FB Tupar Nasir, ikuti FB nya ya.
Diam-diam mencintai kakak angkat. Namun, cintanya tidak berbalas. Davira, nekad melakukan hal yang membuat seluruh keluarga angkatnya murka.
Letnan Satu Arkaffa Belanegara, kecewa dengan kekasihnya yang masih sesama anggota. Sertu Marini belum siap menikah, karena lebih memilih jenjang karir yang lebih tinggi.
Di tengah penolakan sang kekasih, Letnan Arkaffa justru mendapat sebuah insiden yang memaksa dia harus menikahi adik angkatnya. Apa yang terjadi?
Yuk kepoin.
Semoga banyak yang suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 Luka Yang Terobati
Bu Daisy masih menatap wajah Davira dengan mata yang tak berkedip. Seakan ia sedang memandang sebuah mimpi yang tidak mungkin terwujud. Bibirnya bergetar, matanya membelalak penuh harap, namun juga ketakutan kalau-kalau yang bersimpuh di pangkuannya hanyalah bayangan yang sewaktu-waktu bisa lenyap.
“Davira… kamu benar-benar Davira?” suaranya lirih, nyaris seperti bisikan.
Davira mengangguk, air matanya terus mengalir. Tangannya tak henti menggenggam jemari Bu Daisy yang dingin. “Iya, Ma… ini Vira. Maafkan Vira, Ma….”
Tiba-tiba saja, tubuh Bu Daisy bergetar hebat. Kedua tangannya terangkat, lalu meraih wajah Davira. Ia memandangi setiap garis wajah itu, menyentuh pipinya, mengusap rambutnya, seolah ingin memastikan kebenaran dengan seluruh indranya.
“Ya Allah … benar ini kamu. Vira… Vira anakku…." teriaknya dengan suara parau, sembari mengangkat tubuh Davira lalu memeluknya.
Kemudian tidak diduga, Bu Daisy histeris. Ia menangis kencang sambil memeluk Davira erat-erat, begitu erat seakan takut terlepas lagi. Isaknya bercampur tawa bahagia yang meledak begitu saja.
“Maafkan Mama, Vira! Maafkan Mama yang dulu tidak bisa mengontrol emosi… Mama yang dulu marah-marah… Mama salah besar. Ampuni Mama, Vira….”
Davira semakin larut dalam tangisan. Kepalanya ia tenggelamkan dalam pelukan Bu Daisy, merasakan setiap getaran tubuh perempuan yang pernah begitu ia hormati, yang kini kembali merangkulnya dengan segenap hati.
"Jangan minta maaf, Ma. Vira yang salah. Vira yang meninggalkan Mama dan Papa. Vira yang pengecut, lari dari semua masalah….”
“Tidak! Jangan bilang begitu,” potong Bu Daisy sambil menahan pundak Davira agar menatap matanya. “Kamu tidak salah, Nak. Kamu hanya terluka. Kamu hanya butuh waktu. Tapi Mama yang salah, Mama tidak cukup kuat untuk merangkulmu saat itu. Dan Mama… Mama nyaris kehilanganmu karena kebodohan Mama sendiri.”
Kaffa yang berdiri di sisi pintu kamar hanya bisa terdiam. Dadanya sesak, matanya panas melihat pemandangan di depannya. Pak Daka menepuk bahunya pelan, memberi isyarat untuk membiarkan air mata itu jatuh. Malam ini bukan malam untuk ego, tapi malam untuk kejujuran hati.
Bu Daisy terus menangis, terus memeluk. “Vira, dengarkan Mama. Mulai sekarang, kamu tetap anak Mama, tetap menantu Mama. Tidak ada yang bisa mengubah itu. Sekalipun dunia menolak, Mama akan tetap berdiri di sampingmu.”
Kata-kata itu membuat Davira semakin tersungkur dalam pelukan. Beban dua tahun yang menekan dadanya, sedikit demi sedikit terasa lepas. Semua rasa takut, semua rasa bersalah, seakan menemukan tempat untuk pulang.
Pak Daka ikut tersenyum haru, suaranya bergetar ketika berkata, "Alhamdulillah, akhirnya … Mamamu sudah kembali tersenyum. Semua ini karena Davira.”
Kaffa menelan ludah, hatinya mendidih oleh penyesalan. Pandangannya tertuju pada Davira, yang malam ini tidak hanya mengobati kerinduan, tapi juga mengembalikan cahaya ke dalam rumah mereka.
Bu Daisy mengusap rambut Davira, masih dengan tangis yang belum reda. “Mulai malam ini, jangan pergi lagi, Nak. Jangan pernah tinggalkan Mama lagi. Kalau kamu lelah, menangislah di pangkuan Mama. Kalau kamu marah, bicaralah pada Mama. Jangan lari lagi, Vira. Mama tidak sanggup kehilangan kamu lagi.”
Davira mengangguk sambil menutup mata, suaranya tercekat. “Vira janji, Ma. Vira janji.”
Pelukan itu pun berlanjut lama, begitu lama sampai waktu seperti berhenti. Malam yang tadinya muram berubah menjadi saksi kebahagiaan. Dan di sudut ruangan, Kaffa hanya bisa menatap, menyadari betapa besar arti Davira, bukan hanya bagi dirinya, tapi juga bagi keluarganya.
semangat 💪💪💪 lanjut up thor
gedek bayikk
buat Vira pergi lagi ...biar nyaho kak
mending diminum sama temen2 Kaffa aja biar kepincut sama marini.