NovelToon NovelToon
Rush Wedding

Rush Wedding

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Anak Yatim Piatu / Pernikahan Kilat / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Dijodohkan Orang Tua / Slice of Life
Popularitas:20.3k
Nilai: 5
Nama Author: Muffin

Sebuah kecelakaan beruntun merenggut nyawa Erna dan membuat Dimas terbaring lemah di ruang ICU. Di detik-detik terakhir hidupnya, Dimas hanya sempat berpesan: "Tolong jaga putri saya..." Reza Naradipta, yang dihantui rasa bersalah karena terlibat dalam tragedi itu, bertekad menebus dosanya dengan cara yang tak terduga-menjodohkan Tessa, putri semata wayang Dimas, dengan putra sulungnya, Rajata. Namun Rajata menolak. Hatinya sudah dimiliki Liora, perempuan yang ia cintai sepenuh jiwa. Tapi ketika penyakit jantung Reza kambuh akibat penolakannya, Rajata tak punya pilihan selain menyerah pada perjodohan itu. Tessa pun terperangkap dalam pernikahan yang tak pernah ia inginkan. Ia hanya ingin hidup tenang, tanpa harus menjadi beban orang lain. Namun takdir justru menjerat mereka dalam ikatan yang penuh luka. Bisakah Tesha bertahan di antara dinginnya penolakan? Dan mungkinkah kebencian perlahan berubah menjadi cinta?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muffin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Yaah.. ketahuan?

Sore hari itu, jalanan Jakarta dipenuhi padatnya kendaraan. Semburat senja mulai turun perlahan, mewarnai langit dengan guratan jingga keemasan yang menyelimuti kota.

Di dalam mobil, Raja meringis. Raut wajahnya menegang, menahan nyeri yang kian menusuk di lutut kiri nya.

Bentar, ya Ja... tahan dulu. Bentar lagi sampai, 800 meter lagi," ucap Tessa, suaranya terdengar panik namun berusaha tetap tenang di samping Rajata yang meringis kesakitan.

"Pak, bisa minta tolong agak cepet dikit?" katanya pada bapak driver Grab yang menyetir di depan. Suaranya sopan tapi nadanya mendesak.

Pengemudi itu menoleh cepat lewat kaca spion, melihat Rajata yang wajahnya pucat dan tubuhnya tampak menegang menahan sakit.

"Iya, Mbak. Saya usahain," jawabnya sambil sigap menyalakan lampu hazard dan berusaha menyelinap di antara kendaraan.

Sementara itu, di tempat lain...

Suara gebrakan keras membelah suasana tenang di salah satu kafe di Jakarta. Liora menggebrak meja dengan emosi yang meledak-ledak, membuat beberapa pelanggan menoleh kaget ke arahnya.

Namun ia tak peduli—matanya merah, dada naik turun menahan kemarahan.

Bayangan itu terus berputar di kepalanya—bagaimana Rajata melepas genggaman tangannya. Bagaimana ia berkata dengan cuek nya.

"Thanks lo udah care sama gue, biar gue ke Rumah Sakit sama Tessa aja."

Kata-kata itu menusuk seperti belati. Bukan cuma ditolak—tapi juga dipermalukan.

"Ini nggak bisa dibiarin sih, Li," ucap Sisil, sahabatnya, yang duduk di seberang meja.

"Gue jadi curiga... kayaknya hubungan mereka tuh nggak cuma sepupuan deh," lanjut Gladis, suaranya pelan tapi penuh penekanan.

Liora langsung menoleh cepat, sorot matanya tajam, tidak suka dengan arah pembicaraan itu.

"Maksud lo apa?" tanyanya dingin, menyipitkan mata.

Sisil menoleh ke Gladis, memberi isyarat halus agar hati-hati bicara, tapi Gladis sudah terlanjur terbakar rasa penasaran.

"Tadi sebelum tribun rame, Rajata bahkan gandeng Tessa terus."

Gladis bersedekap, ekspresinya sinis.

"Kayak... kalau nggak digandeng, tuh cewek bakal ilang."

Liora menegang. Matanya langsung menatap Gladis dengan campuran marah dan kecewa.

Sisil buru-buru menyenggol siku Gladis.

