NovelToon NovelToon
Istri Rahasia Sang CEO

Istri Rahasia Sang CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Cinta Seiring Waktu / Romansa / CEO
Popularitas:25.6k
Nilai: 5
Nama Author: Rienss

“Sah!”
Di hadapan pemuka agama dan sekumpulan warga desa, Alan dan Tara terdiam kaku. Tak ada sedikitpun senyum di wajah meraka, hanya kesunyian yang terasa menyesakkan di antara bisik-bisik warga.
Tara menunduk dalam, jemarinya menggenggam ujung selendang putih yang menjuntai panjang dari kepalanya erat-erat. Ia bahkan belum benar-benar memahami apa yang barusaja terjadi, bahwa dalam hitungan menit hidupnya berubah. Dari Tara yang tak sampai satu jam lalu masih berstatus single, kini telah berubah menjadi istri seseorang yang bahkan baru ia ketahui namanya kemarin hari.
Sementara di sampingnya, Alan yang barusaja mengucapkan kalimat penerimaan atas pernikahan itu tampak memejamkan mata. Baginya ini terlalu cepat, terlalu mendadak. Ia tak pernah membayangkan akan terikat dalam pernikahan seperti ini, apalagi dengan gadis yang bahkan belum genap ia kenal dalam sehari.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rienss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sulit Untuk Menepis Perasaan Itu

Setelah Rinda memberitahunya, Tara memasuki ruang kerja CEO dengan langkah yang terasa berat. Dala hatinya, ia sudah bisa menebak bahwa Alan bukan memanggilnya karena urusan pekerjaan, pasti semua berkaitan dengan kejadian di tangga darurat tadi.

Suasana sunyi yang menekan langsung terasa begitu pintu di belakang Tara kembali tertutup rapat.

Dari kejauhan, ia bisa melihat Alan yang duduk di belakang meja kerjanya dengan wajah tegas. Pria itu menatap dirinya dengan tatapan tajam.

“Duduk,” perintah Alan seolah tak memberi ruang untuk penolakan.

Tara menarik kursi di hadapan Alan, namun gadis itu tak segera menempatkan dirinya di sana. Ia berdiri beberapa detik menenangkan diri, mengatur napasnya yang terasa berat.

“Apa aku harus membantumu duduk?” tanya pria itu kemudian

Tara menggeleng cepat, ia pun buru-buru duduk di kursi itu.

Keheningan mengisi ruangan luas itu sejenak. Alan masih menatap Tara dengan mata elangnya, sementara Tara memilih menundukkan kepala, bersiap enghadapi amarah pria itu selanjutnya.

“Dirga bilang apa padamu?” suara Alan memecah keheningan.

Seketika itu Tara mengangkat pandangannya. Ia pikir suara Alan akan meledak, marah-marah padanya. Tapi yang ia dengar sekarang, pria itu justru berkata dengan suara yang lembut, meski ketegangan masih terasa di dalamnya.

“Tidak ada,” jawab Tara datar. “Pak Dirga hanya terkejut dengan pemindahan saya ke sini.”

“Benarkah?” Alan menatapnya seolah tak percaya begitu saja.

Tara mengangguk, dan suasana kembali hening.

Alan masih menatap Tara tanpa berbicara apapun. Ia lalu menghela napas dan menyandakan punggungnya ke kursi dengan kedua tangan bersedekap di depan dada.

“Seperti apa hubunganmu dengan Dirga?”

Tara menaikkan sebelah alisnya. “Maksud, Bapak?”

Alan tak langsung menjawab. Beberapa saat kemudian ia kembali menegakkan punggungnya, kini lengannya ia lipat di atas meja. “Aku peringatkan padamu Tara, statusmu masih sah sebagai istriku, meskipun hanya secara agama. Jadi kamu jangan sembarangan berdekatan dengan pria lain, termasuk Dirga.”

