Leon, pria yang ku cintai selama 7 tahun tega mengkhianati Yola demi sekertaris bernama Erlin, Yola merasa terpukul melihat tingkah laku suamiku, aku merasa betapa jahatnya suamiku padaku, sampai akhirnya ku memilih untuk mengiklaskan pernikahan kita, tetapi suamiku tidak ingin berpisah bagaimana pilihanku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScarletWrittes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 27
Yola senang mendengarnya. Tidak lama, pintu kantor Yola ada yang mendobrak. Ternyata ada tiga preman yang menyamar menjadi orang penting untuk menyalahi Yoto.
Yola terkejut.
“Ada apa ini?” tanyanya.
Yoto hanya tersenyum, ia tahu siapa dalang di balik semua ini. Tak lama, Yoto mendekap Yola dengan erat.
“Sudah, tenang saja, sayang. Aku tidak apa-apa. Kamu percaya kan sama aku kalau aku bukan orang jahat? Kepercayaan kamu sangat berarti untuk aku. Jadi kamu cukup percaya sama aku saja, ya.”
“Tapi kamu kenapa, Yoto?”
Yoto tidak mau menjelaskan sebenarnya ada apa. Saat dibawa keluar perusahaan oleh ketiga preman itu, Yoto langsung melawan.
Bodyguard Yoto pun keluar dan berhasil membawa tiga preman itu ke dalam markas rahasia Yoto, yang orang lain tidak tahu.
Sampai di markas, Yoto menatap ketiga preman itu dengan dingin.
“Siapa dalang di belakang kalian?” tanyanya dengan nada tegas.
Ketiga preman tersebut tidak mau memberi tahu karena bagi mereka, Yoto tidak boleh tahu. Jika sampai tahu, tamatlah riwayat mereka dan juga bosnya.
“Kalian tahu kan akibatnya kalau tidak mau kasih tahu siapa yang menyuruh kalian?”
Yoto merasa kesal, ingin menghancurkan tiga preman itu. Entah kenapa perasaannya sangat dongkol dengan pria yang ada di balik semua ini.
“Berapa dia kasih kalian uang? Aku mau tahu. Akan saya kali dua uangnya, tapi kalian harus kasih tahu siapa yang menyuruh kalian!”
Yoto lalu menyuruh bodyguard-nya memukul ketiga preman itu. Sampai akhirnya keluar suara dari salah satu anak buah Yoto yang tahu ini ulah siapa.
Yoto sangat kesal dengan sikap Leon yang kotor. Ia pun ingin menghancurkan perusahaan Leon, tanpa memikirkan perasaan Yola lagi.
Mungkin dengan cara seperti itu, Yola akan jatuh ke dalam pelukan Yoto. Baginya tidak ada salahnya jika ia juga harus bermain cara kotor seperti suami Yola.
“Hancurkan perusahaannya sekarang juga! Dan bila perlu, kasih lihat saya statistik perusahaannya dalam kondisi apa sekarang.”
Setelah Yoto melihat laporan, ternyata perusahaan Leon hampir bangkrut. Yoto berpikir ada baiknya bila perusahaan itu dipegang dirinya. Ia lalu menyuruh anak buahnya membeli perusahaan itu atas nama mereka.
Tak lama kemudian, Yoto hanya diam sambil merasa bangga dengan tindakannya.
Leon kaget saat melihat perusahaannya berada di ambang kehancuran. Ia tidak bisa berpikir panjang, bingung langkah apa yang harus diambil.
Erlin, sang sekretaris, mencoba menenangkannya. Namun Leon justru berkata,
“Lin, kamu harus gugurkan bayi itu. Aku tidak sanggup membiayainya. Perusahaan aku hancur, aku tidak bisa jadi diri aku lagi. Aku harus gimana, Erlin?”
Erlin merasa kecewa mendengar itu. Saat ia hendak pergi, Leon mengejarnya dan menangkap tangannya. Namun Erlin memilih mundur. Baginya, hubungan ini sudah tidak seharusnya dilanjutkan.
Leon tidak mau kehilangan Erlin. Di saat terpuruk seperti sekarang, yang ia butuhkan hanyalah Erlin.
“Erlin, kamu nggak bermaksud marah kan aku suruh gugurin anak kita? Aku akan lebih merasa bersalah lagi kalau nggak bisa membiayai anak aku sendiri. Aku harus gimana, Erlin?”
Erlin hanya bisa diam. Ia sadar dirinya sudah salah sejak awal.
Sementara itu, Yoto hanya menunggu sampai hitungan ketiga, agar Leon mau menerima aset perusahaannya dibeli oleh anak buah Yoto.
