NovelToon NovelToon
Elara Tawanan Istimewa Zevh Obscura

Elara Tawanan Istimewa Zevh Obscura

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Romansa Fantasi / Fantasi Wanita / Enemy to Lovers / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:704
Nilai: 5
Nama Author: Sibewok

Di balik ketegasan seorang Panglima perang bermata Elysight, mata yang mampu membaca aura dan menyingkap kebenaran, tersimpan ambisi yang tak dapat dibendung.

Dialah Panglima kejam yang ditakuti Empat Wilayah. Zevh Obscura. Pemilik Wilayah Timur Kerajaan Noctis.

Namun takdir mempertemukannya dengan seorang gadis berambut emas, calon istri musuhnya, gadis penunggu Sungai Oxair, pemilik pusaran air kehidupan 4 wilayah yang mampu menyembuhkan sekaligus menghancurkan.
Bagi rakyat, ia adalah cahaya yang menenangkan.
Bagi sang panglima, ia adalah tawanan paling berbahaya dan paling istimewa.

Di antara kekuasaan, pengkhianatan, dan aliran takdir, siapakah yang akan tunduk lebih dulu. Sang panglima yang haus kendali, atau gadis air yang hatinya mengalir bebas seperti sungai?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sibewok, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25 - Kutukan Leluhur Obscura

Langit masih kelam, awan berat perlahan berarak menjauh setelah hujan deras, menyisakan gerimis tipis yang menetes seperti kabut di sepanjang bukit.

Zevh dan Elara menunggang Axten si kuda hitam perkasa yang melangkah mantap menuju perbatasan timur dan barat, tempat benteng Veron dan benteng Zevh berdiri, dua benteng yang kokoh bagai bayangan tak tergoyahkan di garis horizon.

Namun, sekuat apa pun batu dan besi yang membangun dua benteng itu, tak sekokoh dua manusia yang kini sama-sama dilanda kelemahan di atas pelana kuda yang sama.

Tubuh Elara sudah melemah. Tenaganya terkuras habis setelah memaksa kekuatan keturunan Oxair menghapus ingatan Zevh. Napasnya berat, matanya mengabur, tubuhnya terhuyung tak seimbang.

“Akh…” Elara merintih lirih, hampir tak terdengar.

Dan sebelum Zevh sempat meraih lebih erat, tubuhnya terhempas dari pelana.

“Elara—!” suara Zevh parau, namun kepalanya sendiri mendadak berputar. Sebuah denyut aneh, seperti gelombang yang beriak di dalam kepalanya, menyerang ingatannya yang kabur. Pandangannya berkunang, dan genggaman tangannya pada Elara melemah.

Ia mencoba menahan, namun jemarinya kehilangan tenaga. Tubuh Elara terlepas dari dekapannya.

Detik berikutnya, tubuhnya sendiri tak mampu bertahan. Ia ikut terjatuh dari kuda, menggelinding di tanah bukit yang licin karena hujan.

Tubuh Zevh dan Elara sama-sama terhempas ke bawah bukit, bergesekan dengan daun-daun basah, tanah becek, dan bebatuan kecil memukul tubuh mereka hingga akhirnya keduanya terhenti keras oleh akar besar pohon tua di sisi sungai Oxair.

Keheningan menyelimuti.

Axten, kuda hitam yang perkasa, berhenti di atas bukit. Tidak ada ringkikan panik, hanya tatapan dalam dari matanya yang gelap berkilau. Hewan itu berdiri diam, seakan tahu tuannya tidak akan hancur oleh jatuh sepele seperti ini. Seolah ia tengah menunggu, penuh keyakinan siapa yang akan bangun lebih dulu.

Dan di bawah sana, di sisi akar besar, dua tubuh terbaring diam. Elara, dengan gaun panjang yang sudah basah kuyup, rebah tak berdaya di atas tubuh Zevh yang kokoh. Tubuh mungilnya melekat erat, dadanya naik turun perlahan, nyaris tak terdengar napasnya.

