NovelToon NovelToon
Naugthy My Prince

Naugthy My Prince

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / Bad Boy / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Penulismalam4

Prince play boy tingkat dewa yang sudah terkenal dengan ketampan nya, cukup dengan lirikan nya mampu membuat para kaum hawa menjerit histeris meminta Prince untuk menikahi mereka.

Suatu hari Prince mendapatkan tantangan untuk memacari siswi terjelek disekolah nya selama seminggu, namun jika ia menolak hukuman yang harus ia terima yaitu memutuskan semua pacar nya yang sudah tidak terhitung jumlah nya.
Prince mau tak mau menerima tantangan teman nya yaitu memacari adik kelas nya yang di cap siswi terjelek disekolah.

Berniat untuk mempermainkan adik kelas nya, Prince justru terjebak oleh permainan nya sendiri.

bagaimana kelanjutan nya, langsung cek sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penulismalam4, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pencarian besar-besaran

Hari ke-14 sejak hilangnya Margaret.

Dan untuk pertama kalinya, wajah gadis itu terpampang di semua layar televisi lokal, akun berita sekolah, dan bahkan pamflet-pamflet cetak yang tersebar di jalanan kota.

“Siswi SMA dinyatakan hilang secara misterius.”

“Kondisi medis kritis, waktu sangat terbatas.”

“Jika melihat atau menemukan Margaret Pratama Floresya, segera hubungi nomor darurat ini.”

Satu gedung sekolah berubah jadi posko kecil pencarian.

Guru-guru, siswa, bahkan orang tua ikut membantu.

“Semua CCTV di radius lima kilometer udah dicek?” tanya Karin dengan nada panik ke tim relawan sekolah.

“Udah, Kar! Tapi gak ada satu pun rekaman yang nunjukin Margaret keluar dari rumah sakit. Aneh banget!”

Di sisi lain kantin, Prince berdiri diam, memandangi papan informasi yang dipenuhi peta lokasi, sketsa kemungkinan rute pelarian, dan daftar rumah sakit yang telah dicek. Matanya sayu, tapi rahangnya terkunci rapat. Ia menolak istirahat, menolak pulang.

Ia hanya mau satu hal: Margaret kembali.

Gio datang dengan selebaran baru. “Temen gue yang kerja di koran lokal bakal naikin artikel tentang Margaret. Besok headline.”

“Bagus,” jawab Prince singkat.

Arkan berdiri di kejauhan, ikut membantu menggantung spanduk di depan gerbang sekolah bertuliskan:

“Find Margaret.”

Wajahnya datar. Tenang. Bahkan terlihat tulus membantu.

Tapi hanya dia yang tahu… Margaret tidak bisa ditemukan, karena Margaret ada padanya.

**

Sore hari, polisi mulai memanggil beberapa saksi.

“Dia terakhir terlihat oleh Prince,” ujar seorang petugas saat Karin dimintai keterangan.

“Prince bukan tersangka,” sahut Karin cepat. “Dia pacarnya. Dia orang pertama yang nyari Margaret saat semua orang belum panik.”

Petugas itu mengangguk. “Kami hanya melakukan prosedur. Sementara itu, kami juga mendalami kemungkinan penculikan… atau relawan medis ilegal.”

Karin mengernyit. “Maksudnya?”

“Dalam setahun terakhir, ada bebera kasus serupa—pasien penyakit kritis yang menghilang dari rumah sakit dan tak kembali.”

Karin membeku. Untuk pertama kalinya, jantungnya berdetak lebih cepat—takut bukan pada kabar hilangnya Margaret, tapi kemungkinan Margaret dibawa oleh... sesuatu yang lebih gelap.

**

Sementara itu, malam hari…

Prince duduk di kamar, menatap foto Margaret di ponselnya.

"Apa lo masih hidup?" bisiknya pelan.

"Apa lo baik-baik aja?"

"Apa lo... tahu kalau gue gak pernah berhenti nyari lo?"

Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Satu pesan masuk.

Dari nomor tak dikenal.

"Berhenti cari dia."

Prince membeku. Matanya menajam.

"Karena Margaret sekarang... tidak akan pernah kembali."

________________

Hari itu langit mendung. Udara sekolah terasa dingin dan sunyi, seolah ikut merasakan kehilangan. Di ruang OSIS, enam orang duduk mengelilingi meja besar, tatapan mereka mengarah ke satu layar ponsel.

Prince, Karin, Andrew, Bian, Gio... dan Arkan.

Ponsel itu milik Prince—dan di layar terpampang pesan misterius yang masuk pagi ini:

"Berhenti cari dia. Karena Margaret sekarang... tidak akan pernah kembali."

Karin mengusap wajahnya kasar. “Ini... ancaman. Ini bukan orang iseng. Dia tahu Margaret hilang, dan dia yakin Margaret gak akan bisa kita temuin.”

** Karin terdiam sejenak**

“Prince,” ucapnya pelan tapi serius.

Semua menoleh. Karin  mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan satu artikel berita.

“Ini pesan yang sama dengan yang lo terima, kan?” tanya Karin sambil menunjukkan pesan yang sama.

Prince mengangguk. “Iya. Sama persis.”

