KAKAK KANDUNGKU RACUN RUMAH TANGGAKU

Irwan semakin pusing dengan biaya hidupnya dan Ina kedepannya. ATM sudah di blokir,di pecat dari pekerjaannya ditambah usaha Ina juga sudah gulung tikar alias bangkrut.

Gaya hidup Ina susah dirubah,dimatanya cuma ada uang uang dan uang. Ia akan marah - marah jika Irwan tidak mampu memenuhi keinginannya.

"Yang bagi uang dong,aku mau perawatan!" ujar Ina sambil menegadahkan tangannya.

"Aku ga ada uang,yang.bLebih baik kamu hemat - hemat aku sudah tidak bekerja." terang Irwan.

"Makanya kerja dong,jangan dirumah aja. Kamu sih terlalu bodoh masa ga dapat apa - apa?Semua Wanda yang kuasai. Kamu tuh ga pintar jadi orang. Sekarang kalau sudah begini baru tau rasakan!" dengan Ina kesal.

Irwan mengakui kalau dirinya memang bodoh melepas berlian demi memungut batu kali. Semuanya hancur dalam sekejap mata. Irwan menyadarkan kepalanya pada sandaran kursi dan matanya memandang ke dinding yang bercat putih warna kesukaannya.

"Aku sudah berusaha cari kerja sana sini,belum satu pun berhasil. Kalau gajinya kecil sih banyak,aku mau pekerjaan seperti kemaren dengan gaji yang sama atau kurang lebih mendekatilah." ujar Irwan. Sebenarnya Ia sudah diterima bekerja dibeberapa tempat,tapi karna gaji tidak sesuai standarnya dia jadi ya begitulah. Egonya terlalu tinggi.

"Zaman sekarang cari kerjaan itu sulit,ga usah meninggikan ego kenapa sih?Emang ada perusahaan yang mau menggaji kamu sama seperti sebelumnya.bMereka juga mikir kali,ga mau ceroboh sebelum melihat kinerja kamu mana mau mereka memberikan gaji yang kamu inginkan. Mikir....mikir pake otak jangan pake dengkul." sarkas Ina yang semakin kesel.

"Kalau gajinya dikit mana mau lah,apa mereka ga bisa liat pengalaman aku." kilah Irwan.

"Terserah kamu yang penting semua kebutuhan aku kamu cukup. Kamu kan sudah janji akan membahagiakan aku.Aku ga mau hidup susah." jelas Ina. Dia dulu mau sama Irwan hanya karna membayangkan akan hidup bergelimang harta bukan melarat seperti ini. Cinta aja tidak cukup,dimana - mana uang itu adalah hal yang paling penting.

Irwan sudah tidak memperdulikan omongan Ina. Ia sudah kebal tiap hari di omelin ini itu. Masuk kuping kanan keluar kuping kiri.

Ina yang sudah kesal pergi meninggalkan Irwan sendiri dengan membanting pintu cukup keras.

"Dasar laki - laki pemalas. Mana ada yang mau menerima ia bekerja di posisi seperti yang ia mau.Emang itu perusahaan bapak moyangnya apa?" runtuk Ina sambil merebahkan tubuhnya di pembaringan.

Niat hati pengen memanjakan badan di salon,tapi nasib berkata lain.

Sementara ditempat yang berbeda seorang wanita yang sangat cantik nampak tengah sibuk dengan berkas - berkas yang ada di depannya.Tak lama terdengar ketukan di pintu,untuk sesaat wanita itu menghentikan aktivitasnya. Matanya menoleh ke arah pintu melihat siapa gerangan yang datang.

"Maaf aku ganggu ga?" tanya suara barito dari arah pintu.

"Eh kamu,ada apa?" tanya wanita itu.

"Pengen liat kamu bekerja aja,Wanda. Gimana semuanya lancar." tanya laki - laki itu sembari duduk di sofa yang ada diruangan tersebut.

"Lebay,baru tiga hari yang lalu kita ketemu. "cibir Wanda melangkah meninggalkan meja kerjanya menuju sofa dan memilih duduk didepan laki - laki itu.

Sesaat keduanya saling diam entah apa yang tengah mereka pikirkan.Siapakah laki - laki itu?