Kehidupan Jansen, seorang pemuda biasa, berubah secara drastis ketika ia secara tak terduga mendapatkan sesuatu yang misterius bernama "System". Sistem ini memberinya kekuatan untuk mengubah takdir hidupnya dan membawanya ke jalan kesuksesan dan kebahagiaan.
Dengan bantuan sistem ini, Jansen berusaha untuk meraih impian dan cinta sejatinya, sambil menghadapi berbagai rintangan yang menguji keteguhan hatinya.
Akankah Jansen mampu mengatasi tantangan-tantangan ini dan mencapai kehidupan yang ia inginkan, ataukah ia akan terjebak dalam keputusasaan karena kekuatan baru yang ia miliki?
Jansen mendapatkan beberapa kemampuan dari sistem tersebut, seperti kemampuan bertarung, peningkatan kecepatan dan kekuatan, serta kemampuan untuk mempelajari teknik baru lebih cepat. Sistem tersebut juga memberikan Hansen akses ke pengetahuan yang luas tentang dunia, sejarah, dan berbagai aspek kehidupan, yang membantu Jansen dalam menghadapi berbagai tantangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jenos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 29
Di dalam mobilnya, Larissa menatap kalung berlian hitam di tangannya. Kalung yang begitu indah dan pas di lehernya. Sejuta perasaan
bercampur aduk di hatinya, ada rasa
ingin mengembalikan, namun
terlalu kuat keinginan untuk memiliki. "Apakah itu salah gumam Larisa pelan, kemudian mengecup kalung tersebut lembut.
DING... Selamat, Anda telah
menyelesaikan Tugas mencium Larissa Anda mendapatkan Hadiah. Silahkan Cek Inventory!
Jansen yang sedang duduk santai, tiba-tiba terkejut. Dia bingung, mengapa tugas mencium Larissa tercapai begitu saja tanpa bersentuhan.
Telinga Jansen mendengar suara
gerakan di belakangnya. la merasakan bahwa kursi yang hendak didudukinya telah direbut oleh seseorang. Meski
begitu, dia tidak terlalu
memikirkannya hingga merasa ada niat
jahat untuk mencelakainya.
Namun, saat itu terdengar suara lantang dari belakang. "Jansen, kamu nanti akan mengotori kursi ini. Jadi,
berdiri saja
Jansen menoleh ke belakang dan menatap Juand yang tengah terkekeh menatapnya dengan tatapan mengejek.
"Aku ingat denganmu, Juand
kan? Kamu adalah orang yang selalu menderita karena ketidakberuntungan di masa lalu. Ternyata, hingga kini, kamu tetap menjadi penjilat. Sungguh menyedihkan," ujar Jansen dengan
mada mencemooh.
"Apa? Penjilat Juand menggebu
gebu kesal, dan hendak menerjang
Jansen,
Mahendra yang berdiri tak jauh
dari mereka segera menahan Juand, berkata dengan bijaksana, "Juand, kita datang untuk reuni, bukan membuat
masalah
Juand menghela napas, lalu
menyindir, "Kamu pikir kami
mengundangnya untuk menyambutnya? Kami hanya ingin menertawakannya. Menertawakan orang yang dulu diagungkan dengan
prestasi di sekolah. Lihat saja, sang
Jagoan ini tak mampu menaklukkan
dunia nyata
"Betul kata Juand, Mahendra,"
timpal Evandra. "Apa yang diajarkan di
sekolah tidak sepenuhnya bisa
diaplikasikan dalam kehidupan. Hanya
cara berhitung yang berguna,
selebihnya hanya teori yang tak bisa
diwujudkan. Lihat kita, kita tak perlu
menjadi pintar untuk memiliki banyak
uang dan kesuksesan
Jansen hanya tersenyum
mendengarnya, menyadari betapa
hidupnya telah berubah sejak ia
mendapatkan banyak uang dari sistem.
Dahulu, ia hanya seorang pemuda
sederhana yang hidup dalam
keterbatasan, tidak mampu
mengeksplorasi pengetahuan lebih jauh
atau membangun usaha karena
keterbatasan modal. Namun sekarang.
setelah dia mendapatkan banyak uang
dari sistem, ia memiliki kekuatan
untuk mengubah hidupnya secara
drastis.
"Hahaha, tawa Jansen, terdengar
jelas kebahagiaan yang terpancar dari
suaranya. Dalam tatapannya terhadap
Mahendra, terlihat keberanian dan
tekad yang kuat. "Tempatku memang
bukan disini!" ujar Jansen dengan
penuh semangat.
Jansen pun berjalan menuju
pintu, langkahnya mantap dan penuh
percaya diri, seolah tak ada yang bisa
menghentikannya untuk meraih
impian yang selama ini la dambakan.
Mahendra, yang melihat perubahan
pada Jansen, merasa terkejut sekaligus
kagum.
Dengan Rasa penasaran, Mahendra
mendekati Jansen, ingin mengetahui
lebih banyak tentang rencana yang ada
di benak Jansen. Namun sebelum
sempat menanyakan apa pun, Juand
menahan tangan Mahendra,
menatapnya dengan pandangan tegas.
Sementara Jansen berkata, "Tidak
usah khawatir, temanku," ucap Jansen
sambil tersenyum. "Aku akan
mengubah hidupku, dan aku akan
membuktikan bahwa aku bisa menjadi
lebih dari sekadar orang yang hidup
dalam keterbatasan. Aku akan membeli
perusahaan besar, dan aku akan
menjadikannya sukses."
Ketika pintu terakhir ditutup oleh Jansen, Mahendra langsung berusaha mengikutinya. Namun langkahnya terhenti, tangan kirinya masih terjepit erat oleh Juand yang menatapnya
tajam.
