Demi bisa mendekati cinta sejatinya yang bereinkarnasi menjadi gadis SMA. Albert Stuart rela bertransmigrasi ke tubuh remaja SMA yang nakal juga playboy yang bernama Darrel Washington.
Namun usaha mendekati gadis itu terhalang masa lalu Darrel yang memiliki banyak pacar. Gadis itu bernama Nilam Renjana (Nilam), gadis berparas cantik dan beraroma melati juga rempah. Albert kerap mendapati Nilam diikuti dua sosok aneh yang menjadi penjaga juga penghalang baginya.
Siapakah Nilam yang sebenarnya, siapa yang menjaga Nilam dengan begitu ketat?
Apakah di kehidupannya yang sekarang Albert bisa bersatu dengan Cinta sejatinya. ikuti kisah Darrel dan Nilam Renjana terus ya...
Novel ini mengandung unsur mitos, komedi dan obrolan dewasa (Dimohon untuk bijak dalam membaca)
Cerita di novel ini hanya fiksi jika ada kesamaan nama dan tempat, murni dari kreativitas penulis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 : Jodoh Tidak Boleh Tertukar
Nilam Palsu
"Megan... Ada tamu dari Jakarta, katanya teman sejawat kamu di rumah sakit juga ada salahsatu pasien kamu," suara Daddy-nya menginterupsi kegilaan Megan akan kecantikan istrinya.
Megan segera merapihkan bajunya lalu turun ke bawah menemui tamunya.
"Ni- Nilam ... !" pekik Megantara.
***
"Lho kok?! Kamu ngapain ke sini, Nil?" tanya Megan bingung. "Dan, tahu darimana aku tinggal di sini?" wajah Megan terlihat tegang.
Nilam menatap semua wajah yang kini terfokus padanya. "Dok, bisa kita bicara empat mata saja?" tanya Nilam terlihat ragu.
Euis, Pras dan kedua rekan kerja Megan kini beralih menatap wajahnya. Lelaki muda itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan sikap yang kikuk.
Terdengar langkah kaki ringan menuruni anak tangga. Setiap hentakan kakinya mempengaruhi detak jantung Megan yang kini berdetak tidak karuan. Antara bahagia bisa bertemu Nilam kembali, juga rasa takut jika sampai Rere cemburu.
'Lho, memangnya Rere tahu aku pernah suka sama Nilam. Santai aja Gan! Rere tidak akan cemburu.' Monolog Megan dalam hatinya.
Kini Rere berdiri di hadapan Nilam, sikapnya tenang tapi tatapan matanya menunjukkan sesuatu yang tidak bisa dipahami semua orang yang ada di sana. "Agan, ada tamu jauh kok aku ngga di kenalin," ucapnya dengan tatapan penuh selidik.
"Owh iya, kenalin Re... Ini Nilam. Pasienku dari Jakarta." Megan menunjuk ke arah Nilam. "Nilam ini Dewi Renjana," ucap Megan.
"Dewi Renjana ya A... ? Aku siapamu emangnya, Aa Gan?" goda Rere bergelayut manja di lengan Megan.
"Nil, ini... Ini istriku," ucap Megan pelan.
Rere mengernyitkan hidungnya, lalu menjawil dagu Megan dengan genit, "Iihh Agan lucu ya kalau lagi dag dig dug begini. Mba Nilam, aku istrinya Agan. Kami baru menikah kemarin," cetus Rere sambil menatap wajah suaminya yang gugup.
"Iy-iya... Nilam," jawab Megan gugup.
"Kamu nikah kok ngga ngabarin kita, Gan?!" tanya dokter Risty.
"Kebelet kawin Lo Gan!" ledek Erlangga.
"Eng... Engga bang, mama papa udah merencanakannya jauh hari." Megan lagi-lagi melirik Rere yang sejak tadi menempel terus di lengannya. Sementara Nilam menunduk menutupi kilat merah di matanya.
"Kalian anak muda, silahkan ngobrol dulu ya... Kami pamit, masih ada urusan di kantor," pamit Euis dan Pras.
Perhatian mereka kini terfokus pada punggung yang menjauh dari kedua pasangan yang sudah paruh baya, Euis dan Pras. Gestur tubuh mereka seakan tidak ingin terpisah jauh, saling merangkul dengan mesra hingga tubuh keduanya hilang bersama kendaraannya keluar halaman rumah Swiss.
