:"Ya Allah, kalau Engkau tidak mengirimkan jodoh perjaka pada hamba, Duda juga nggak apa-apa ya, Allah. Asalkan dia ganteng, kaya, anak tunggal ...."
"Ngelunjak!"
Monica Pratiwi, gadis di ujung usia dua puluh tahunan merasa frustasi karena belum juga menikah. Dituntut menikah karena usianya yang menjelang expired, dan adiknya ngebet mau nikah dengan pacarnya. Keluarga yang masih percaya dengan mitos kalau kakak perempuan dilangkahi adik perempuannya, bisa jadi jomblo seumur hidup. Gara-gara itu, Monica Pratiwi terjebak dengan Duda tanpa anak yang merupakan atasannya. Monica menjalani kehidupan saling menguntungkan dengan duren sawit, alias, Duda keren sarang duit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Monica , isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29
Gedung pusat FUNDAMENTA menjulang tinggi di jantung distrik bisnis Singapura, sebuah monumen ambisi yang dibangun di atas fondasi kejahatan. Dindingnya yang hitam mengilap memantulkan cahaya kota, namun di balik keindahan itu tersembunyi lapisan keamanan yang canggih dan tak kasat mata. Namun, hari ini, sistem keamanan FUNDAMENTA menyambut kedatangan seorang tamu baru: Dr. M. Halim. Langkah Monica terdengar tenang dan terukur di atas lantai marmer yang berkilau, namun di balik ketenangan itu, jantungnya berdebar-debar seperti genderang perang. Jas lab putih yang dikenakannya menyembunyikan mikrofon mikro yang terpasang di balik kerahnya, sebuah alat yang akan menjadi kunci keberhasilan misinya.
Ia menyapa petugas resepsionis dengan senyum ramah, menyerahkan kartu identitasnya dengan percaya diri, dan menaiki lift menuju lantai 27 tanpa ragu-ragu. Meskipun ketakutan dan kecemasan menggerogoti hatinya, ia tetap berusaha untuk bersikap tenang, profesional.
Pintu lift terbuka di lantai 27, menampilkan sebuah laboratorium yang diterangi cahaya biru redup, sebuah pemandangan yang dingin dan steril. Puluhan teknisi dan ilmuwan bekerja dengan tekun dan diam, fokus pada pekerjaan mereka. Tak ada suara selain desingan mesin dan deru data yang diproses oleh komputer-komputer canggih. Di tengah ruangan yang luas itu, duduk di kursi kulit hitam yang mewah, terdapat sosok yang telah lama ia cari: Arsya.
Tanpa menoleh, Arsya berkata, suaranya terdengar datar dan tanpa emosi, "Akhirnya kau datang."
Monica menjaga nada suaranya tetap datar, berusaha untuk tidak menunjukkan sedikit pun rasa gugup, "Saya ditugaskan langsung dari Bangkok. Unit biometrik." Ia menyampaikan alasan kedatangannya dengan singkat dan jelas.
Arsya memutar kursinya, menatap Monica dengan tatapan tajam yang menusuk, "Tapi aku tidak pernah meminta pengganti untuk posisi itu." Ia curiga dengan kedatangan Monica.
Monica tersenyum tipis, sebuah senyum yang penuh dengan perhitungan, "Saya bukan pengganti. Saya pembaru." Ia menyatakan tujuan sebenarnya.
Di waktu yang bersamaan, di sebuah apartemen tersembunyi di Jakarta, Livia duduk di depan meja makan, menatap Kirana dengan wajah yang penuh dengan keraguan. Ia telah melewati banyak hal, ia telah menderita karena eksperimen yang dilakukan oleh yayasan Raline.
"Aku sudah keluar dari ini semua," ucap Livia, suaranya terdengar lelah, "Dulu aku hampir mati karena proyek FUNDAMENTA." Ia ingin melupakan masa lalunya yang kelam.
"Tapi kamu juga satu-satunya yang tahu algoritma pola trauma dari eksperimen awal," balas Kirana, suaranya terdengar tegas, "Kalau Monica masuk dan sistem mengaktifkan pembersihan ingatan, dia tidak akan keluar dengan pikirannya utuh. Dia butuh bantuanmu." Kirana menjelaskan pentingnya peran Livia.
Livia menghela napas panjang, "Kenapa harus aku?" Ia masih ragu untuk terlibat kembali.
"Karena kamu tahu kelemahan Arsya." Kirana memberikan alasan yang kuat.
Kembali di Singapura, Monica mengikuti Arsya ke ruang observasi yang luas. Dinding kaca menampilkan peta dunia yang dihiasi oleh titik-titik merah, menandai lokasi node FUNDAMENTA di berbagai negara. Sebuah gambaran yang menakutkan.
"Kita bukan yayasan kecil lagi," ucap Arsya, suaranya terdengar penuh dengan kebanggaan, "Kita membangun fondasi baru. Dunia ini butuh kontrol." Ia menjelaskan visinya yang mengerikan.
Monica berpura-pura tertarik, mendengarkan penjelasan Arsya dengan seksama. Namun, saat ia menatap layar peta tersebut, matanya fokus pada satu ikon kecil yang hampir tak terlihat: Node Utama – Kode A00. Itulah sasaran sebenarnya, pusat dari seluruh sistem FUNDAMENTA.
Arsya menoleh padanya, senyumnya menyempit, menjadi sebuah ekspresi yang penuh dengan kecurigaan, "Monica… atau harus kupanggil… Dr. Halim?" Ia mulai curiga terhadap identitas Monica.
Monica menegang, jantungnya berdebar kencang, "Ada yang salah?" Ia berusaha untuk tetap tenang.
"Tidak," ucap Arsya dengan datar, "Aku hanya belum yakin… kamu di sini untuk apa." Ia masih belum sepenuhnya percaya kepada Monica.
Di ujung bab ini, di layar CCTV tersembunyi yang memantau setiap sudut ruangan di markas FUNDAMENTA, wajah Kirana muncul di pusat komunikasi di Jakarta. Ia sedang memberikan informasi kepada Teddy.
Teddy berdiri di belakangnya, menatap layar lain yang menampilkan Monica di laboratorium FUNDAMENTA. Ia sedang memantau setiap gerakan Monica.
"Kita tinggal menunggu waktu," ucap Kirana. Mereka harus menunggu saat yang tepat untuk melancarkan serangan.
"Tidak," jawab Teddy, "Kita harus menciptakan waktu itu sekarang." Ia memutuskan untuk tidak menunggu lebih lama lagi.