Tara terdiam beberapa detik, terkejut dengan pernyataan itu. Ia tahu bahwa hubungannya dengan Alan masih terikat dalam sebuah pernikahan. Tapi, mendengar penyataan pria itu barusan membuatnya merasa terjebak dala aturan yang tidak jelas.

“Bapak ini lucu,” ujarnya diiringi senyum miring yang terkesan sedikit mengejek. “Kemarin Bapak bilang akan melepaskan saya setelah saya menemukan pria yang tepat. Tapi sekarang Bapak mengatakan saya tidak boleh sembarangan dekat dengan pria lain. Maksud Pak Alan apa sebenarnya? Kapan saya bisa menemukan pria yang tepat bagi saya jika Pak Alan menghalangi saya melakukan penjajakan.”

“Kau...” Alan menggeram kesal, berani sekali Tara mendebatnya seperti itu. “Asal kamu tahu, aku sedang berusaha melindungimu, Tara. Kamu bahkan tidak tahu sedang berada di dunia seperti apa sekarang.”

“Bapak tidak perlu mengkhawatirkan saya. Saya bisa jaga diri,” Balas Tara berani. “Yang perlu Pak Alan lakukan sekarang adalah melepaskan saya, sebelum ada orang lain yang mengetahui seperti apa status kita sebenarnya.”

Alan mengepalkan tangannya di atas meja, “Kau berani mengancamku, Tara?!” serunya jengkel.

“Saya tidak mengancam, Pak. Saya hanya memberi saran,” jawab Tara sama sekali tidak merasa gentar dengan tekanan dari Alan.

“Saranmu tidak aku terima,” tolak Alan cepat dan tegas.

Tara mendengus keras, tak kalah jengkel dengan Alan. “Lalu bapak maunya apa?”

Alan mendongak, tatapannya pada Tara kian menajam. “Kamu tanya mauku? Mauku masih sama, Tara. Kau tetap berstatus jadi istriku sampai aku sendiri bisa menemukan pria  yang cocok untukmu.”

“Apa?!” Tara tampak sekali terkejut mendengar ucapan itu.

“Ya. Aku yang akan memilihkan pria itu untukmu,” jawab Alan tanpa ragu, seolah itu adalah keputusan final yang tidak bisa dibantah.

“Tidak bisa, saya tidak mau.” Tara bersikeras, darahnya seperti mendidihh mendengar keputusan sepihak Alan. Bapak tidak boleh...”

“Ini bukan penawaran, Tara,” potong Alan cepat dengan nada tajam. “Ini keputusanku.”

“Pak, saya...!” Tara hampir tak bisa menahan amarahnya. Ia ingin sekali berteriak memaki-maki Alan sekeras-kerasnya. Tapi sekuat tenaga ia berusaha menahannya. Ia tahu jika emosinya meledak, itu hanya akan memperburuk keadaan.

“Pilihanmu hanya satu,” lanjut Alan dengan tatapan yang lebih tegas. “Menurut padaku.”

Tara tidak bisa menahan diri lagi. Ia bangkit dari kursinya dengan gerakan kasar. Matanya menyala penuh kemarahan. “Saya tidak perduli apa yang Bapak pikirkan. Saya berhak memilih jalan hidup saya sendiri!“ ucapnya tegas dan penuh keyakinan.

“Dan kau juga akan tahu kalau aku tidak akan tinggal diam jika kau terus membangkang,” balas Alan tanpa ragu.

Tara memilih tak menanggapi lagi. Ia berbalik dan melangkah cepat menuju pintu. Sementara Alan mengikuti setiap gerakan Tara dengan ekspresi tak terbaca.

“Aku tidak ijinkan kamu pulang dengan Dirga lagi mulai hari ini, Tara. Ingat itu.”

Tara sempat menghentikan langkahnya lagi, hanya beberapa detik, dan ia tidak menoleh sedikitpun pada Alan ataupun menanggapi ucapannya.

