"Mulai malam ini kamu milikku, aku suka 45imu yang manis itu." ujar Kael sambil tersenyum miring.
"Hey kamu bilang anakmu tapi ini apa? Kau berbohong padaku om jelek!" jawab Vanya dengan raut wajah kesalnya.
"Sssttt! diam dan jangan banyak bicara, elus kepalaku!" titah Kael mengusap lembut pipi gemoy Vanya.
>>Mau tau kelanjutannya? simak terus dan jangan skip bab, karna di setiap bab ada kejutannya💥
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lirien, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Calista Penghianat?!
Angin malam menderu saat Calista memacu motor sportnya, meninggalkan Raka yang terpaku seorang diri di tepi jalan.
Kalimat terakhir yang terlontar dari bibir Calista masih terngiang di telinga Raka, "Gue gak ngikutin lo. Jangan gr ya, gue mau pulang cuma lewat sini aja biar cepet sampai rumah gue." Suaranya tegas dan dingin, tanpa ruang untuk bantahan atau pembelaan.
Raka hanya bisa menatap lampu belakang motor yang semakin menjauh, memecah keheningan malam yang tadinya sempurna.
Dalam kehampaan, Raka berjalan menuju apartemennya yang sepi. Sambil menyalakan rokok, dia merenungkan kata-kata yang baru saja terucap.
"Sorry Cal, gue cintanya sama Vanya, Vanya bukan sama lo." Asap rokok berputar-putar di udara, bergabung dengan kekacauan dalam pikirannya. Raka duduk di sofa, menatap langit-langit, berharap ada jawaban yang muncul dari kegelapan.
"Vanya, kenapa sih susah banget dapetin hati kamu?" gumamnya pelan, mencoba memahami labirin yang memisahkannya dengan hati Vanya.
"AARGHHH....!" teriak Raka dengan suara keras.
......................
Sementara itu, di mansion mewah milik Kael, suasana tegang terasa. Vanya duduk di sofa panjang dengan wajah kesal, menatap Kael yang tampak gelisah.
"Mau kemana lagi sekarang?" tanya Kael dengan nada yang mencoba terdengar tenang.
Vanya menghela napas, raut wajahnya menunjukkan rasa frustrasi dan kelelahan.
"Gak kemana-mana loh, ke depan aja," jawabnya singkat, mencoba menutupi kebingungannya tentang apa yang sebenarnya diinginkan hatinya.
Di antara dinding mansion yang megah dan apartemen yang sepi, dua hati berjuang dengan pertanyaan yang sama namun jawaban yang berbeda.
Raka, dengan segala kerumitan emosinya, mencari cara untuk mendekati Vanya. Vanya, di sisi lain, terjebak dalam hubungan yang tampak sempurna namun terasa begitu asing.
Kedua situasi itu, walau berbeda, dipersatukan oleh keinginan yang sama mencari kebahagiaan sejati, meski jalan mereka untuk mencapainya berliku dan penuh rintangan.
"Jangan marah gitu ah, kenapa kok kaya bad mood gini hmm? mau pms ya?" tanya Kael dengan suara lembut.
"Siapa juga yang marah, orang aku biasa aja kok," jawab Vanya ketus.
Kael langsung memeluk erat kekasihnya itu tak lupa mencium keningnya. "Jangan suka ngambek nanti temennya setan," bisik Kael.
"Udah cukup ya kamu bohongin aku, aku bukan anak kecil. Mana ada orang gantung di mansion semewah ini kalau gak kamu sendiri pembunuhnya," ujar Vanya sambil melirik sinis kekasihnya.
"Yeah, memang aku yang membunuhnya dengan cara menggantungnya di kamar ini," jawab Kael dengan enteng.
"Tuh kan bener, jadi kamu ini sebenarnya pembunuh kan? Huaa, minggir! Kita putus aja pokoknya. Aku gak mau putus sama kamu," ujar Vanya sambil mendorong tubuh kekasihnya yang kekar itu.
Namun karena kalah, Vanya langsung pasrah. "Kenapa sih harus jadi pembunuh?" tanya Vanya sambil menatap wajah tampan kekasihnya itu.
"Biar kamu suka. Bukannya kamu ingin jadi istrinya seorang ketua mafia? Aku sudah membaca semua diary-mu," bisik Kael sambil terkekeh pelan.
Tentu saja Vanya langsung membulatkan kedua matanya. "Kamu tau dari mana hah? AARGHH ENGGAK MAU POKOKNYA....!" teriak Vanya dengan suara keras.
Vanya tak mau diam. Dengan cepat, ia langsung lari ke arah balkon kamar. "Gimana kalau aku lompat dari balkon sini?" tanya Vanya sambil menatap ke arah Kael dan ke arah bawah.
Kael terkekeh pelan. "Yaudah lompat aja, aku mau lihat," jawabnya dengan enteng.
"Ini serius kamu gak akan cegah aku gitu?" tanya Vanya sekali lagi untuk memastikan.
"Lompat aja," pertegas Kael.
"Ishh, kamu gak asik. Kamu gak sayang, gak cinta sama aku. Katanya kamu mau lindungi aku dengan nyawamu sendiri, ini apa kamu malah suruh aku lompat dari sini?" ucap Vanya panjang lebar dengan raut wajah kesalnya.
Vanya langsung duduk di bawah, menggoyangkan kakinya seperti anak kecil yang sedang tantrum.