“Gue baru inget. Waktu polisi ngobrol sama gue… mereka bilang semua keluarga korban sebelum Margaret juga nerima pesan yang sama.”

Semua orang di meja itu langsung menegakkan punggung.

Kecuali Arkan—yang hanya menyeruput kopinya dengan wajah netral.

“Lo yakin?” tanya Bian.

“Yakin banget. Gue cek arsip tadi malam. Tiga pasien hilang di rumah sakit, semuanya punya satu kesamaan: sakit berat, hilang tiba-tiba, dan pesan dingin itu.”

Gio menyikut Andrew. “Berarti... ini bukan penculikan biasa. Ini bisa aja... semacam rantai kasus.”

Andrew menyambung, “Atau… organisasi gelap?”

Prince menatap pesan di ponselnya lagi. Lalu menatap teman-temannya satu per satu.

“Apa pun ini… kita gak bisa anggap enteng.”

Andrew bersandar ke kursi. “Bahasanya dingin. Kayak dia yakin banget... kita udah kalah.”

Bian mengepalkan tinjunya. “Makin lama gue makin yakin ini penculikan. Tapi siapa yang bisa ngelakuin segini rapinya?”

Gio menoleh ke Prince. “Lo... mau lapor ke polisi sekarang?”

Prince geleng. Matanya tajam, tapi suaranya tenang. “Kalau kita lapor, dia bisa kabur lebih jauh. Atau... ngelakuin hal lebih parah.”

Ia menunduk sesaat, lalu menoleh ke satu arah. “Arkan… lo bisa bantu gue lacak nomor ini?”

Arkan, yang sejak tadi hanya diam sambil menggenggam termos kopinya, mengangkat kepala perlahan. Tatapannya seperti biasa—tenang, kosong, tak terbaca.

“Bisa. Tapi kalau pengirimnya pinter, jejaknya bisa tipis banget. Gak janji,” jawabnya datar.

“Sekecil apa pun, coba.”

Arkan mengangguk, mengambil ponsel Prince dan menyambungkannya ke laptop. Jari-jarinya bergerak cepat di atas keyboard, mata fokus menatap layar yang menampilkan data-data enkripsi dan riwayat sinyal.

Di sisi lain meja, Karin melirik Arkan dalam diam. Seperti biasa, ekspresinya bersih. Netral. Tapi justru itulah yang membuat Karin menggigit bibir. Terlalu bersih. Terlalu netral. Terlalu tidak tersentuh.

Beberapa menit kemudian…

“Nomor ini gak pakai jaringan publik. Tapi juga bukan VPN biasa. Dia pakai sistem relay—kayak jalur gelap,” ujar Arkan tanpa ekspresi.

Gio mengangkat alis. “Jalur gelap? Maksud lo darkweb?”

“Bisa dibilang. Tapi ini level lebih dalam. Pengirimnya ngerti cara ngacak data digital... bukan pemula,” jawab Arkan santai, tanpa nada panik.

Prince mengepalkan tangan. “Berarti ini bukan orang sembarangan.”

Arkan menatapnya. “Kalau dia bisa kirim dari sistem begini... dia pasti udah siap dari jauh hari.”

**

Semua terdiam.

Kalimat itu seperti guntur yang meledak di kepala masing-masing dari mereka.

“Kalau dia udah siap dari jauh hari…” gumam Karin pelan, “Berarti... dia udah ngincar Margaret sebelum ini.”

Semua menatap satu sama lain.

Tapi tidak pada Arkan.

Karena tak satu pun dari mereka... merasa perlu mencurigainya.

Dan Arkan? Ia menatap layar laptopnya sambil mengetik lagi, lalu menutup file hasil pelacakan—karena memang tidak ada yang bisa ditemukan.

Dia sudah menghapus jejak itu bahkan sebelum pesan dikirim.

Setelah nya Karin pergi ke ruang guru, Prince berdiri di koridor, menatap langit.

“Kalau pesan itu berarti Margaret gak akan pernah kembali…

maka satu-satunya cara buat lawan itu… adalah membuatnya kembali.”

Sementara itu, dari balik jendela…

Arkan memperhatikan mereka. Wajahnya tenang.

**

Malam harinya…

Di ruang apartemen yang dingin dan sunyi, Arkan duduk sendiri di depan layar besar yang menampilkan CCTV kamar tempat Margaret dirawat.

Ia membuka kembali pesan itu di ponselnya.

Pesan yang dia sendiri kirim.

Ia membaca perlahan, lalu tersenyum pelan.

“Berhenti cari dia. Karena Margaret sekarang... tidak akan pernah kembali.”

Ia mengulang kalimat itu dengan suara rendah, nyaris seperti mantra.

“Karena Margaret sekarang… milik gue. Dan dunia gak akan pernah dapetin dia lagi.”

1
Faulinsa
apakah Arkan malaikat pencabut nyawa? duh..
penulismalam4: Duh,bahaya ni
total 1 replies
Faulinsa
Arkan tu kayak cenayang gitu kah Thor? kok tahu masa depan??
Shintaa Purnomo
lumayan bagus, tetap semangat karna menulis dan merangkai sebuah cerita itu sulit
penulismalam4: iya, makasih ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!