NovelToon NovelToon
Istri Kedua Suamiku

Istri Kedua Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Kehidupan di Kantor / Romansa / Dijodohkan Orang Tua / Suami ideal
Popularitas:33.3k
Nilai: 5
Nama Author: ARSLAMET

Sebuah keluarga yang harmonis dan hangat,
tercipta saat dua jiwa saling mencinta dan terbuka tanpa rahasia.
Itulah kisah Alisya dan Rendi—
rumah mereka bagaikan pelukan yang menenangkan,
tempat hati bersandar tanpa curiga.

Namun, kehangatan itu mendadak berubah…
Seperti api yang mengelilingi sunyi,
datanglah seorang perempuan, menembus batas kenyataan.

“Mas, aku datang...
Maaf jika ini bukan waktu yang tepat...
Tapi aku juga istrimu.”

Jleebb...
Seketika dunia Alisya runtuh dalam senyap.
Langit yang dulu biru berubah kelabu.
Cinta yang ia jaga, ternyata tak hanya miliknya.

Kapan kisah baru itu dimulai?
Sejak kapan rumah ini menyimpan dua nama untuk satu panggilan?

Dibalut cinta, dibungkus rahasia—
inilah cerita tentang kesetiaan yang diuji,
tentang hati yang terluka,
dan tentang pilihan yang tak selalu mudah.

Saksikan kisah Alisya, Rendi, dan Bunga...
Sebuah drama hati yang tak terucap,
Namun terasa sampai

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ARSLAMET, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pergi atau bertahan

Alisya bersandar di balik pintu kamar.

Udara Siang menuju menyelinap lewat celah jendela, membawa dingin yang menembus hingga tulang.

Tapi bukan itu yang membuat tubuhnya menggigil.

Ada luka yang lebih dingin daripada angin—luka di hati yang baru saja pecah.

Ia melangkah pelan ke sisi ranjang.

Ranjang itu masih rapi, seolah tak tahu apa yang baru saja terjadi.

Ia duduk di tepinya, jemarinya menyentuh bantal tempat Rendi biasa merebahkan kepala.

 “Mas…”

“Sejak kapan aku merasa sendiri dalam rumah yang kita bangun bersama? “Sejak kapan pelukanmu menjadi rutinitas… bukan kebutuhan?”

Matanya menyapu lemari di pojok ruangan.

Di sana tergantung batik kesayangan Rendi—yang biasa ia siapkan tiap Rabu pagi.

Di atas meja, jam tangan Rendi yang terakhir kali ia semir dengan penuh cinta.

Semua masih ada, tapi terasa jauh ,Terasa milik orang asing.

Ia mengambil bingkai foto atas meja kecil .

Foto keluarga kecil mereka—ia, Rendi, dan Rasya di taman , Tertawa. Tersenyum. Terlihat sempurna.

“Apa aku terlalu percaya, ya…?

Bahwa cinta itu cukup?”

“Apa aku terlalu yakin, bahwa kamu hanya butuh aku…?”

Air mata kembali jatuh. Tapi kali ini, bukan karena marah…

Melainkan karena kehilangan , Perlahan, ia merebahkan diri Wajahnya menghadap sisi ranjang Rendi.

Tempat di mana dulu suaminya biasa membisikkan doa sebelum tidur , Tempat yang kini terasa sunyi, kosong, tak bernyawa.

 “Mas… Aku ingin membencimu, tapi kenanganku terlalu penuh dengan hal-hal yang indah darimu…”

Ia memeluk guling dengan gemetar, seolah mencoba menggantikan pelukan yang kini tak bisa ia minta .

...****************...

Di ruang tamu itu, dua jiwa duduk bersisian namun terasa sejauh langit dan bumi. Rendi dan Bunga terjebak dalam diam—dua jam lamanya, hanya lamunan yang menjadi satu-satunya teman. Tak ada kata yang mampu diucap, tak ada penjelasan yang cukup untuk menyusun keping-keping hati yang berserakan.

Keheningan itu akhirnya pecah, bukan oleh suara, tapi oleh langkah kecil penuh kebingungan.

Pintu kamar terbuka pelan, dan dari baliknya muncul sosok mungil yang baru saja terbangun dari tidurnya. Dengan mata yang masih sayu, Rasya menatap ayahnya, lalu beralih pada Bunga dengan sorot yang belum mengerti apa-apa.