Kael berjalan pelan mendekat ke arah kekasihnya itu dan langsung menggendong Vanya seperti koala.
"Gak akan mungkin juga kamu berani lompat ke bawah. Yang ada kamu langsung akan mati," ujar Kael sambil terkekeh pelan.
"Dah ayo tidur lagi, sebelum nanti aku unboxing kamu." bisik Kael dengan suara seraknya.
"Hey gak usah macem macem ya kamu, awas aja kalau sampai berani akan akan...."
"Akan apa....?" potong Kael sambil terkekeh pelan.
"Aku bakalan benci sama kamu seumur hidup pokoknya...!" jawab Vanya dengan keras.
Kael langsung menidurkan Vanya di atas ranjang empuknya dengan cepat mencium bibir mungil yang selalu menggodanya itu.
"Manis aku suka bibirmu ini..." ungkap Kael.
"Kiss aja gak boleh aneh aneh." ujar Vanya dengan suara lirihnya.
Sumpah demi apapun ia sangat lemah dengan tatapan kedua mata Kael ini. "Sadar Van jangan sampai lo terpesona dalem dalem, jatuhnya nanti lo akan sakit hati kalau Kael gak sesuai sama ekspektasi lo." ujar Vanya di dalam hatinya.
"Bilangin pikiran kotormu itu, apapun akan aku kasih untukmu termasuk nyawaku sendiri," bisik Kael dengan suara lembutnya. Seakan dia bisa tau apa isi di dalem hatinya Vanya.
...SKIP APARTEMEN CALISTA...
Calista menatap hujan yang turun dengan lebat di luar jendela mansionnya yang megah, sambil memikirkan kejadian beberapa jam yang lalu.
Dia baru saja kembali dari mengikuti Raka, lelaki yang telah mencuri hatinya, namun tampaknya hati Raka sudah terpaut pada wanita lain, Vanya.
Emosi Calista bercampur aduk, rasa cinta yang begitu dalam untuk Raka kini bertabrakan dengan kebencian pada Vanya.
Hatinya terasa hancur saat dia mendengar Raka menyebut nama Vanya dengan nada penuh kasih saat mereka berbicara tadi.
"Kenapa sih di otak lo hanya ada Vanya aja?" teriak Calista dalam hati, kecewa dan marah. Rasa sakit itu membuatnya tidak bisa menahan emosi saat dia memasuki kamarnya yang luas. Dia membanting figur yang ada di meja samping tempat tidurnya dan menghancurkan vas bunga yang diletakkan di atas meja rias.
Fragmen kaca dan petal bunga berserakan di lantai, namun itu tidak sebanding dengan kekacauan yang terjadi di dalam hatinya.
"Gue harus apa? Kenapa gue bisa cinta sama Raka yang jelas-jelas Raka cinta mati sama Vanya," ujarnya frustasi, sambil duduk di tepi tempat tidurnya, menatap tumpukan pecahan yang menjadi simbol patah hatinya.
Air mata mulai menetes di pipinya, setiap tetes menggambarkan kepedihan yang dia rasakan. Dia merasa terjebak dalam perasaan cinta yang tak berbalas, dan tidak tahu harus berbuat apa.
Sementara itu, di sebuah cafe di kota, Galih dan Leo sedang asyik nongkrong, menikmati malam tanpa curiga bahwa teman mereka, Calista, sedang mengalami malam yang mengerikan. Mereka tertawa dan bercanda, menghabiskan waktu dengan santai, sementara Calista berjuang dengan perasaan yang menghancurkan hatinya.
Malam itu, Calista tidak bisa tidur. Dia berjalan mondar-mandir di kamarnya, mencoba menenangkan pikiran dan hatinya yang gelisah.
Setiap kali dia mencoba melupakan Raka, wajahnya yang tampan dan senyumnya yang menawan kembali muncul di benaknya.
Dia tahu dia harus membuat keputusan, tetapi keputusan apa yang bisa dia ambil saat hati dan logikanya bertentangan.
Dengan langkah gontai, dia akhirnya duduk kembali di tepi tempat tidur, mengambil ponselnya, dan membuka media sosial.
Mungkin, di sana dia bisa menemukan cara untuk melupakan Raka, atau setidaknya, cara untuk tidak terlalu terluka dengan kenyataan bahwa Raka mencintai orang lain.
Namun, dalam hatinya, Calista tahu ini hanya pelarian sesaat. Sejauh apa pun dia pergi, rasa cinta itu akan selalu mengikuti, seolah-olah terpatri dalam jiwanya.
"Vanya emang sahabat gue, tapi kali ini percintaan gue sama Raka lebih penting. Sorry Van, gue akan perjuangin cinta gue buat Raka. Meskipun itu harus ngorbanin persahabatan kita." ujarnya sambil terkekeh sinis.
Kedua tangannya terkepal erat, ia menatap kaca di depannya itu, "meskipun kita akan jadi musuh nantinya Van....!"
KK, percepat dong semua masalah atau musuh apalah itu yang buat arghhhh itu nggak bahagia keluarga Vania dan KL pengen banget nengok orang itu bahagia tanpa beban tapi ya walaupun cuma bisa baca aja aku nengoknya hihi 😭😭
sumpah suka banget sama karakter Vanyany. cewek badassss abisss🔥🔥🔥