Aditya patah hati berat sebab Claudia—kekasihnya— memilih untuk menikah dengan pria lain, ia lantas ditawari ibunya untuk menikah dengan perempuan muda anak dari bi Ijah, mantan pembantunya.
Ternyata, Nadia bukan gadis desa biasa seperti yang dia bayangkan sebelumnya. Sayangnya, perempuan itu ternyata sudah dilamar oleh pria lain lebih dulu.
Bagaimana kisah mereka? Ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon De Shandivara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Sekali retak, tidak bisa utuh kembali seperti barang yang baru. Seperti itulah sebuah kepercayaan.
Salah satu sesuatu yang mahal, dan siapa pun setiap pemiliknya tidak akan percaya lagi pada orang yang telah membuat rusak kepercayaan.
Apa rasanya jika sesuatu paling berharga itu dibuat tergores, entah sengaja ataupun tidak.
Sama seperti Nadia. Betapa sebelum hari ini, dia telah sangat percaya pada Aditya, tetapi begitu ia merasa pedih karena goresan luka di hatinya, wanita itu tidak segan untuk pergi dan menutup rapat hatinya.
Mereka sepakat, jika benar anak yang di kandungan wanita bernama Claudia terbukti darah daging Aditya, maka Aditya tidak boleh menahannya pergi.
Seminggu berlalu, tes kecocokan DNA dengan pengambilan sampel cairan ketuban bayi pun telah dilakukan. Dan hari ini hasilnya telah keluar.
Accuracy \= 99% (DNA dinyatakan cocok).
"Nad, Nadia. Kamu mau pergi kemana?" Aditya menahan Nadia yang sudah akan pergi membawa kopernya.
Baginya ini sudah menjadi barang bukti yang jelas, hasil tes kecocokan DNA itu menunjukkan akurasi yang jelas.
Mereka memilih rumah sakit yang memiliki alat pengukur kecocokan DNa yang terbaru dan hasil akurat dengan teknologi terbaru yang sudah tidak perlu diragukan lagi hasilnya.
"Nadia, tolong dengarkan dulu. Itu masa lalu, aku mengaku aku salah. Aku salah, aku berdosa. Aku mengerti, tapi itu kekhilafan di masa lalu." Aditya memohon.
"Khilaf apanya, A? Khilaf itu kalau gak gak sadar kamu salah, kalau sampai hamil begitu namanya keenakan! Entah itu perbuatanmu di masa lalu atau bagaimana, tapi lihat hasilnya sekarang?" kata Nadia tegas. Bahkan wanita yang biasanya berbicara selalu dengan nada yang lemah lembut, kini penuh emosi kemarahan yang tak terelakkan.
"Tapi, kamu mau pergi kemana sore-sore begini?"
"Kemana saja asal gak sama Aa di sini."
"Kamu terlalu cepat memutuskan, Sayang."
Nadia tetap menggeleng. Sekeras apapun usaha Aditya menginginkan sikap Nadia yang hangat dan penuh cinta seperti dulu. Ia tidak mampu. Nadia sudah berubah sejak kedatangan Claudia di hari itu.
Nadia yang dulu ramah dan menatapnya penuh cinta, kini hanya ada amarah dan kegarangan di setiap tatapannya.
Mungkin bagi Aditya, ia seperti sedang menuai apa yang dulu telah ditanam.
"Kamu gak bisa pergi dari sini tanpa seizin suami, Nad."
Nadia sempat berhenti, dia melepaskan perebutan koper di dekat pintu keluar apartemennya.
"Itu yang Nadia lakukan, A. Tapi, sebelum Nadia tahu jika Aa bisa berbuat begini."
"Pilihannya cuma ada dua, A. Biarkan aku pergi dan aku akan menceraikanmu atau aku tetap tinggal, kamu yang pergi dan kamu yang menceraikan aku."
Aditya memicingkan mata, pilihannya tidak ada yang menguntungkan. Semua lilihannya memaksa dia bercerai dengan istrinya—Nadia.
"Gak bisa, Sayang. Itu bukan pilihan. Ujungnya kamu minta cerai."
"Memang. Pilih nomor satu atau dua?"
.
.
"Neng, kunaon? Kayak lagi galau? Mau kamana?"
"Eh, apa artinya itu?" Dalam hati Nadia bertanya-tanya saat seorang pria menghampirinya yang turun dari sepeda motor, lalu disusul motor-motor yang lain dan orang-orang bergerombol mengelilinginya.
Di tengah trotoar Nadia membawa kopernya. Aditya tidak memberikan jawaban, akhirnya Nadia memilih pergi. Namun, dia tidak tahu akan kemana.
Dia hanya berjalan dan tidak tahu arah, mencari tempat-tempat yang mungkin bisa dijadikan tempat tinggal.
"Cantik, malam-malam begini mau kemana? Mau ikut kita saja? Ayuklah," ajak pria-pria itu yang berpenampilan seperti para preman yang turun dari motor-motor yang semakin banyak berdatangan.
Tangan Nadia tengah dicekalnya. Namun, Nadia sepertinya memasukki kawasan terlarang kota itu sehingga ia tidak dapat menemukan satu pun orang atau kendaraan yang melintas.
"Lepaskan saya!" teriak Nadia.
Bugh!
Grab! Bugh, bugh, bugh.
Pria-pria sempoyongan itu langsung dibuat terkapar di tanah. Nadia mundur beberapa langkah, bersembunyi ke tempat yang aman.
Dia ketakutan, dia telah salah jalan.
Ia menghubungi seseorang, tetapi tepukan di pundaknya mengejutkannya hingga membuatnya berteriak kencang.
"Akhhh, tolong!"
"Nadia, ini aku. Ini aku," ujarnya.
.
.
Pantulan wajahnya di cermin memberikan gambaran kesedihan yang terlihat pada dirinya sendiri, ia ingat pada masa lalu dan juga masa yang akan datang.
Apakah benar akan terulang?
Masa dimana seorang istri yang ditinggalkan suami?
Apakah nasibnya akan sama dengan nasib ibunya?
"Bu, benarkah Bu, nasib ibu akan menurun padaku? Menikah lalu ditinggalkan?"
Bedanya, dulu ibunya ditinggal setelah ibunya melahirkan dirinya, sekarang Nadia ditinggal sebelum ada anak.
"Apakah Nadia harus bersyukur atau bagaimana, Bu? Pada akhirnya sama saja nasib kita, Bu," ucapnya di depan cermin itu.
...----------------...
semangat /Determined/
ayuk Up lagiih hehee
aditi Aditia kocak beud masak masih amatiran