Kini tatapan Rere kembali ke arah Nilam. Tatapannya lebih tajam dari sebelumnya. Saat ada kedua mertuanya Rere tidak mungkin menunjukkan jati diri yang sebenarnya. Rere menjentikkan jari tengah dengan jempol. Seketika Dokter Erlangga dan dokter Risty terdiam bagai patung. Udara terasa terhenti di sekitar mereka, jarum jam tidak lagi berdetak.
Sreek!
Renjana menarik tubuh Nilam mendekat lalu menghempaskannya ke lantai dengan keras hingga tubuh Nilam menggelepar di lantai, tubuhnya meliuk-liuk seperti ular.
Brakk!
"Rere! Kenapa kamu berlaku kasar seperti itu!" maki Megantara.
"Kenapa? Kamu takut dia mati? Dia tidak akan mati, karena dia adalah jin sama sepertiku. Dia datang untuk mengacaukan pernikahan kalian," ucapnya dengan suara mendesis, itu bukan suara Renjana.
Sontak Megan berdiri dari duduknya, menatap sosok dengan wujud Dewi Renjana tapi suaranya berbeda. "Si-siapaa kamu!" bentak Megan.
Cetaaarr!
Bomm!
Sosok yang berwujud Dewi Renjana memberi pukulan dari sebuah alat yang berbentuk cambuk pada tubuh Nilam. Sontak tubuh itu menggelepar seperti cacing kepanasan di atas lantai dan berubah wujud menjadi ular sanca kembang.
Megan tercengang melihat perubahan wujud tersebut. Begitu juga tubuh yang berwujud Dewi Renjana, kini berubah menjadi ular besar berwarna hijau. Bagian atas berwujud seorang ratu, bagian bawahnya berbadan ular. Ia meliuk-liukkan ekornya dengan tatapan dan gerakan waspada.
"Sekali lagi kalian mengganggu keluarga putriku, akan aku binasakan kerajaan kalian!" hardik sosok yang ternyata Nyimas Maheswari.
Ular sanca kembang itu berlari keluar rumah hingga sampai di halaman tubuhnya meledak.
Duaar!
Megan terpaku, tubuhnya lunglai tidak berdaya dengan wajah bengong tatapan matanya kosong. Nyimas Maheswari kini berhadapan dengan Megan, mata berkilat marah, tanpa senyuman dengan rahang yang mengeras.
"Aku sudah merelakan putriku untuk menjadi pendampingmu dan ia rela hidup sebagai manusia biasa tanpa kekuatan mistik dari kerajaanku. Tapi kamu malah masih menginginkan putriku yang lain! Dasar keturunan Anan Jaya yang tidak pernah puas dengan kekuasaan!" hardik Nyimas Maheswari dengan suara mengerikan.
"An—anda siapa ?!" tanya Megan.
"Aku adalah ibu dari Rere dan Nilam. Dan wanita tadi, dia jelmaan yang diutus Dewi Kentring untuk menggoda rumah tangga kalian." Nyimas Maheswari memutari Megan seakan ingin membelit tubuhnya.
Ekor ular yang ada di tubuh Nyimas Maheswari sudah membelit kedua kaki Megan perlahan naik hingga ke pinggangnya. Kini wajah mereka tidak berjarak. Wajah Nyimas Maheswari menatap Megan dengan tatapan amarah.
Mulut ular jelmaan itu terbuka lebar ingin menelan wajah Megan dengan sekali hentakan saja. Kedua mata Megan melotot terbuka sempurna. Ia baru kali ini melihat jelmaan ular begitu marah padanya. Di dunia ghaib nya dahulu, ia sering bermain dengan jelmaan ular kecil berwarna hijau, tapi ular itu sangat lucu dan jinak.
"Ibu!! jangann!" teriak Rere yang baru saja turun dari lantai dua.
"Laki-laki ini tidak pantas hidup lagi. Ia akan mempermainkan kalian, putriku!" jawab Nyimas Maheswari sambil mendesis.
"Jangan Nyimas, redakan amarahmu. Aku mencintainya!" cegah Rere.
"Apa kau tidak merasa dia sudah menginginkan kembaranmu juga?!"