Ia lalu melanjutkan langkahnya dengan kedua tangan mengepal di sisi tubuhnya. Di sisi lain, Alan masih duduk sembari menatap kepergiannya. Wajahnya dipenuhi ekspresi yang sulit dibaca.

Ia tahu betul, apa yang dilakukannya, apa yang diputuskannya barusan hanya akan semakin memperumit keadaan. Ia juga sadar bahwa dirinya sedang mempertaruhkan keutuhan rumah tangganya dengan Lira, wanita yang selama ini menjadi satu-satunya di hatinya.

Tapi, ada sesuatu yang tak bisa ia ingkari. Sesuatu yang lebih mengganggu dari sekedar keraguan.

Keberadaan Tara, dengan segala yang ada di diri gadis  itu, kini justru mampu meruntuhkan tembok yang selama ini ia bangun untuk melindungi dirinya dari perasaan yang tak diinginkan.

Tara, gadis itu, entah sejak kapan telah berhasil menyusup ke dalam sisi terdalam hatinya. Ia tak tahu pasti sejak kapan perasaan seperti ini mulai tumbuh. Mungkin saja itu terjadi sejak awal pertemuan mereka, tetapi saat itu ia berhasil menolaknya dengan tegas, meyakinkan diri bahwa cintanya pada Lira adalah pelindung yang cukup kuat untuk menjaga dirinya dari godaan.

Harusnya perasaan ini tidak muncul, bukan? Harusnya ia bisa mengendalikan dirinya sekali lagi, menjaga semua batasan. Rumah tangganya dengan Lira, itu yang seharusnya ia prioritaskan.

Tapi, semakin lama justru semakin sulit bagi Alan untuk menepis perasaan itu, perasaan yang mengganggu dan bertumbuh diam-diam tanpa ia sadari.

Alan menatap kosong ke arah pintu ruangannya yang telah tertutup rapat. Perasaannya bergejolak. Apa yang seharusnya ia lakukan sekarang? Dan apa yang sebenarnya ia inginkan?

*

Tara sedang sibuk di meja kerjanya memeriksa laporan yang barusaja ia revisi ketika Rinda menghampirinya.

“Tara, kamu diminta ke ruangan Pak Alan sekarang, bawa revisi laporannya,” ujar wanita itu  datar.

Tara tertegun sejenak. Jujur ia masih malas sekali bertemu dengan Alan, khawatir akan menyulut emosinya lagi seperti tadi pagi.

“Ra...” panggil Rinda sekali lagi, “Jangan melamun, Pak Alan bisa ngamuk ntar.”

Tara buru-buru mengangguk. Setelah menyimpan laporan itu ke dalam flashdisk, Tarapun bergegas ke ruangan CEO.

Tok. Tok. Tok.

“Masuk.”

Begitu pintu ruangan terbuka, Tara bisa melihat Alan yang sedang duduk di mejanya sambil menatap layar laptop di hadapan pria itu. Suasana terasa mencekam bagi Tara.

Dengan langkah hati-hati Tara menghampiri meja pria itu, menyodorkan flashdisk yang dibawanya.

“Kenapa lama sekali? Aku sudah menunggunya sejak tadi,” ujar pria itu sambil menerima flashdisk. Ia menatap Tara sejenak sebelum matanya kembali ke layar.

“Saya...”

“Masih marah padaku?” potong Alan dengan nada sedikit tajam.

Tara terdiam sejenak, ia sempat menatap Alan beberapa detik sebelum akhirnya menggeleng pelan. Bahkan kata-katanya seolah tak bisa keluar dari tenggorokan.  “Tidak,” jawabnya lirih.

Alan masih tetap terpaku pada laptop namun sudut bibirnya terangkat sedikit, membentuk seringaian kecil. Entah itu karena jawaban Tara ataukan karena tampilan laporan yang sedang dibacanya.

“Kemarilah,” ucapnya sembari mengkode Tara agar mendekat padanya dengan tangan.

Tara yang bahkan belum dipersilakan duduk mendekat perlahan dengan langkah kaku.