"Yang bener lo kalo ngomong. Jangan asal bakar-bakar suasana aja lo," bisiknya.

Tapi Gladis tak mundur.

"Gue cuma ngomong apa yang gue liat. Dan lo tau sendiri, gue kan nggak buta."

Tangan Liora mengepal erat di atas meja, jemarinya menegang hingga buku-bukunya memutih.

"Kita susul mereka ke rumah sakit. Kita cari tahu semuanya." Putus Liora tegas

Tanpa menunggu reaksi Liora berdiri. Kursi kayu bergeser kasar, menarik perhatian pengunjung— namun Liora lagi-lagi tidak peduli.

Gladis dan Sisil segera menyambar tas mereka, berjalan cepat menyusul Liora yang sudah lebih dulu keluar dari kafe.

**

-Rumah Sakit Cempaka Putih-

Dokter berdiri di samping ranjang, menatap layar tablet sebelum akhirnya menurunkan pandangannya pada Rajata.

"Setelah kami periksa dan melihat hasil MRI, kamu mengalami robekan ringan pada meniskus lutut kiri."

“I-tu bahaya nggak dok?” Tanya Rajata Panik.

Dokter mengangguk pelan, lalu menjelaskan dengan nada tenang.

"Untungnya, nggak sampai memerlukan tindakan operasi. Tapi ini bukan cedera yang bisa dianggap sepele. Meniskus berperan penting dalam stabilitas lutut. Kalau kamu paksakan latihan atau bertanding dalam waktu dekat, risiko kerusakannya bisa meningkat dan bisa menjadi permanen."

Tessa berdiri di sisi ranjang, menatap Rajata penuh rasa khawatir.

"Berapa lama harus istirahat, Dok?" kini Tessa yang angkat bicara.

Dokter menoleh ke arahnya, lalu menjawab dengan tenang,

"Setidaknya dua minggu rehat total tanpa aktivitas berat. Setelah itu, kamu harus menjalani fisioterapi secara berkala—tiga sampai lima sesi untuk memastikan proses pemulihan berjalan optimal."

Rajata hanya mengangguk, masih diam dengan pandangan kosong.

"Satu hal lagi," ucapnya sambil menunjuk lutut Rajata,

"Untuk beberapa hari ke depan, saya sarankan kamu menggunakan tongkat bantu."

Rajata menoleh , sedikit terkejut namun tidak ada kata yang keluar.

"Bukan karena cedera kamu parah, tapi untuk mencegah tekanan berlebih saat berjalan. Itu penting supaya proses pemulihannya nggak terganggu. Kamu bisa lepas kalau sudah lebih stabil, biasanya setelah dua-tiga hari."

Dokter menambahkan dengan nada lebih lembut,

"Saya tahu ini berat buat atlet sepertimu. Tapi kalau kamu disiplin jalani pemulihan, kamu bisa kembali ke lapangan dalam kondisi jauh lebih baik."

Ruangan kembali hening. Hanya suara samar dari luar ruang IGD yang terdengar.

Setelah menjelaskan kondisi Rajata, dokter memberikan selembaran kertas.

“Saya resepkan beberapa obat anti-inflamasi dan pereda nyeri untuk membantu mengurangi bengkak dan rasa sakit,” ucapnya sambil mengetik cepat.

“Minumnya teratur, setelah makan. Kalau dalam dua atau tiga hari rasa sakitnya bertambah, segera kembali untuk evaluasi lanjutan.”

Tessa menerima resep itu dengan kedua tangan, lalu menatap dokter dan bertanya lagi.

"Jadi ini nggak perlu sampai rawat inap ya, Dok?"

Dokter mengangguk pelan.

"Nggak perlu. Tapi tiga hari lagi kamu harus kembali ke sini untuk kontrol lanjutan.“

Ia menatap keduanya sejenak, lalu bertanya,

"Ada lagi yang ingin ditanyakan?"

Tessa menggeleng pelan.

"Nggak ada, Dok. Terima kasih banyak."

Dokter mengangguk sopan, lalu berbalik dan melangkah keluar, meninggalkan ruangan IGD yang kembali sunyi.

Tessa berdiri, merapikan tas kecilnya. Ia menatap Rajata yang masih diam di atas ranjang dengan lutut yang dibalut perban.

