"Payungmu hilang, langit pun menghujanimu dengan deras, serta angin yang berhembus juga kencang, yang membuat dirimu basah dan kedinginan"
"Ternyata tidak berhenti sampai disitu saja, hujan yang deras serta angin yang berhembus kencang ikut menenggelamkan dirimu dalam banjir yang menerjang"
"Sampai pada akhirnya kamu menghilang dan yang aku temukan hanyalah luka yang mendalam"
~Erika Aura Yoana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amil Ma'nawi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Beri tahu
Maaf pren ada kesalahan dalam penulisan ini teh, jadi kalian harus baca dari bab 33 dulu baru ke bab 31 sama 32 ya,,, maaf bangettt kirain kemarin teh udah nyusun,,, ehhh ternyata rada ngacak dikit,,, oke pren udah gtu aja babay
.......
.......
.......
.......
.......
..."Woy,,, tumben lu sendiri? Haura belom dateng?" Wira dan Syathir menghampiri Erika yang mungkin kini tengah menunggu kedatangan Haura. "Belum dateng kali, tapi tadi gw samperin ke rumahnya gak ada siapa-siapa" Erika merasa aneh dengan Haura, yang akhir-akhir ini sering absen tanpa alasan....
"Kemarin gimana? Ada yang ketemu sama dia?" Tiba-tiba Wira teringat sesuatu. Kemarin gua lihat Haura di gendong sama kak Alvan, emm,,, oh,,, gua tau dia ada dimana. Wira segera bangkit dan berniat untuk pergi ke tempat yang sudah ia duga kalau Haura berada disana
"Wir, lo mau kemana?" Tanya Syathir yang melihat Wira terlihat sangat buru-buru. "Gua mau pergi dulu bentar"
"Er, kalo nanti pas bel gua belum balik, lu tolong izinin gua sama pak guru ya?" Erika bingung dengan sikap Wira yang tiba-tiba saja seperti itu, saat Wira akan pergi, Erika menahan tangannya.
"Wira, mau kemana si?"
"Udah lu tunggu aja"
"Lo pasti tau Haura dimana, kan?" Wira terdiam sejenak. "Gak ada, bukan urusan gua. Lagian gua ada urusan lain, udah udah gua pergi dulu" Erika dan Syathir hanya bertatapan sebentar dan kembali duduk.
"Akhir-akhir ini, kenapa Haura sering gak sekolah ya? Masa lo gak tau si Er" Syathir kembali membuka pembicaraannya dengan Erika. "Gw juga gak tau, orang dia gak pernah bilang" Itu yang membuat Erika bertanya tanya, kenapa Haura tidak pernah, memberitahunya jika dia tidak akan sekolah.
Satu kalipun dia tidak pernah bilang, padahal absennya sudah tiga kali. Dan dari salah satunya tidak ada tuh, Haura mengabari Erika. "Yaudah yuk, biar gua antar lo ke kelas, sekalian aja" Karena di ajak oleh sang crush, siapa yang bisa nolak si,,,.
***
Dengan seragam putih abunya, Wira berjalan menyusuri koridor. Berharap dia melihat seseorang yang dia kenal, Wira berjalan kesana kemari, dari lantai satu sampai lantai dua. Wira tidak menyerah dan terus mencari. Kemudian di lantai tiga, disitulah ia menemukan orang yang sedang dicarinya.
Gak, gak salah lagi, itu bang Alvan. Gua harus ikutin dia. Wira dengan diam-diam mengikuti Alvan, dan sampailah dia di depan pintu, yang mana tadi Alvan masuk kedalam sana. Gua harap, yang di dalam sini bukan lo, Hau. Dengan pelan-pelan sekali, Wira memutar knob pintunya. Pertama, Wira mengintip dari celah pintunya yang terbuka sedikit.
Namun saat itu, dia tidak bisa melihat jelas, siapa yang berada di atas ranjang. Kemudian dengan keberaniannya, Wira pun membuka full pintunya dan bertatapan langsung dengan Alvan.
Saat melihat Wira, Alvan pun langsung berdiri dan mengajaknya untuk duduk di sofa yang berada di ruangan tersebut. Tatapan Wira tak lepas dari seseorang yang tengah terbaring di atas ranjang.
Ternyata dugaannya selama ini benar, bahwa inilah yang Haura sembunyikan darinya dan teman-temannya. "Haura kenapa, bang?" Akhirnya, setelah berdiam cukup lama, Wira pun membuka suara.
