Valda yang saat itu masih SD, jatuh cinta kepada teman dari perumahan seberang yang bernama Dera. Valda, dibantu teman-temannya, menyatakan perasaan kepada Dera di depan rumah Dera. Pernyataan cinta Valda ditolak mentah-mentah, hubungan antara mereka berdua pun menjadi renggang dan canggung. Kisah pun berlanjut, mengantarkan pada episode lain hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Achmad Aditya Avery, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengalaman Baik juga Buruk
Tidak lama kami dipanggil untuk tampil di panggung. Kami pamit dengan Bu Zeni dan Miss Cita yang saat itu tidak berhenti tersenyum. Entah, sepertinya mereka tidak percaya jika kami akan tampil. Pada dasarnya, kami dikenal sebagai murid yang pendiam di kelas, yang jarang membuat ulah. Bu Zeni berkata, “Sukses ya!”
Kami membalas dengan senyum kemudian beranjak pergi. Kami melihat mereka sepertinya akan menonton penampilan kami. Benar saja, Bu Zeni dan Miss Cita berdiri di samping bangku penonton sambil tersenyum kepada kami.
Saat Amda dan yang lain sibuk menyesuaikan alat musiknya, aku mulai diwawancarai oleh pembawa acara. Aku ambil mikrofon dan siap berlagak seperti seorang vokalis terkenal.
“Sebelum tampil. Boleh dong kenalan dengan AVEOBA. Kapan terbentuknya AVEOBA dan kenapa namanya bisa AVEOBA? Apa itu artinya AVEOBA?” tanya pembawa acara.
“Boleh banget! Kami berdiri sebenarnya sekitar enam bulan yang lalu tapi kami baru aktif belakangan ini. Arti dari AVEOBA sendiri sebenarnya kami juga belum mendapatkannya,” jawabku. Mendengar itu pembawa acara terlihat bingung sambil menebarkan senyum yang dari awal kami berbincang hingga sekarang tidak pernah luntur.
“Sebenarnya AVEOBA itu sendiri adalah nama depan personelnya masing-masing. A untuk Amda, V untuk Valda, E untuk Erdy, dan O untuk Osa. BA itu sendiri kepanjangannya Band. Jadi kurang lebih, Amda Valda Erdy Osa BAnd,” lanjutku. Pembawa acara terlihat terkejut.
“Wow! Lalu ini semua personelnya dari SMA yang sama atau beda-beda?” tanya pembawa acara.
“SMA ada tiga orang yaitu saya, Amda, dan Erdy. Lalu yang SMK ada satu yaitu Osa, tapi kami dari sekolah yang sama,” jelasku.“Lalu bagaimana kalian latihan?” tanya pembawa acara.
“Kami sudah mengatur jadwal latihan rutin yaitu setiap malam minggu,” jawabku.
“Wah, sangat menarik! Lagu apa yang akan kalian nyanyikan nanti?” tanya pembawa acara lagi.
“Lagu yang pertama dari The Changcuters yang berjudul Racun Dunia dan yang kedua kami juga membawakan lagu The Changcuters yang judulnya Main Serong,” jawabku sambil tersenyum di hadapan penonton.
“Wah, ternyata penggemarnya The Changcuters nih! Sukses buat AVEOBA ya! Oke, sudah siap untuk tampil semuanya?” tanya pembawa acara ke arah Erdy, Amda, dan Osa.
“Sip! Sudah siap?” tanyaku. Erdy, Amda, dan Osa mengangguk.
“Oke, tepuk tangan dulu buat AVEOBA dengan lagu pertama Racun Dunia!” ucap pembawa acara dengan girangnya. Mendengar itu, aku langsung menghadapkan badan ke penonton.
“Oke, masih semangat semuanya!” teriakku kepada penonton. Penonton membalasnya dengan teriak dan tepuk tangan. Ini makin membuatku semangat. Kami mulai beraksi dengan aba-aba dariku.
“Satu, dua, tiga, empat!” teriakku.
Dug dag dug! Dug dag! Dug dag dug! Dug dag!
Intro yang benar-benar familier di telinga semenjak pertama kali kami menyanyikan lagu ini.
“Racun! Racun! Racun! Mati laju darahku memang kau racun!”
Kami memulainya dengan baik. Para penonton terlihat bersemangat. Hingga akhir lagu, mereka benar-benar melihatku. Mungkin karena di panggung aku tidak bisa diam. Menarik napas sejenak, lalu kembali menyapa penonton, “Masih semangat semuanya?”
Penonton menjawab, “Masih!” Mendengar itu aku langsung berteriak, “Oke! Lagu berikutnya adalah Main Serong!”
Suaraku sepertinya mulai serak setelah berteriak habis-habisan karena lagu Racun Dunia. Lagu Main Serong juga membuatku harus mengeluarkan tenaga penuh untuk bergerak. Mencoba tidak peduli dengan serak dan kembali bernyanyi.
