Setelah kepergian Papaku, aku diasingkan oleh Mama tiriku dan Kakak tiriku.
Aku dibuang kesebuah pulau yang tak berpenghuni, disana aku harus bertahan hidup seorang diri, aku selalu berharap, akankah ada seseorang yang membawaku kembali ke kota ku ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pelangi senja11, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30. Menelepon Andi
Malam semakin larut, udara terasa sejuk, didalam kamar sederhana dua Anak manusia yang berbeda jenis kelamin itu sedang terbang di alam mimpi.
Cindy yang merasakan tubuhnya kedinginan, tanpa sadar dia berbalik badan, tangan dan kakinya bertumpu ditubuh Devan.
Lama kelamaan, tanpa sadar, Cindy memeluk tubuh Devan dan bersembunyi dibawah ketiak Devan, mencari kehangatan.
Devan yang merasa tidurnya terusik, dia membuka matanya, dia melihat Cindy memeluknya erat.
Tentu saja sebagai lelaki normal, hasrat dan nafsunya mulai membara, Devan memandang wajah pulas Cindy, dan hendak membeli wajah cantik itu.
Senjata pusaka Devan juga sudah mulai menggeliat didalam balutannya, tubuh Devan terasa panas, nafsunya sudah mulai meronta.
Beberapa detik kemudian, Devan sudah tidak bisa lagi menguasai hasratnya.
Tangan Devan mulai bergerak, hendak memegang gunung kembar Cindy, namun dia teringat, kalau dia harus melindungi Cindy, bukan merampas kesuciannya.
Devan menarik nafas kasar, tubuhnya berbaring lagi seperti semula, matanya memerah menahan nafsu dan mencoba menidurkan benda pusakanya lagi.
Bukan perkara mudah bagi seorang lelaki normal, menetralkan nafsunya yang sudah menguasai tubuhnya, Devan butuh waktu hingga satu jam.
Pada akhirnya Devan bisa menetralkan hasratnya, hingga tertidur lagi.
Keesokan paginya, Cindy terbangun lebih awal dari pada Devan, karena mendengar suara azan berkumandang.
"Hangatnya, ternyata udara disini tidak sejuk." Gumamnya sembari tangan meraba dan merasakan guling berubah menjadi keras.
"Kok gulingnya gak lembut ya?" gumamnya lagi. Perlahan Cindy membuka matanya, betapa terkejutnya dia saat melihat yang dia peluk ternyata bukan guling melainkan tubuhnya Devan.
"Sial, kok aku memeluknya sih, malunya aku, untung aja mas Devan belum bangun." Gumam Cindy lagi.
Cindy berlahan menarik tangan dan kakinya kembali, agar Devan tidak terusik, kalau sampai Devan terbangun, jangan ditanya lagi betapa malunya Cindy, tadi malam dia yang membuat pembatas untuk Devan, malah sekarang dia sendiri yang melewati pembatasnya.
Cindy berlahan turun dari tempat tidur tanpa rasa bersalah, dia sungguh tidak tau betapa tersiksanya Devan semalam menahan hasratnya.
Cindy keluar dari kamar itu, dia berpapasan dengan Buk Zahra yang ingin mengambil wudhu di sumur diluar rumah.
"Mbak Cindy sudah bangun ?" Sapa Buk Zahra saat berpapasan dengan Cindy.
"Iya Buk, saya mau berwudhu untuk sholat subuh." Jawab Cindy, dengan wajah yang menyembunyikan rasa malau karena efek tadi dikamar.
"O, ayo bareng kalau begitu, saya juga mau berwudhu, mas devan nya mana, tidak dibangunin sekalian ?" tanya Buk Zahra karena tidak melihat Devan dibelakang Cindy.
"Dia masih didalam, sebentar lagi keluar." Jawab Cindy sedikit berbohong.
Cindy tidak mungkin bilang kalau Devan masih tidur, tidak enak terdengar oleh Buk Zahra, karena tidak baik, menumpang di rumah orang bangun telat.
"O, ya udah, ayo !" ajak Buk Zahra segera keluar dari dalam rumah. Cindy mengikuti langkah Buk Zahra dari belakang.
Sementara didalam kamar, Devan membuka matanya, dia melihat disebelahnya sudah kosong, yang tersisa hanya bantal saja.
Devan duduk, dia mengingat perihal semalam, hampir saja dia menodai Cindy, Devan bersyukur, dia bisa menguasai nafsunya walaupun harus tersiksa.