Di sisi lain, Alan sendiri juga berusaha mati-matian untuk tidak memperhatikan, meskipun ia merasakan debaran kecil di dadanya ketika Tara melangkah lebih dekat padanya. Tanpa sadar ia sedikit menegakkan tubuhnya, merasa sedikit gelisah meski mencoba menyembunyikan.

“Ini masih banyak kesalahan. Coba lihat bagian ini,” ujarnya sambil menunjuk ke layar begitu Tara berdiri di samping kursinya.

Saat gadis itu sedikit membungkuk untuk memeriksa sendiri hasil kerjanya, desiran aneh di dada Alan semakin menjadi. Ia sampai menelan ludah beberapa kali.

“Kenapa tidak lebih teliti?” lanjutnya dingin, meskipun ada ketegangan tersembunyi dibalik nada bicaranya.

Tara menelan ludah, menyadari kesalahannya.

“Revisi bagian ini sekarang juga,” titah Alan tanpa basa-basi.

“D_di sini?” tanya gadis itu memastikan.

“Ya. Untuk apa kamu harus bolak-balik ke ruanganmu? Ini hanya revisi kecil. Tidak efisien kalau harus berjalan ke sana ke mari. Laporan ini akan dipakai meeting siang ini.” jawab Alan dengan nada lebih tegas.

Tara menelan ludah sebelum mengangguk kecil. Ia merasa agak canggug, namun tentu saja tak bisa menolak karena itu perintah atasan.

Dan saat itulan Alan beranjak dari kursinya. “Duduklah,” ujarnya sembari melonggarkan dasi.

Tara spontan menoleh, menatap pria itu tak percaya. Dia... disuruh duduk di kursi CEO? Yang benar saja.

“Kenapa bengong? Cepat selesaikan!” kata Alan menatapnya tajam.

“S_saya...”

“Duduk!” perintah Alan tegas.

Tara yang tidak punya pilihan akhirnya menurut. Dengan perasaan gugup yang membuncah,  ia pun duduk di kursi pria itu.

Dengan tangan sedikit gemetar Tara mulai merevisi bagian yang tadi ditunjukkan Alan, mencoba berkonsentrasi penuh pada layar meskipun harus ia akui hatinya berdebar tak beraturan.

Sementara Alan berdiri di samping kursi, memperhatikan dengan cermat. Sesekali ia menunjuk bagian lain dari laporan yang dirasa kurang tepat, dan mengomeli hasil kerja Tara yang  menurutnya berantakan.

“Yang ini juga,” kata pria itu menunjuk bagian lainnya.

Tara yang mendengar hanya bisa diam, merasa kesal pada dirinya sendiri karena kesalahan yang ia lakukan. Sesekali ia menggaruk sisi kepalanya yang sebenarnya tak gatal, berusaha menenangkan diri di tengah tekanan yang semakin besar.

Dan pada saat itu, terdengar pintu ruangan diketuk dari luar. Keduanya menoleh ke arah pintu hampir bersamaan. Tara yang semakin gugup hendak beranjak dari kursi yang didudukinya, namun niatnya terhenti saat Alan menekan bahunya dengan lembut.

“Tetap di situ,” ujarnya Alan dengan nada rendah tapi tegas.

Tara menelan ludah, merasa semakin gugup, tetapi ia tidak berani menanggapi. Ia memilih untuk tetap diam di kursi itu, matanya kembali tertuju pada layar laptop, meski pikiran dan hatinya kacau balau.

Tak lama berselang pintu ruangan terbuka perlahan. Rico masuk dengan membawa map dan tablet di tangan. Pria itu sempat kaget, bahkan membeku melihat Tara yang duduk di singgasana milik Alan yang biasanya tak siapapun diijinkan untuk menyentuhnya.

