Jia dan Liel tidak pernah menyangka, bahwa dimulai dari sekotak rokok, pertemuan konyol di masa SMA akan menarik mereka ke dalam kisah penuh rahasia, luka, dan perjuangan.
Kisah yang seharusnya manis, justru menemukan kenyataan pahit. Cinta mereka yang penuh rintangan, rahasia keluarga, dan tekanan dari orang berpengaruh, membuat mereka kehilangan harapan.
Mampukah Jia dan Liel bertahan pada badai yang tidak pernah mereka minta? Atau justru cinta mereka harus tumbang, sebelum sempat benar-benar tumbuh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Avalee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEJUTAN
Tidak terasa ujian akhir menuju kenaikan kelas dua telah berakhir. Setelah beberapa minggu sebelumnya, Jia memutuskan untuk sendirian, tanpa bermain dengan teman-temannya.
Inilah alasan kedua Jia ingin menyendiri. Selain karena tidak ingin memikirkan masalah percintaan, dirinya juga harus fokus menghadapi ujian akhir.
Jia sangat bersyukur, karena tidak ada peristiwa apapun yang terjadi semenjak terakhir kali dia bersama Liel. Akhirnya, dia dapat melalui aktivitas di sekolah dengan damai.
Namun, Jia harus menarik kembali kata “damai” dalam hidupnya saat Nata mengganggu jam istirahatnya. Dia memperlihatkan Jia sebuah foto Liel dan Kay tengah makan bersama.
Foto itu Kay unggah melalui platform media sosial pribadinya dengan caption “**ma big boy or best friend?**”, sungguh menggelikan. Lebih dari 8.000 ribu, foto tersebut mendapatkan tanda disukai. Hal yang wajar, karena Kay juga aktif menjadi influencer dan pernah membintangi beberapa iklan produk kecantikan.
“Lihat juga foto Kay yang ini, penuh dengan riasan, sampai aku takut wajahnya akan terkena jerawat!!” ejek Nata dengan penuh emosi.
“Wow, dia tampak berbeda di sini, tetapi … jangan mengejeknya, itu tidak pantas!”
“Jika dia tidak pantas menerima hinaan, lalu apa ini? Dirimu terkena hujatan karena dirinya!!” Balas Nata seraya memperlihatkan isi komentar.
Komentar buruk terhadap Jia pada postingan foto berdua antara Liel dan Kay mulai bermunculan kembali. Diantara semua komentar, kata-kata “seberapa pun menariknya wanita penggoda, tetap Kay pemenangnya.” inilah yang paling menyakitkan bagi Jia.
Dadanya terasa sesak. Bukan karena melihat foto tersebut, tetapi karena perundungan melalui media sosial.
Jia berusaha semampunya untuk tidak melakukan hal aneh selama di sekolah, namun tetap saja, dia harus menerima komentar jahat kembali akibat foto sial*n itu.
Perasaan marah mengelilingi Nata. Dia mencengkram ponselnya dengan sangat keras. “Aku masih bisa mengerti jika yang menghujatmu adalah orang luar, tetapi ini???? Hampir semua yang membully adalah yang berasal dari sekolah kita, mereka mengenalmu, tetapi mengapa membencimu!!!!”
“Entahlah, lagipula komentar mereka hanyalah omong kosong, mari kita bersikap tenang terlebih dahulu.” Ucap Jia seraya memainkankan ujung tali dari tas ranselnya.
Nada bicaranya naik. Nata segera memegang kedua bahu Jia. “Ada apa ini?? Kamu tidak marah?? Jangan bilang kamu hanya akan diam saja!!!”
“Bukan begitu, hanya saja … aku sedikit bingung, ini terlalu tiba-tiba …”
Kesabaran Nata sudah habis. Dia bahkan mengepalkan tangannya, setiap ada orang-orang yang ingin mencibir mereka. “Haaa … menyebalkan!! Apa tujuan dari perempuan licik ini memposting foto dirinya dan Liel? Caption-nya pun seolah-olah menggiring bahwa mereka ada hubungan khusus! Apa Liel tidak menjelaskan apapun padamu? Jika tidak ada, biarkan aku memukulnya.”
“Jangan lakukan apapun Nat!! Aku sudah menerima caci maki akibat foto mereka berdua, jangan memperkeruh suasana lagi!”