"Ayah... Bunda ke mana?" tanyanya, polos dan pelan, seakan tak ingin mengusik luka yang belum sembuh.

Rendi menahan napas, menunduk sebentar sebelum meraih Rasya ke pangkuannya. Ia mengusap rambut anak lelakinya dengan lembut, mencoba mengatur nada suaranya yang bergetar.

"Hmm... Bunda lagi istirahat, Nak... Tapi Ayah di sini, ya?"

Rasya mengangguk kecil, tapi pandangannya tak lepas dari arah kamar Bunda. Rasa ingin tahu yang tak terucap memimpin langkah kecilnya ke arah pintu.

Namun sebelum tangannya sempat menyentuh kenop, pintu itu terbuka sendiri.

Alisya berdiri di sana. Tubuhnya tegak, namun matanya sayu. Di tangan kirinya tergenggam tas berisi pakaian, di tangan kanannya ia menggandeng Rasya perlahan, menuntunnya masuk ke kamar lain—kamar mereka.

Rendi tertegun. Ia berdiri, lalu menyusul cepat, menghampiri Alisya yang tengah menyusun pakaian Rasya ke dalam tas kecil.

"Sayang... Sayang, jangan pergi..." suara Rendi lirih, penuh retakan yang tak tertutupi.

Alisya tak langsung menjawab. Ia menyelesaikan lipatan terakhir, lalu menatap Rendi. Air matanya jatuh diam-diam dari mata yang lelah, namun tatapannya kukuh—bukan karena benci, tapi karena luka yang tak sempat dijahit.

"Mas... beri aku ruang. Aku perlu diam. Perlu tenang. Perlu memikirkan semuanya... untukku, dan untuk Rasya."

Rendi berlutut, menggapai ujung lengan bajunya. "Aku tahu aku salah. Tapi jangan begini, Lis... Jangan , maaf Sayang "

Mendengar namanya disebut, Rasya yang sejak tadi hanya diam akhirnya bicara, suaranya kecil namun menohok. "Bunda... Ayah nangis ya? Kenapa kita kayak nggak satu rumah lagi?"

Alisya terdiam. Matanya bergetar, lalu ia duduk bersimpuh di depan Rasya, memeluknya erat.

"Sayang... kadang orang dewasa juga bisa bingung. Tapi Bunda sayang Ayah, dan Bunda sayang kamu. Sangat..."

Rasya menatap ayahnya, lalu bundanya, lalu bergumam polos, "Kalau kita semua sayang, kenapa rasanya sedih ya?"

Tangis Alisya pecah seketika. Ia mencium kening putranya dalam-dalam, lalu menatap Rendi.

"Aku nggak pergi selamanya, Mas. Aku cuma ingin waktu. Untuk menyusun ulang perasaanku. Supaya aku bisa kembali... dengan utuh, atau tidak sama sekali."

"Kamu... kamu tidur di rumah Ibu?" tanya Rendi, suaranya nyaris tak terdengar.

Alisya tak menjawab. Ia hanya menatapnya sesaat, lalu berdiri sambil menggandeng Rasya keluar dari kamar.

Tak ada perdebatan, tak ada jeritan. Hanya air mata, dan sepasang langkah menjauh yang bergema lebih keras dari apapun.

Dan di ruang tamu yang kembali sepi itu, hanya ada Rendi. Dan Bunga yang masih diam. Dan sunyi yang makin lebat .

...****************...

Sore itu, rumah terasa seperti ruang hampa.

Setelah langkah Alisya dan Rasya menghilang di balik pintu, udara seakan tertahan. Hening merambat ke setiap sudut. Dan dalam keheningan itu, tubuh Rendi masih terduduk lemas, namun pikirannya berkecamuk hebat bagai badai yang tak tahu arah angin.

Beberapa detik, ia hanya menatap lantai. Kosong.

Lalu tiba-tiba tanpa aba-aba ia bangkit, langkahnya berat dan terburu-buru menuju dapur. Pintu lemari dibuka kasar, gelas di atas meja terjatuh dan pecah menghantam lantai, membuat suara nyaring yang mengoyak sunyi.