Alunan nada yang membuat jantung berdetak kencang itu kembali membuatku menggila. Sayangnya, karena mikrofon kabel, aku tidak bisa berjalan terlalu jauh.
Tepuk tangan keras untuk kami sebagai tanda penampilan kami telah selesai. Setelah mengucapkan salam penutup, kami langsung turun dari panggung dan mulai beristirahat. Kami menghampiri Bu Zeni yang berada di tempat kami duduk sebelum tampil. Bu Zeni dan Miss Cita ingin pamit pulang. Aku bertanya tentang penampilan kami. Bu Zeni tersenyum dan berkata, “Latih lagi suaranya ya.”
Izal yang saat itu menunggu konser kami dan semua personel AVEOBA mentertawaiku. Aku hanya bisa pasrah. Mungkin tadi ada kesalahan teknis pada suaraku.
Mencoba menghibur diri dengan membuat pernyataan yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan kacaunya suara ini. Tidak bisa mengelak. Suaraku memang kacau. Namun, aku selalu yakin akan prestasi band ini.
Tiba-tiba Osa mengajak kami untuk tampil lagi sekitar jam 1 nanti. Amda dan Erdy yang awalnya menolak karena sudah lelah serta aku yang saat itu sedang krisis percaya diri mencoba berpikir kembali. Demi kemajuan AVEOBA, aku harus menyingkirkan keraguan.
Akhirnya aku memutuskan untuk menyetujui permintaan Osa. Hanya tinggal menunggu Erdy dan Amda, dengan wajah yang sedikit cemberut dan tidak semangat akhirnya mereka mengikuti permintaan Osa. Amda mengusulkan lagu Kotak yang berjudul Masih Cinta. Kami menyetujuinya daripada harus berdebat dalam keadaan yang sangat melelahkan ini.
Sesi kedua dimulai. Sebelum kami tampil, ada satu band yang tampil terlebih dahulu. Band beraliran pop ini memang cukup mengagumkan. Tanpa bertingkah berlebihan di panggung, mereka bisa lancar mendapat perhatian penonton.
Saat mereka selesai tampil, nama kami kembali dipanggil oleh pembawa acara. Sesuai dengan perintah, kami menyanyikan satu lagu yaitu Masih Cinta. Saat baru memasuki intro, Osa keliru menabuh drum, tidak pas dengan permainan gitarnya Amda. Kekacauan kami dimulai di sini.
“Bego lu Sa!” teriak Amda.
Kami langsung bengong karena teriakan Amda. Kami sedang di atas panggung dan dilihat oleh penonton, meskipun tidak terlalu keras suaranya karena tidak menggunakan mikrofon. Rasanya ingin segera kabur menjauh dari panggung. Aku hanya tersenyum dan tertawa kecil begitu juga Erdy dan Osa. Sepertinya hal ini akan membuat suasana hati Amda rusak parah.
Kami melanjutkan penampilan, saat pertengahan lagu, aku melihat ke arah para penonton, di sana band yang tampil sebelum kami sedang berkumpul. Mereka tepat di hadapanku. Vokalisnya terlihat tertawa ke arahku. Beberapa personel lainnya juga terlihat berbisik-bisik kepada vokalisnya. Apa-apaan itu? Aku mencoba tidak peduli, hingga akhirnya kami selesai bernyanyi dan mengucapkan salam terakhir kepada penonton. Saat kami meninggalkan panggung.
“Val, lu diketawain sama vokalis band yang tampil tadi, enggak sadar lu, Val?” bisik Erdy.
“Iya, gue juga lihat tadi, jelas banget malah,” balasku.
“Lu kenapa Da tadi?” tanya Erdy sambil tertawa.
“Itu si Osa, dodol, enggak pas drumnya!” jawab Amda menggerutu.
“Iye iye, sorry, lemes gue tadi,” jawab Osa.
“Harusnya enggak usah tampil lagi tadi, kalau tahu begini mah!” kata Amda.
“Yaelah Da, pengalaman kali,” kata Osa mencoba menenangkan suasana.
Kami langsung pulang, tapi setelah ini, aku harus pergi ke sekolah Inosa untuk melihat pengumuman pemenang festival. Aku berulang kali meminta Erdy, Osa, dan Amda untuk datang tapi pikiran negatif membuat mereka malas mengetahui hasil dari festival itu, padahal tidak ada salahnya melihat sebentar.
Mereka tidak yakin akan menang. Aku mengajak mereka kembali.
“Wei, bareng aja lihat pengumumannya, parah dah,” kataku.
“Enggak ah, Val. Sudah ketebak hasilnya. Band kita kacau,” kata Amda.
“Kemarin gue mimpi kita menang lo,” kataku.
“Mimpi berarti kebalikannya Val. Kita kalah. Sudah, lu aja yang ke sana, dekat ini, ‘kan?” ucap Amda.
“Iya Val, lu aja ya, capek nih.” Erdy menyambar.
“Iya, dah,” kataku pasrah.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...