"Sudahlah, Mahendra," ujar
Evandra dengan nada tenang,
menghela nafas panjang sebelum
melanjutkan, "Bukankah dia sudah
hilang bahwa tempatnya memang tidak
di sini itu membuktikan bahwa ada
garis batas yang tak bisa dia raih."
Anggun, yang selari tadi
bergelayut di bantu Evandra,
menambahkan sambil menatap
Mahendra dengan tatapan sinis, Tidak
baik berteman dengan orang yang tak
memiliki apa-apa, Mahendra. Ingat
tujuanmu datang ke sini. Kami ingin
berkolaborasi dengan kami untuk
mewujudkan usahamu itu."
Mahendra mendengus, menggigit
bibir bawahnya sambil menatap pintu
yang telah ditutup oleh Jansen.
Hatinya terasa berat, namun dia sadar
bahwa ia harus memikirkan masa
depannya dan tujuan utamanya untuk
berada di sana
Dengan perasaan campur aduk,
Mahendra akhirnya melepaskan.
genggaman Juand, mengepalkan
tinjunya, dan memutuskan untuk
melupakan Jansen demi mewujudkan
usahanya bersama Evandra dan
Anggun.
Jansen melangkah keluar dari
Ruang Pribadi itu dengan perasaan
yang tercampur aduk, la baru saja
menyaksikan bagaimana uang dengan
mudahnya mampu merubah sifat
manusia yang awalnya baik dan tulus
menjadi rakus dan licik, lasa kecewa
dan amarah bergulir di hati Jansen.
Ia memutuskan untuk tidak.
langsung pulang. Sebagai pelepas
penat, ia duduk di kursi bar di lantai
bawah. Matanya melirik deretan
minuman beralkohol yang tersaji di
rak, namun ia tidak terlalu mengerti
jenis-jenisnya.
Dengan sembarangan, Jansen
menunjuk salah satu botol yang
tampaknya memiliki kadar alkohol
cukup tinggi. Sebagai bartender
profesional, pelayan bar itu segera
mengambil botol yang ditunjuk Jansen
dan menuangkan isinya ke dalam gelas
kecil yang telah diberi es batu.
Jansen meneguk habis minuman
tu dalam satu kali sorot, merasakan
sensasi paras yang menjalar dari
tenggorokan hingga perutnya. rasa
sakit hati dan kecewa seolah sedikit.
terobati oleh kehangatan alkohol
tersebut.
Tambah lagi ajar Jansen dengan
suara keras. Ia berusaha melupakan
kekesalannya dan hendak menyambut
hari esok dengan pikiran yang lebih
segar. Bartender itu kembali
menuangkan minuman beralkohol ke
dalam gelasnya, dan Jansen pun
kembali menenggaknya habis.
Lagi!" ujar Jansen dengan wajah
memerah namun penuh semangat.
Bartender terkejut melihat
kemampuan minum Jansen yang luar
biasa. Sudah lima gelas habis dalam
sekejap,
dan entah bagaimana Jansen
masih bisa berdiri tegak tanpa tanda
tanda mabuk. Bartender tidak habis
pikir bagaimana perut Jansen bisa
mengurai alkohol seolah-olah ia hanya
meminum air biasa.
Dengan ekspresi terkejut.
bartender itu menuangkan minuman
ke dalam gelas yang sama, siap untuk
diserahkan kepada Jansen. Namun,
sebelum Jansen sempat menggenggam
gelas itu, tiba-tiba sebuah tangan kecil
dengan gerakan cepat mengambil gelas
tersebut dan meminum isinya.
Mata Jansen terpana melihat
wanita cantik duduk di sampingnya
dengan tenang. Ia merasa seolah-olah
wanita ini telah menghilang dari
persepsinya. Tangan mungil wanita itu
menggenggam gelas, mengalihkan
perhatian Jansen kepadanya.
"Ini mungkin karena alkohol,
gumam Jansen pelan, menyadari
bahwa minuman keras yang telah ia
konsumsi mungkin telah
mempengaruhi
kemampuannya untuk
merasakan kehadiran orang di
sekitarnya. "Ternyata itu sangat tidak
baik!
Merasa tidak nyaman, Jansen
memutuskan untuk menggunakan
poin yang dimilikinya untuk mengurai
alkohol yang ada di perutnya. Dalam.
sekejap, ia merusakan perubahan
dalam tubuhnya.
Ding...
Satu Poin digunakan mengurai
Alkohol
Suara sistem bergema di
kepalanya, mengonfirmasi bahwa
alkohol yang telah mengacaukan
inderanya kini telah berhasil diurai.
Perlahan, ia mulai merasa lebih sadar
dan fokus, kembali mampu merasakan
kehadiran dalam jarak lima meter di
sekitarnya.
"Aku melihat banyak minum
sedari tadi. Apakah kamu terlalu
banyak pikiran, pemuda tampan?" ucap
Andini dengan senyum manis, sambil
mengulurkan tangan kanannya.
Kenalkan, namaku Andini.
Jansen menatap Andini sejenak,
lalu melihat ukuran tangan yang
mengulurkan diri padanya. Dengan
sikap ramah, ia menyambut
jabatan
tangan Andini. "Aku Jansen, aku hanya
suka minum, bukan berarti aku ada
masalah!" ucapnya dengan tenang. Dari
ekspresi wajahnya, terlihat bahwa
pengaruh alkohol sudah mulai
menghilang
Andini tertawa renyah mendengar
penjelasan Jansen. Haha. Ternyata
aku salah menduga. Maafkan akul
ucapnya dengan tulus.