Zevh pun terbaring dengan wajah pucat namun tetap gagah, jubah hitamnya yang berat kini basah menempel pada tubuh kekarnya. Tidak ada satu pun dari keduanya yang membuka mata.

Hanya posisi mereka yang berbicara, seakan keduanya dipaksa alam untuk berada dalam kehangatan yang sama.

Gerimis turun membasahi wajah keduanya. Hembusan angin membawa aroma tanah basah, sementara aliran Oxair bergemuruh di sisi mereka, sungai yang menjadi saksi dari rahasia besar yang baru saja dikunci dalam ingatan.

Dan di atas bukit, Axten masih menatap dengan mata yang tajam, setia. Bukan hanya kuda biasa, melainkan saksi bisu bahwa tuannya, Zevh, bukanlah pria yang mudah ditaklukkan.

Hanya waktu yang akan menjawab, siapa yang akan membuka mata lebih dulu, sang tawanan, atau sang panglima.

Sedangkan jauh di Istana Noctis. Langit masih berkilat meski hujan telah mereda. Gerimis tipis menetes di atap istana Noctis, menyisakan bayangan petir yang sesekali membelah kegelapan malam.

Krak!

Brak!

Jendela kaca besar di kamar Raja Devh As Obscura terbuka keras, dihantam angin malam yang dingin. Tirai hitam berayun liar.

Raja Devh berdiri membelakangi jendela, pandangannya kosong menatap lantai marmer hitam. Wajahnya kaku, sorot matanya berat, seperti menanggung rahasia yang bahkan para leluhur pun takut menyebutkan.

“Segel itu…” suaranya serak, penuh tekanan. “Ada yang menyentuh segel di tubuh putraku.”

Ia mengepalkan tangan. Dadanya bergetar bukan karena lemah, tapi karena kecemasan yang tidak pernah ia tunjukkan di hadapan siapa pun.

Mata Elysight milik Zevh, yang akhir-akhir ini semakin kuat, membuatnya bangga. Namun kekuatan itu juga membawa ancaman. Semakin dekat ke puncak, semakin rapuh batas yang memisahkan warisan dan kutukan.

Malam ini, sesuatu meresahkan Raja Devh lebih dari biasanya.

Drrrt! Suara getaran samar datang dari sudut ruangan.

Sebuah lemari kecil dari kayu gelap berukir lambang keluarga Obscura. Terkunci rapat dengan segel besi yang berlumuran mantra leluhur.

Di dalamnya tersimpan sebuah buku keramat, kitab leluhur Obscura.

Dan buku itu… kembali bergetar.

Raja Devh mendekat perlahan, napasnya berat. “Tidak… jangan sekarang…” gumamnya, merasakan denyut gaib dari benda itu.

Buku tersebut hanya bergetar jika ada darah keturunan Obscura yang terancam dimakan oleh kutukan leluhur. Itu pertanda buruk. Pertanda Zevh. Putranya mungkin dalam keadaan tidak baik-baik saja saat ini.

“Putraku…” Devh memejamkan mata. “Jangan biarkan dirimu jatuh pada sisi lain itu.”

Ingatan masa lalu melintas. Saat ia sendiri nyaris kalah oleh kutukan yang sama, hanya pengorbanan besar dari istrinya, Ratu terdahulu, yang berhasil menahan kutukan itu.

Tapi Zevh tidak punya siapa pun. Liora Endless hanyalah ikatan politik. Bukan cinta. Bukan penyeimbang.

Raja Devh menggenggam erat gagang lemari. Sesaat, ia hampir membuka kuncinya. Tapi ia tahu… sekali buku itu dibuka, arwah leluhur bisa menuntut lebih.

Tidak. Ia harus menunggu Zevh kembali.

Wajahnya menegang, namun suara tegasnya kembali terdengar, penuh wibawa seorang raja.