Nata pun mengurungkan niatnya untuk membuat keributan. Dia segera duduk disebelah Jia dengan wajah cemberutnya, berusaha menenangkan dirinya sendiri sambil mengepalkan tangannya.
Disisi lain, tampak Kay berjalan menuju ruang kelas sambil diikuti teman-teman lainnya. Kay seperti kelabakan sekaligus bahagia dicecar pertanyaan akibat foto yang dia unggah di sosial medianya.
Kemudian dia melihat Jia seraya tersenyum miring padanya. Menambah kesan licik pada wajahnya. Setelah itu, dia segera membuang muka dan masuk ke kelas.
“Lihatlah ular itu, sifat aslinya mulai muncul.” Bisik Nata seraya melayangkan tatapan tajam ke arah Kay.
“Nat, tolong bersabar lah. Aku sama seperti mu, marah tidak terkira, tetapi kita tidak bisa langsung menyerangnya, terlalu tidak elegan.”
Sesungguhnya, Jia sudah muak melihat tingkah Kay. Jia berharap, pada saat kenaikan di kelas 2 nanti, dia tidak akan pernah sekelas dengan Kay, selamanya.
Pada saat yang sama, Liel keluar dari perpustakaan. Tanpa beban, dia melambaikan tangannya pada Jia dengan senyum tipisnya. Jika melihat dari tingkah lakunya, sepertinya Liel belum tahu dengan apa yang terjadi.
“Lihat si bod*h itu, apa dia tidak mengetahui berita yang telah beredar??” Ucap Nata kesal seraya menggigit bibir bawahnya.
Doris yang keluar dari ruang kelas, terlihat panik dan berusaha mencari sahabat karibnya. Dia begitu lega saat mendapati Liel yang tengah berjalan menuju ruang kelas.
Doris segera bergegas menghampiri dan menjelaskan, bahkan tampak memperlihatkan sebuah foto yang diunggah oleh Kay. Terlihat aura kemarahan yang Jia dan Nata pancarkan, sehingga sesekali Liel dan Doris melirik ke arah mereka.
Seketika wajah Liel berubah muram. Mulutnya mengatup kencang, terlihat jelas dia menahan amarah. Liel dengan langkah yang cepat segera menghampiri Jia dengan tatapan sendu, namun Nata menghalanginya.
Liel berushaa memegang tangan Jia. “Jia, ini tidak seperti—”
Jia menepis pelan tangan Liel dan perlahan menghampiri Liel, lalu mendekatkan bibirnya ke telinga kanan Liel seraya berbisik, “Terima kasih atas kejutan untuk hari ini, pria sial*n!”
“Dengarkan dulu penjelasan—”
“Apa kamu ingin aku semakin dihujat, hanya gara-gara kamu menghampiriku seperti ini? Lihatnya situasi saat ini?”
Liel terdiam membeku. Sambil tersenyum miris, Jia beranjak pergi menuju ruang kelas, meninggalkan mereka.
Pikiran Jia sangat kacau, hatinya panas terbakar karena , dia tetap berusaha tenang, tidak ingin menunjukkan emosi apapun.
Jia merasa bahwa dirinya akan semakin tertindas, jika menampakkan rasa sakit akan penderitaan yang dialaminya. Dia mencoba kuat. Semaksimal mungkin Jia berusaha untuk tidak peduli pada banyaknya bibir yang membicarakannya di ruang kelas.
Meski tidak fokus, dia tetap mengikuti pelajaran dan mencatat pekerjaan rumah untuk liburan semester. Jia hanya ingin segera pulang, mengistirahatkan pikiran dan batinnya yang semakin lelah dan tersiksa.
Jia berbicara dalam hati seraya memutar tutup pulpennya. “Aku ingin pulang … pulang … pul—”
Pembicaraannya dalam hati harus segera terpotong, saat Liel melempar bola kertas ke arahnya. Bola kertas tersebut jatuh, persis di depan buku pelajarannya.
Liel : “Sepulang sekolah nanti, mari bertemu, kita perlu bicara.”
Jia segera menoleh ke arah Liel. Dia membelalakan matanya. Tanpa bersuara dia memberi kode, kepada Liel bahwa tindakannya membuat Jia tidak nyaman.
“Aku harus melempar bola kertas itu, karena kamu tidak membalas pesanku … ” Bisik Liel dengan suara paling kecil.
"saling peluk yuk" --kata Zara.
,, suka deh puny sahabat macam Nata