“Bos…” salah satu anak buah menghampiri Yoto dan membisikkan sesuatu.
Raut wajah Yoto yang awalnya tersenyum, langsung berubah dengan tatapan sangar. Ia hanya menghela napas.
“Ya sudah, kasih dia waktu saja. Lihat sampai kapan dia bisa bertahan dengan perusahaan yang ia sayangi itu. Biarkan saja.”
Sekretaris Yoto hanya diam. Yoto merasa lelah. Tak lama, Yola datang menghampirinya sambil menaruh kopi dingin di pipinya.
Saat Yoto hendak marah, ia melihat Yola dan langsung tersenyum. Tidak menyangka bahwa itu Yola, ia langsung mendekapnya erat tanpa berkata apa-apa.
“Yola, kenapa kamu nggak bilang mau ke sini?”
“Yah, namanya juga mau kasih kejutan. Buat apa aku kasih tahu kamu?”
“Oh gitu. Kamu sudah makan? Aku terkejut dengan kedatangan kamu.”
“Gak lucu ah pura-pura kaget gitu. Ini aku bawa makan, mau makan bareng.”
Yoto menatap sekeliling kantor dengan rasa malas. Ia tidak ingin makan di sana.
“Mau, tapi kita makan di tempat lain ya. Jangan di sini. Aku ada tempat bagus yang bisa kita kunjungi. Kamu penasaran kan di mana?”
“Yah, aku penasaran. Boleh aku ikut?”
“Tentu, sayang. Ayo kita ke sana sekarang.”
Yoto dan Yola pun pergi bersama. Yoto menyetir menuju taman dekat komplek rumahnya. Yola tidak menyangka ada tempat seindah itu.
Seumur hidupnya, ia baru bisa melihat tempat indah hanya bersama Yoto. Tak lama, mereka turun dan melihat rumah pohon yang mengingatkan masa lalu mereka.
“Kenapa ya, setiap sama kamu aku lebih bisa merasa bahagia. Sama suami aku, boro-boro mau bahagia, senyum aja susah.”
Yoto hanya diam, lalu mengusap kepala Yola sambil merangkulnya.
“Ya sudah, nggak usah diharapin. Lagian kamu juga udah tahu dia prianya kayak apa. Mendingan kamu mikirin hal-hal yang bisa buat kamu bahagia aja.”
“Contohnya apa?”
“Ya kayak sekarang, kamu sama aku bahagia kan?”
“Emang bahagia sih… tapi kan kamu bukan punya aku. Kamu hanya masa lalu aku. Aku udah nganggap kamu tuh sebagai teman aja, Yoto.”
Yoto merasa senang. Walau hanya dianggap teman, setidaknya ia masih ada di hati Yola.
Meski tahu Yola juga masih memiliki cinta pada Leon, Yoto tidak menyalahkan keadaan. Mungkin ini salahnya karena pernah meninggalkan Yola dulu.
Saat Yoto diam merenung, Yola terus menatap wajahnya. Yoto kaget ketika menyadari itu.
“Kamu sudah berapa lama mandangin wajah tampan aku? Ada yang berubah nggak?”
“Enggak, makin tampan kok. Tapi sayang, bukan milik aku.”
Yoto diam, tidak banyak berkata-kata. Ia hanya menatap Yola kembali.
“Ayo pulang, udah mau malam. Lapar? Kamu ada rekomendasi makan?”
“Kamu mau makan apa? Aku ikut aja sama kamu. Kamu mau makan apa, aku ikut.”
Yola ingin makan berat, tapi juga ingin ada makanan penutup. Akhirnya, Yoto memilih restoran dekat pantai di daerah perumahannya.
Yola terkagum dengan pemandangan yang ditunjukkan Yoto. Ia melirik Yoto dengan tatapan tidak percaya.
“Kenapa lagi kamu liatin aku? Kayaknya aku banyak salah banget sama kamu ya?”
“Kamu beneran di Malaysia. Kok bisa tahu pemandangan indah kayak gini? Kenapa dulu nggak pernah ngajak aku ke sini?”
Yoto hanya tersenyum sambil makan. Ia bingung harus menjawab bagaimana agar Yola mengerti maksudnya.
Yola hanya mendecak kesal. Selesai makan, ia bersikap cuek pada Yoto. Tak lama, handphone Yoto berdering. Ia pergi agak jauh untuk menjawab telepon dari sekretarisnya.
Sementara itu, Yola menunggu di mobil. Tiba-tiba, ia juga mendapat telepon dari Leon. Namun Yola merasa malas untuk mengangkatnya.