“Pengawal.”

Pintu kamar berderit pelan, dan suara berat penjaga menjawab dari luar, “Maha Raja.”

“Kirim pesan. Suruh Pangeran Zevh segera menghadap ke kerajaan Noctis.”

“Baik Maha Raja.”

Langkah kaki pengawal menjauh dengan cepat, menembus lorong istana.

Raja Devh berdiri seorang diri di dalam kamar yang semakin sesak oleh aura buku keramat. Matanya menatap jendela yang terbuka, langit kelam berkilat cahaya petir, dan pikirannya tertuju pada sosok Zevh yang kini entah berada di mana.

Ia bangga, sekaligus takut. Bangga karena Zevh semakin dekat menguasai Elysight. Takut karena jika kutukan itu pecah, bahkan seorang Devh Obscura tidak tahu… siapa yang bisa menahan Zevh.

Malam itu, Raja Devh berdiri diam, tapi perasaannya terusik. Dan jauh di kejauhan, buku keramat leluhur Obscura masih bergetar, seakan tertawa menanti saat kutukan itu bangkit kembali.

Lalu detik berikutnya, suara lembut terdengar di belakang tubuh Raja Devh.

“Suamiku…” bisik sang Ratu, jemarinya menyentuh pelan bahu Devh. “Kau tahu sekali… Zevh selalu mengabaikan semua yang berkaitan dengan buku keramat Leluhur Obscura.”

Nada suaranya mengandung ketakutan bercampur kasih sayang. Ingatannya melayang pada setiap kali Zevh membicarakan kitab leluhur itu dengan dingin, seolah lembar-lembar hitam berisi kutukan itu tak pernah berarti baginya.

Kini, mendengar Devh memerintahkan agar Zevh menghadap demi membahas segel dan kitab itu, dada sang ratu bergetar. Ia tahu, Zevh pasti akan menolak. Dan ia takut, penolakan itu hanya akan melukai hati ayahnya.

Namun Raja Devh tidak bergeming. Tatapan matanya menembus kaca jendela, menatap petir yang menyambar jauh di angkasa. “Aku tidak peduli apakah ia akan menolak,” ucap Devh lirih namun tegas. “Aku hanya takut… kutukan leluhur itu menjadi kelemahan Zevh Obscura. Jika musuh mengetahuinya, maka putra kita yang terkuat pun bisa runtuh dalam sekali hembus.”

Sang ratu menunduk, matanya menyipit penuh cemas. “Lalu apa yang akan kau lakukan, Devh?” tanyanya, hampir berbisik.

Raja Devh berbalik, menatap mata istrinya dalam. “Aku hanya akan memperingatkannya. Dan… jika Zevh mampu bertahan, maka saat itu aku akan membuka rahasia lain di balik kutukan ini.”

Jantung sang ratu seolah berhenti berdetak. Napasnya tercekat, suaranya meninggi. “Rahasia lain? Kau menyembunyikan sesuatu yang lebih besar dari kutukan itu?!”

Sorot mata Devh tajam, namun suaranya dingin. “Aku hanya ingin kau tidak terlalu cemas dengan hal-hal yang… seharusnya tidak kau ketahui.”

Kata-kata itu seperti menutup semua ruang tanya. Sang ratu memejamkan mata, ia tak suka dengan ucapan Raja Devh, namun ia tahu, Devh selalu punya tujuan. Ia selalu mendorong putranya melangkah lebih jauh, lebih kuat, hingga seluruh empat wilayah tunduk pada nama Obscura.

Maka malam itu, sang ratu hanya bisa pasrah. Ia menatap Devh yang berdiri di depan lemari berisi kitab keramat, siluetnya disinari kilatan petir.

Dalam keheningan, ia sadar.

Zevh bukan hanya putra mereka.

Ia adalah warisan.

Dan warisan itu akan menelan siapa pun yang mencoba melawannya, bahkan keluarganya sendiri.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!