"Gue ke administrasi dulu, ya. Sekalian nebus obat."

Ia berhenti sejenak, memastikan Rajata mendengarnya.

"Lo—nggak apa-apa kan gue tinggal bentar?"

Rajata menoleh pelan, lalu mengangguk.

"Iya... gue nggak apa-apa."

Tessa tersenyum tipis, lalu melangkah keluar, menghilang dibalik tirai.

Di bagian administrasi, Tessa berdiri di depan meja loket. Di depannya, seorang petugas administrasi tengah mengetik sesuatu di komputer, jemarinya lincah menari di atas keyboard.

Beberapa detik kemudian, petugas itu menoleh sambil tersenyum ramah.

"Pasien atas nama Rajata, ya?"

"Iya, Sus." Tessa mengangguk sopan.

Petugas itu menarik berkas dari rak kecil di sampingnya, lalu menyodorkan formulir.

"Silakan isi data pendamping pasien di sini, ya. Kalau boleh tahu, hubungannya dengan pasien?"

Tessa sempat terdiam sejenak, menelan ludah.

"Hmm… saya… istrinya, Sus."

Suster itu hanya mengangguk tanpa banyak ekspresi, lalu menunjuk kolom lanjutan.

"Baik, Bu. Boleh diisi bagian sini, ya. Untuk tongkatnya bisa langsung diambil di apotek, sekalian dengan obatnya."

Tessa mengangguk, mengambil bolpoin, dan mulai menulis. Tapi tangannya sedikit gemetar, bukan karena gugup... melainkan karena satu kata yang tadi ia ucapkan—istrinya.

Entah kenapa, rasanya sedikit aneh. mungkin baik Rajata mau pun Tessa tidak pernah ada obrolan lebih mengenai kelanjutan hubungan mereka.

Setelah selesai mengambil obat dan tongkat bantu, Rajata kini duduk di lobi rumah sakit. Lutut kirinya masih dibalut perban, dan tongkat aluminium bersandar di sisi kursi. Wajahnya terlihat sedikit letih, tapi lebih tenang dibanding sebelumnya.

Tessa duduk di sebelahnya, sibuk merapikan struk dan kantong obat dari apotek. Sesekali ia melirik Rajata, memastikan kondisinya masih stabil.

Beberapa menit kemudian, dari arah pintu utama rumah sakit, seorang pria paruh baya melangkah cepat masuk.

“Pa,” panggil Rajata pelan, lalu berusaha berdiri, tapi Tessa segera menahan lengannya.

“Udah, duduk aja. Biar Papa yang ke sini.”

Reza Naradipta mendekat dengan wajah cemas namun tetap tenang. Begitu sampai, ia langsung menepuk pelan bahu putranya.

“Kamu nggak apa-apa, Ja?” tanyanya dengan nada khawatir.

“Udah mendingan, Pa. Cuma cedera ringan, kata dokter,” jawab Rajata, berusaha tersenyum meski masih ada sisa rasa sakit di wajahnya.

Reza mengangguk, lalu menoleh pada Tessa.

Reza menepuk pelan punggung Rajata saat mereka berjalan perlahan menuju pintu keluar.

“Yasudah, kita langsung pulang. Papa sengaja belum bilang Mama kamu,” ucapnya pelan tapi tegas. “Dia pasti syok lihat kamu begini.”

Begitu sampai didepan mobil, Tessa membuka pintu dan Reza membantu Rajata duduk lebih dahulu.

Tessa ikut masuk setelahnya, duduk di samping Rajata, sementara Reza duduk di depan dibalik kemudi.

Mobil perlahan melaju meninggalkan pelataran rumah sakit—dan tepat beberapa menit kemudian, tiga siluet perempuan muncul tergesa di pintu masuk utama.

“Hosh… hosh…”

Napas mereka bertiga masih terengah saat akhirnya tiba di lobi Rumah Sakit Cempaka Putih. Keringat membasahi pelipis Liora, sementara Gladis dan Sisil membungkuk sedikit, berusaha menetralkan napas.

“Kita kemana, Li?” tanya Sisil sambil memegang dadanya, berusaha mengatur napas.

Liora tak menjawab langsung. Pandangannya menyapu sekeliling lobi yang sudah mulai sepi. Wajahnya menegang.