"Alhamdulillah, aku bisa menahannya, ini tidak bisa dibiarkan, aku harus segera menikahinya, kalau terus seperti ini aku takut suatu saat akan merenggut kesuciannya." Gumam Devan sembari menatap tempat Cindy tidur tadi.
"Lebih baik aku wudhu dan sholat dulu, nanti aku harus memikirkan cara agar hari ini aku menikahinya." Gumamnya lagi.
Jam terus berjalan, menit terus berganti, matahari sudah menerangi pagi.
Dirumah besar dan mewah, Tuan Bagas menelepon Andi datang kerumahnya bersama beberapa orang anak buahnya.
Nyonya Raisa masih terus mendesak Tuan Bagas untuk meminta orang mencari Devan, dua juga sangat yakin kalau Devan masih hidup seperti yang dikatakan oleh Buk Romlah kemaren.
"Sabar Ma, tunggu sebentar lagi Andi datang, Papa akan meminta Andi dan beberapa orang lainnya agar mencari Devan sampai ketemu." Ujar Tuan Bagas hampir jengah dengan desakan istrinya.
"Iya, Pa, Papa harus mencari Devan sampai ketemu, Mama sudah tidak sabar."
"Iya, tapi Mama harus sabar, ber do'a agar kali ini Devan kita temukan." Ujar Tuan Bagas, agar istrinya itu tenang dan diam.
***
Di tepi pantai, setelah sarapan pagi, Devan dan Cindy membahas tentang dirinya yang ingin pulang ke kotanya, Devan mengucap banyak terimakasih atas pertolongan dan tumpangan pada Pak Hamid dan Buk Zahra.
"Bapak, Ibuk, kami sangat berterimakasih pada Bapak dan Ibuk, Bapak dan Ibuk sudah berbaik hati menolong dan memberi kami tumpangan menginap, kami hari ini meminta izin pada Bapak dan Ibuk, karena kami ingin kembali ke kota tempat kami tinggal. Tapi sebelumnya saya ingin meminjam ponsel Bapak, karena saya ingin menelpon teman saya."
Devan meminjam telepon, dia ingin menelepon Andi, asistennya, Devan ingat nomor Andi, karena dia yang memberikan nomor dan ponsel untuk Andi.
"Boleh mas, ini." Pak Hamid tidak keberatan, dia langsung memberikan ponselnya pada Devan.
Devan mengambil ponsel itu, dia segera keluar dari rumah itu, karena dia ingin berbicara dengan Andi tanpa ada yang mendengar pembicaraannya.
Sementara ditempat lain, Tuan Bagas memerintahkan Andi dan beberapa anak buah And, mencari Devan lagi, karena dia menerima informasi kalau Devan masih hidup, walaupun sudah berjalan setahun lebih.
"Kali ini kalian harus lebih detail, cari keseluruhan kota dan kampung, telusuri juga hutan dan pulau yang ada !" titah Ruan Bagas pada Andi dengan nada tegas.
"Siap Tuan, kami janji akan mencari Tuan muda Devan sampai ketemu." Jawab Andi.
Setelah itu dia langsung bergegas, mengatur anak buahnya dan mengarahkan kemana pencarian akan dilakukan.
Disaat Andi dalam perjalan kesebuah kampung untuk mencari Devan, tiba-tiba ponselnya berbunyi.
Andi menghentikan mobilnya, ditepi jalan, sedangkan yang lainnya tetap berjalan, mereka membagi tim, ada yang ke kampung, ada yang ke kota, dan ada juga yang ke pulau menggunakan helikopter, seperti yang pernah dilakukan setahun yang lalu.
Tuan Bagas kali ini tidak ingin gagal, dia dan istrinya sangat yakin dengan kata-kata Buk Romlah kalau Devan masih hidup.
Andi yang sudah menepi, dia langsung melihat ponselnya, dahinya mengerut, karena nomor yang masuk di ponselnya tidak ada dalam daftar ponselnya.
Andi menolak panggilan itu karena merasa tidak penting. "Siapa sih, ganggu aja." Ujar Andi meletakkan kembali ponselnya.
Andi hendak menjalankan lagi mobilnya, namun ponselnya kembali berdering, Andi memutuskan menerima panggilan itu.
"Halo, assalamualaikum." Sapa Andi setelah ponselnya tersambung dengan pemanggil yang tidak ada dalam daftar ponselnya.
"Waalaikumsalam." Jawab orang diseberang telepon yang tidak lain adalah Devan.
Bersambung.
Semoga cindy cepat ketemu