"Jangan tanya sama gw, lo tanya aja langsung nanti sama Haura" Wira hanya mengangguk. Wira memang teman masa kecil Haura, namun dia baru kenal lebih dekat dengan Haura belum terlalu lama. Wira juga mengenal Alvan, yang dulunya selalu mengajaknya bermain.
"Uhuk uhuk" Haura terbatuk dan memanggil Alvan. "Avan,,," Dengan segera, Alvan langsung menghampirinya. "Kenapa? Mau sesuatu?" Wira masih tetap duduk di sofa, ia menunggu waktu yang tepat untuk menghampirinya.
Wira memerhatikan Alvan yang sedang memberi minum untuk Haura. Untung saja, di waktu yang bersamaan ada seseorang yang menelpon Alvan, dan Alvan pun pamit untuk keluar dan menjawab teleponnya.
Akhirnya, Wira pun bangkit, dia berjalan pelan menghampiri Haura yang tengah duduk. Yang mana saat itu, Haura belum menyadari keberadaannya. "Jadi bener dugaan, gw?" Haura terdiam, dia tidak berani melihat ke arah sampingnya, yang mana ia juga tau kalau itu Wira.
Kenapa, ada Wira disini? Haura langsung membuang muka ke samping kirinya. "Apa yang lo sembuyiin dari kita?" Haura meremas selimutnya, dan berusaha menahan air matanya yang berusaha keluar.
"Kamu ngapain disini?" Haura bertanya dengan suara yang bergetar. Haura tidak menyangka kalau Wira bisa berada disana. "Lo sendiri ngapain disini? Saat kita pergi ke sekolah, lo malah ada di tempat yang gak pantes lo tempati" Wira pun akhirnya duduk di samping Haura, dan menatap Haura yang masih membuang muka.
"Sejak kapan Hau? Sejak kapan lo suka singgah di tempat kayak gini?" Nada bicara Wira mulai menurun. Ia tidak ingin menekan Haura, meski dia tau kalau dirinya sedang kesal. "Erika tau kan, soal ini?" Punggung Haura bergetar hebat, dan isakan tangisnya mulai terdengar.
"Jangan, hiks. Jangan kasih tau dia"
"Kenapa? Erika sahabat lo kan? Kenapa dia gak boleh tau?" Haura kesal, karena Wira tidak peka dengan apa yang barusan ia katakan. "Aku punya alasan tertentu, hiks. Aku juga bakal kasih tau dia, tapi nunggu waktu yang tepat"
"Udah berapa lama, Hau?" Wira juga terlihat menahan air mata, karena baru kali ini kalau dugaannya benar. "Dua, dua tahun, hiks" Wira langsung menghentakkan punggungnya ke sandaran kursi. Wira menengadahkan kepalanya, berusaha untuk supaya air matanya tidak jatuh.
Haurq juga kesal pada dirinya sendiri, karena rahasianya kini di ketahui oleh Wira, dan setelah ini mungkin Erika yang akan mengetahuinya, atau bisa saja Erika muncul tiba-tiba seperti Wira saat ini.
"Lo harus sembuh Hau, pokoknya gw gak mau tau, lo harus sembuh. Kita berempat harus sukses bareng-bareng, gw akan terus do'ain lo. Lo harus semangat ya, lo pasti bisa" Wira menatap mata Haura dalam-dalam, dan berusaha untuk menyemangati Haura.
Namun, jawaban dari Haura membuatnya terdiam sejenak. Haura menggeleng, dan menurut Wira, jawaban itu adalah sebuah keputusasaan dari Haura. "Kenapa? Lo masih bisa sembuh kan?" Kini, mata Wira berkilau karena air matanya yang menggelinang.
"Susah" Suara Haura terdengar begitu pelan, di tengah isakannya. "Jangan gitu,,, selagi lo yakin, pasti bisa Hau"
"Kali sembuh selamanya?" Wira mengangguk cepat, agar bisa lebih meyakinkan Haura. Yang Wira butuhkan saat ini adalah keyakinan dari Haura, bukan keputusasaan.
"Lo bisa, gw bakal bantu bang Alvan buat jagain lo. Di sekolah, atau dimana pun saat lo jauh dari bang Alvan, gw bakalan selalu ada buat lo, Hau"
Bersambung,,,
Nah kan,,, mulai niii, satu Wira,,, selanjutnya siapa lagi yang akan mengetahui hal ini ya???
Markijyutttttt
yg penting bersatu kan?
wkwkwk
mksdnya, thor????
salken, Thor