"Aku yakin bisa menghapus ingatannya pada saudariku, Nyimas." Rere bersimpuh dengan menangkupkan kedua telapak tangannya di atas kepala. "Aku mohon redakan amarahmu, Nyimas. Aku menyukainya sejak aku masih bayi di bawah asuhan Nyimas Dewi Kentring. Ia pemuda yang baik, hanya saja ingatannya masih belum begitu pulih dengan keberadaanku." Rere semakin merendahkan tubuhnya di hadapan Nyimas Maheswari.
Belitan ekor ular di tubuh Megan perlahan mengendur, wajah Nyimas Maheswari tidak lagi menampakkan amarahnya. Megan segera mengikuti apa yang dilakukan Rere, ia ikut bersimpuh di depan ibu mertuanya.
"Maafkan aku yang tidak tahu ikatan persaudaraan antara Rere dengan Nilam. Wajah mereka nyaris sama. Aku pikir, Rere orang yang sama dengan Nilam," kelit Megan. Nada kebohongan terdengar di telinga Nyimas.
"Tidak perlu berbohong di hadapanku, aku bisa membaca kebohonganmu, menantuku. Jangan kamu ganggu putriku yang lain jika kamu masih menyayangi keluargamu," ancam Nyimas.
"Ba-baik... Nyimas," jawabnya gugup.
"Lepaskan jepit rambut di kepalamu, nduk. Benda itu bukan lagi milikmu, jodoh kalian tidak boleh tertukar," titah Nyimas.
Dengan wajah yang masih merunduk, Rere dan Megan saling bertatapan pandang. Tanpa banyak tanya, Rere melepaskan jepit rambut yang sangat menyita perhatiannya.
Rindu yang menggerakkan langkahku
Sementara di tempat lain, Nilam diam terpaku di halaman kantor Darrel. Wajahnya menadah langit menatap puncak gedung yang katanya menjadi tempat beristirahat Darrel selama satu minggu ini. Langit senja yang masih hangat dan menyilaukan tidak menghalangi Nilam untuk terus menatap puncak gedung dua puluh lima lantai itu.
"Kamu kemana sih, Rel. Aku merindukanmu," rintih Nilam.
Suara lirih hati Nilam bagikan lonceng berdentang nyaring di telinga Darrel atau Albert. Pria yang masih berwujud vampire itu menampilkan seringai licik tapi lucu, seringai tanpa dihiasi gigi taring tajam nan runcing. Ia melangkah menuju lift dari kastil peninggalan kakek Darrel dengan jantung yang berdebar-debar kencang.
Setiap kali pintu lift terbuka, segera ia tutup dengan cepat agar tidak ada yang masuk ke dalam lift.
"Hah! Lama sekali lift ini! Seharusnya aku buat lift khusus untukku agar tidak ada yang mengganggu!" makinya dalam hati.
Setiap menit terasa berat bagi Darrel, jarum jam seakan meledeknya dengan detakan yang dibuat sepelan mungkin hingga ia harus mendesah gusar beberapa kali. Setelah sampai di hadapan Nilam yang masih fokus menatap kastil di puncak gedung, Darrel menutup mulutnya lalu... "Hah... Hah... " Ia mengernyitkan hidungnya sendiri. "Aroma mulutku kenapa bau kambing domba!" gerutunya.
Darrel tiba-tiba menghilang dan kembali ke kastilnya untuk mengambil penyegar mulut. Saat kakinya akan melangkah lagi ke arah lift, ia baru teringat kalau ia bisa mempercepat menemui Nilam dengan cara menghilang.
"Aahh... bodoh sekali aku! Aku kan bisa ngilang!" ucapnya sambil mengetuk keningnya.
Tepat di hadapan Nilam, Darrel tersenyum manis, "Nil... " panggilnya lembut.
Nilam menarik dagunya ke arah bawah dan melihat sosok tampan yang kini ada di hadapannya. "Rel... " balas Nilam dengan mata yang membola. "Ini beneran kamu? atau Albert?" tanya Nilam.
"Kamu maunya aku jadi siapa?" tanya Darrel atau Albert dengan wajah cemas.
Nilam terdiam. Lama.
"Da—Albert!" jawab Nilam akhirnya.
,, kenapa ya orang suka cinta meski sering disakiti 😫 ,, kisah cintamu selalu menyakitkan kak othor...