Bunga tersentak. Tapi ia tak bergerak dari tempatnya. Hanya matanya yang mengikuti, penuh kekhawatiran.

Rendi menggenggam rambutnya sendiri, menarik napas dalam-dalam lalu membentur dahinya ke dinding bukan untuk menyakiti, tapi untuk menahan diri agar tak meledak lebih jauh.

"Aku bodoh!" teriaknya suara yang seperti datang dari kedalaman dirinya, bukan sekadar tenggorokan. "Aku hancurin semuanya! Dia pergi karena aku!"

Suara itu menggetarkan dinding. Tapi lebih dari itu, mengguncang dada Bunga.

Rendi menatap bayangannya di cermin kulkas. Matanya merah, napasnya tersengal. Dan ia berkata, seolah sedang memaki dirinya sendiri:

“Kenapa aku biarkan semua ini terjadi? Kenapa aku begitu pengecut…? Alisya nggak salah! Dia cuma ingin jujur, ingin bahagia! Tapi aku... aku malah buat dia terluka!"

Tangannya mengepal. Ia meninju tembok sekali, dua kali hingga merah dan memar.

Bunga berdiri. Ingin mendekat. Tapi kakinya terpaku. Ia tahu, ini bukan tentangnya. Dan mungkin tak akan pernah.

Dalam diamnya, ia hanya bisa menyaksikan lelaki yang diam-diam ia cintai, kini sedang berperang dengan dirinya sendiri dan kalah.

"Mas..." ucap Bunga pelan.

Rendi menoleh, akhirnya. Tatapannya tak keras justru rapuh. Lelah. Luka yang terlalu dalam tak bisa lagi ditutupi.

"Bunga..." gumamnya, hampir berbisik. Ia menarik napas, menunduk, lalu menggeleng pelan.

“Aku… mau sendiri dulu,” katanya, suara serak. “Tolong... untuk kali ini, pulanglah ke apartemenmu.”

Sunyi menggantung di antara mereka.

Bunga hanya diam sejenak, menunduk, lalu mengangguk perlahan. Tak ada air mata, tapi di dadanya, ada suara yang pecah. Ia tahu, kalimat itu bukan sekadar permintaan ruang tapi penegasan bahwa dirinya belum (atau mungkin takkan pernah) benar-benar diterima sepenuh hati.

“Baik, Mas…” jawabnya lirih. “Aku pamit dulu.”

Langkahnya ringan saat ia melangkah pergi, tapi sesungguhnya penuh beban yang tak bisa dibagi. Ia membuka pintu dengan hati yang menggigil, lalu menutupnya pelan, seakan tak ingin suara terakhirnya mengganggu luka yang belum sempat sembuh.

Dan di balik pintu itu, hanya tertinggal Rendi yang masih duduk bersandar di lantai, dan ruang tamu yang kembali sunyi, dengan bayang-bayang cinta yang mulai menjauh, satu per satu.

1
Lulu-ai
alah, jangan bikin bahagia si rendi ma bunga itu
j4v4n3s w0m3n
entahlah masalah hati memang sesulit itu ,kata maaf terkadang tidak cukup untuk bisa mengembalikan keadaan,sesuatu yang retak akan sulit menjadi utuh kembali meski kita berusaha untuk menyatukan kembali retakakan itu seperti semula akan sulit .......ya kita liat kebagaiann alisya akan datang dengan cerita yg berbda bukan lagi sama.rendi tapi kebahagiaan itu akan datang dr orng lain
sutiasih kasih
andai alisya egois... memintamu lepas dri rendi.... blm tentu km mau bunga... brsikap mengalah sprti alisya....
km itu bukan korban y bunga.... km itu pelakor yg memang dgn sengaja ingin mnguasai rendi...
km manusia kejam bunga.... memisahkn ank dgn ayahnya... dan itu g adil..
dan lgi" smua untuk keuntunganmu sndiri... dan jga untuk ank yg km kndung..
Machmudah
gak rela aja kl bunga rendi bersama merajuy asa.....karma hrs terjafi dulu, sbg balasan air mata alisya
Retno Harningsih
lanjut
Lee Mbaa Young
Kan manipulatif si Bunga Bangkai itu.
minta maaf nya gk ikhlas krn takut mnderita itu.
coba kl bhgia gk.akn minta maaf smp berlutut si bunga itu.