“Tanya ke bagian administrasi aja,” ujarnya cepat.

Tanpa menunggu reaksi, Liora langsung melangkah menuju meja loket. Gladis dan Sisil buru-buru mengikutinya dari belakang.

"Maaf, Mbak," Liora membuka suara, nadanya sopan tapi terdengar sedikit terburu. "Apa ada pasien atas nama Rajata Kastara?"

Petugas administrasi—seorang perempuan muda dengan seragam biru muda—menghentikan aktivitasnya sejenak, lalu menatap mereka.

"Maaf, Anda siapa ya?"

“Kita teman-temannya, Mbak. Mau jenguk,” jawab Gladis cepat.

Petugas itu menoleh ke layar monitor, lalu mengetik beberapa saat. Setelahnya, ia mengangguk pelan.

"Oh, maaf, Mbak. Pasien atas nama Rajata Kastara Naradipta sudah pulang. Barusan aja keluar... bersama istrinya."

Seketika keheningan menggantung.

Bola mata ketiganya membesar seketika. Liora nyaris tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

“Hah?” suara Liora tercekat. “Apa Mbak… istrinya?”

Waduh... akhirnya ketahuan juga ya, bukan cuma sepupuan doang\~ 😳

Ada yang bisa nebak, Liora bakal ngapain setelah dengar kata "istri"?

👉 Bakar rumah sakit?

👉 Ngegas Tessa?

👉 Atau malah... nangis di pojokan? 😭

Jangan lupa like dan komen banyak-banyak biar aku makin semangat lanjutinnn 💪🔥

Stay tuned, karena episode selanjutnya bakal lebih panas 😁

1
IG : @dadan_kusuma89
Jenny, kamu sebaiknya sama mas Gaman julang aja! Abangmu Rajata sudah beristri, nggak usah ngarep lagi!
Afriyeni Official
hhh,, carisaa menyebalkan sekali
Afriyeni Official
Akhirnya mau mengakui /Sleep/
Rezqhi Amalia
dih ada kompor meletup rupanya
Muffin: Kwkkww gas lpg meledak 😁✌🏻
total 1 replies
Rezqhi Amalia
Rajata cemburu 🤣🤣
Muffin: Iyaa kayaknya gitui. Mulai cemburu dia kwkw
total 1 replies
Teti Hayati
Herman apa Hendra.. dua orang berbeda kah.. ??
Muffin: Herman kak mubgkin ada salah ketik hehe 🙏🏻🙏🏻
Muffin: Herman kak 🙏🏻🙏🏻
total 2 replies
Muffin
Lah itu yang dibilang rajata, lain kali pilih lawan yg sepadan kekw
drpiupou
kak mana secene tentang sih rusuh di grup?
drpiupou
beda kata namu SATU makna Liora End/Smile//Tongue/
Muffin: Iyakan double double pokok myaa
total 1 replies
drpiupou
nah mampus kan lu
drpiupou
nah kan, ih kesel aku
Muffin: Author bikinnya juga lagi kesel kwkw
total 1 replies
drpiupou
wah fitnah yang dinikmati bersama roby/Chuckle/
Muffin: HAHHAHA fitnah yang enak jatuhnya yaa
total 1 replies
drpiupou
wkwkwk mampus lo
drpiupou
hahaha lol. pake nanya. yah murahan itu loh. 1000 tapi dapet komplit
Muffin: Murah bangeeeet 1000 special pake telor pake susu 🤣
total 1 replies
drpiupou
pembukaan yang sangat sangat mewakili diriku/Joyful/
Nur Yuliastuti
hayuuk thoor gaskeen
Muffin: Siaaap staytuned yaaa lahi mikirin enaknya diapain liora kedepannya wehehe
total 1 replies
Nur Yuliastuti
ahh Tibraa, ahhayy
Muffin: Mau juga nggak diculik tibra? Xixi
total 1 replies
Nur Yuliastuti
makasih Ja -- ohh Tessa ya ☺️ -- maap 🤭
Muffin: Kwkwk gpp mewakili tessa
total 1 replies
Nur Yuliastuti
siapa menabur angin pasti akan menuai badai Li
Nur Yuliastuti
keren Thor 👍 tp serem jg ya mereka
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!