1
Yani Cuhayanih
nyonya anggi kabur dari suami nya dan anak anaknya demi menikah dengan llaki kaya..jika benar begitu ooh sungguh klise..alan poigami dengan dua orang wanita bersaudara tiri..wiiih pusiing/Smug/
Dewizulfa Yulius
selalu menunggu up nya..
Thor ...up nya jangan 1 bab perhari
Yani Cuhayanih
gk mungkin kan tara adalah anaknya nyonya anggi..🤭
Yani Cuhayanih
kayak anak kecil yg mo piknik ke Dufan tp gk di ijinin soal nya minggu ini lagi ada ulangan semester 1 ,De jd gk usah ngeyel mo naik roller coster..ya nanti bisa demam tinggi seperti pak Alan yg ketakutan ditinggal istri muda...ya salam🤭
Yani Cuhayanih
sadarlah tara kamu masih jd cadangan jangan terlena dengan mulut manis alan yg haus akan belaian..ceritanya pengusaha hebat ko masih bisa ditipu istri pertama..🤭
Rienss: betul
total 1 replies
Ma Em
Dirga langsung patah hati setelah tau bahwa wanita yg menjadi incarannya ternyata sdh menikah dgn kakaknya , semoga Dirga segera dpt pengganti Tara wanita yg baik pula , serta semoga kelakuan Lira yg sdh selingkuh dgn Alex musuh bebuyutan Alan segera terbongkar agar Alan bisa langsung lepas dari Lira .
Yani Cuhayanih
tara situasi semakin rumit ku kira kehadiran mu hanyalah di manfaatkan utk kebahagiaan alan atau dirga..tara kamu akan hancur jika memilih salah satunya lebih baik kabuur yg jauh ..ok thor 😄
sarinah najwa
gak ikhlas kalau tara jadi cadangan . thor apa lira dan alan ada affair. jangan bikin tara yg di salahkn dan d hujat🙏🙏
sutiasih kasih
Tara slmanya jdi serep si-Alan....
kabur gih Tara.... krna si Lira istri smpurnanya pasti bkalan ketauan selingkuh...
jdi mnding Tara prgi jauh.... biar Si-Alan brjuang jungkir balik mncarimu😄😄
Yani Cuhayanih
enak saja kamu alan ,istri mu pergi eeh masih ada cadangan istri muda..tara kabuuur aja nanti kalo ketahuan istri sah yg asli nya wewe gombel itu pura2 sok cantik dan baik..tetap aja di mata masyarakat tara yg salah..kabur yaah
Yani Cuhayanih
Tara lebih baik kabuurr aja ..gk enak lho jd simpana. jangan percaya mulut manis alan
Ika Yeni
weh double up ini tor,, semangat up torr💪
Rohana Omar: betul tu
total 1 replies
Yani Cuhayanih
mulut lemes mu dirga memang awal bencana utk tara...dasar playboy cap kadal ..🤭
Rohana Omar
1 bab je ke setiap ari....
Yani Cuhayanih
bagus mulai lah dari dirga ..kalo berani alan silahkan bicara jujur dengan dirga..ngomong tara itu adalah istri abang /Smug/
sutiasih kasih
Alan mati"an mnjaga hati lira.... smpe" sulit mngungkapkn poligaminya.....
eeee g taunya si lira yg anggun.... lmbut... manis sikapnya... yg di kira setia.... trnyata jalang n rubah betina😂😂😂
Rahmat
kapan terbongkar perselingkuhan lira biar alan langsung cerai kan dan tara pemenangx
Yani Cuhayanih
alan oh alan jangan asal asalan jd suami..dech yg bener dong tanggung jawab na ..poligami bisa adil oh omdo bro/Smug/
Ma Em
Ternyata Lira selingkuh dgn Alex , semoga perselingkuhan Lira segera terungkap dan Alan mengetahui semuanya agar Tara bisa menjadi istrinya Alan satu2 nya.
sutiasih kasih
hmmmm.... gmn ya hncurnya hati Alan... saat tau klo lira trnyata jalang murahan😄😄😄
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!