Karma hrs ttp buat rendi dan bpknya, bunga dan bpknya juga.
bikin mereka bangkrut. Aku ingin anak bunga gugur gk ikhlas bnget pokok nya rasha punya saudara darah pelakor.
bunga anak adopsi mana tau dia anak pelacur mkne mau mau saja jd pelakor.
Mkne nm ne yg cocok Bunga Bangkai.
Lee Mbaa Young
Heleh ternyata niat bunga pingin alisha mengiklhas kan rendi biar hidup bhgia.
jng mimpi. karma mu baru di mulai.
menangislah smp km ingin mati.
HUKUM TABUR TUAI.
SAATNYA BUNGA BANGKAI MEMETIK KARMA.

INGAT KARMA TAK SEMANIS KURMA.
jd nikmati saja sakit nya ya Pelakor. semoga makin viral dan mnderita.
sukur sukur bunuh diri.
Iis Dawina
Km br sadar salah.oh krn baru tau ya klo km ank adopsi..tp ttp salah walaupun ank kandung.krn dah mencintai dn merebut suami orang
Nur Hafidah
kadihan sekali,bunga juga korban disini
Lulu-ai
manipulatif bingit si bunga, karma wajib thor sama rendi
Lee Mbaa Young
Di pikir dng minta maaf semua akn baik baik saja. tntu tidak. km blm mnderita smp mau mati kok. pling tdk kehilangan anakmu juga rahim mu. hingga gk punya harga diri br impas hukuman buat pelakor. biar gk ngangkang pd laki orang lagi si bunga Bangkai itu.
Lee Mbaa Young
Heh bunga Bangkai kl km minta maaf mang semua akn kembali lagi. ingat karma mu masih berjalan walau alisha maafin km.
pokok nya bunga Bangkai harus hancur sehancur hancurnya. dasar wanita pendidikan tp gk punya moral.
semoga anaknya gugur biar rasha gk punya saudara Dr ibu pelakor mcam km.
j4v4n3s w0m3n
aduh maaf ya bunga denger.ceritamu maaf sekali aku tetap gak.respek sama.kamu.heheheh maaf ya mungkin.krn.sakit.hati alisya itu.jadi aki.gak.bisa dukunh kamu apapun.keadaanmu dan.silsailah.kamu ..jalananin.aja.dech kesusahanmu.itu
sutiasih kasih: benerrr.... dia merasa korban dri luka org tuanya.... pdahal aslinya dlm lubuk hati dia memang adh ada rasa dgn rendi dan jga ingin memiliki rendi....
kbetulan bpk rendi dan npknya bunga sdh merencanakn smua... mka dlm hati bunga jga alih" krna amanah org tua...
klo munafik y munafik aja.... pelakor tetap pelakor...
smuanya sdh hncur bunga... dan km itu perempuan kejam yg di balut casing perempuan lembut...
ARSLAMET: hehehe
total 3 replies
Maizaton Othman
tetap sabar untuk bab seterusnya,bintang 5 utk setakat ini,harap selanjutnya ia tetap menjadi karya yg bagus sampai ending
Retno Harningsih
up
Lulu-ai
emng gg tau dendam tp situ tau rendi dah punya istri tetep nikah tuh
Iis Dawina
biarkan bunga stres trs keguguran deh
Mundri Astuti
dah tau ibunya begitu, dah ngerasain dampaknya, lah malah ngikutin, definisi bodoh si ini
Lee Mbaa Young
lah ibu sendiri seorang pelakor kok. Ya sm saja lah dng anakmu. pelakor juga.

semoga hbis ini bunga bnyak pikiran kecelakaan trus keguguran. wes ngunu ae. biar kapok para tua bangka bpk rendi dan bpk bunga.
ARSLAMET: kesel kan yaa , next bab di tunggu ya
total 1 replies
sutiasih kasih
ini gmn sih... bukankah anda jga merebut suami org bu tati.... ayah lisya yg lbh memilih minggat dgnmu... dan mnikahimu... dan rela menelantarkn lisya dan ibunya...
bukankah kalian sama" pelakorrrr...
ARSLAMET: kesel kan ya , next bab nya di tunggu ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!