Mahdi mengunjungi Ishwar tua yang tengah sakit. Ishwar mengenali siapa orang itu. Tamu dari masa lalu.
Tapi ada perlu apa Mahdi kembali menemui Ishwar setelah puluhan tahun berlalu?
Perjalanan Mahdi berkeliling waktu demi mewujudkan kebenaran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon David Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan Ditanam
Mahdi mengunjungi daerah pedesaan yang pada masa itu masih sangat asri dan alami.
Kenapa binatang-binatang yang dahulu ada di sana pada masa sekarang sudah pergi?
Karena tempat nya yang sudah tidak nyaman lagi bagi mereka.
Baik itu karena alam yang sebagai habitat mereka sudah tidak lestari lagi.
Dan karena ulah para penghuni yang lain pada ekosistem yang sama yang kelakuan nya lama-kelamaan berubah menjadi tidak asyik lagi.
Yang hanya mau menang sendiri dan suka mengambil keuntungan dari kerugian makluk lain.
Itulah tangan-tangan yang kelak akan dijumpai pada akhir masa. Di tingkat strata mana pun mereka berada.
Tidak hanya yang ada di bawah karena ketidaktahuan mereka. Tapi juga yang berada di puncak karena kepintaran mereka.
Kedua belah pihak yang saling berjauhan itu sama saja.
Sama-sama sudah kehilangan rasa. Dan tidak memiliki nurani.
Hati yang ada di dalam tubuh dan jiwa mereka sudah mati dari jauh-jauh hari.
Mahdi mengunjungi beberapa wilayah di pedesaan yang sedang semarak dengan tanaman baru yang ramai orang-orang bicarakan.
Daun-daun hijau yang tumbuh besar setelah ditanam.
Daun-daun yang lembaran-lembaran nya lebar-lebar.
Mahdi turun ke persawahan menemui orang-orang yang sedang memelihara tanaman-tanaman yang sedang mereka puja-puja.
"Silahkan tuan"
"Tuan bisa lihat-lihat dulu",
Para penanam itu menyangka Mahdi adalah seorang pembeli dari kalangan yang elit.
"Daun-daun kami kualitas unggulan tuan",
"Kalian apakan daun-daun ini setelah kalian petik?",
"Kami mengolah nya tuan ",
"Kami memotong nya lalu kami bumbui dan kami keringkan",
Rupanya inilah tanaman-tanaman yang dimakan oleh banyak orang-orang di negeri ini.
Mereka menggulung nya dengan secarik kertas lalu membakar nya. Sebelum mereka hisap habis sampai api nya mati.
Kasus seperti ini sama seperti yang Mahdi temukan beberapa waktu sebelumnya di ujung barat Nusantara.
Bahkan tanaman yang di tanam oleh orang-orang di sana mempunyai rasa ketergantungan yang jauh lebih kuat.
Pohon-pohon yang lebih kecil dengan daun-daun bercabang yang lancip-lancip.
Mereka juga memakai nya dengan cara yang kurang lebih sama.
Daun-daun itu juga tidak ada bedanya.
Di negeri yang lebih jauh lagi Mahdi juga pernah menemukan hal serupa. Yang lebih mengerikan lagi.
Tanaman-tanaman mereka dirubah menjadi serbuk-serbuk putih.
Mereka menemukan varian baru dalam cara memproduksi dan juga dengan cara memakainya.
Mereka sebenarnya sedang berinovasi dalam industri perdagangan.
Tapi daun-daun itu tetap lah sama.
Barang-barang itu tetap lah sama meski rupa dan wujud nya berbeda.
Dalam beragama bentuk, warna, rasa dan nama.
Begitu juga dengan hukum yang telah dinisbatkan.
Hukum mutlak tidak bisa dirubah. Biar pun mereka mengakali nya dengan berbagai macam perkara dan siasat.
Mereka selamanya tetap termasuk barang-barang yang diharamkan.
Fenomena kasus ini sama juga dengan minuman beralkohol yang memabukkan.
Mereka hadir dengan bermacam-macam warna, rasa, bentuk dan nama.
Tapi mereka tetap lah sama. Yaitu sama-sama haram hukum nya.
Jika di negeri ini masih menanam pohon-pohon itu. Bahkan mereka juga memakannya sendiri.
Maka keberkahan di negeri ini tidak akan pernah sempurna.
Berhenti lah menanam daun-daun itu. Berhenti lah menjadikan nya sebagai mata pencaharian.
Jika tidak bisa lepas dari candu ketergantungan tanaman-tanaman itu.
Maka jangan pernah bertanya kenapa tanah yang mereka tinggali selalu melahirkan kepahitan dan kepedihan.
*
Mahdi melanjutkan perjalanan nya mengarungi roda waktu kehidupan yang terus berputar.
Sampai nanti malaikat pada tubuh manusia itu diperintahkan untuk pulang kembali ke taman langit.