu, kita cerita lagi. Tapi lu harus ingat, jangan sampai lupa sama gue. Kalau lupa, nenek gue ingetin pokoknya.”
“Ya udah deh. Ngomong di sini aja, di pinggir jalan gimana? Daripada nanti gue lupa. Tapi perut gue laper sih. Kita cari makan yuk biar gue bisa inget apa yang mau gue bicarain. Soalnya lu tahu kan, kalau perut gue lapar, gue nggak bisa mikir jernih. Lu harus sadar dong kalau manusia itu butuh makan, Tobi.”
Tobi merasa itu hanya alasan Alia, tetapi ia juga senang karena bisa berlama-lama dengan Alia sehingga dirinya dapat mengenal Alia lebih dalam lagi.
Tobi sengaja menjalankan motornya dengan lambat agar bisa lebih lama bersama Alia. Saat melewati wilayah itu, mereka bertemu dengan penjual nasi goreng yang terkenal enak.