Rere seorang Gadis yang berasal dari keluarga Sederhana dan cukup tapi takdir berpihak kepadanya, dia Yang anak kandung diperlakukan seolah dirinya orang lain, sedangkan orang yang seharusnya tidak menggantikan tempatnya menjadi kesayangan semua keluarganya.
Bagaimanakah kisah hidupnya, akankah dia mendapatkan kebahagian yang dia cari
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ummu Umar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28
Keesokan harinya sebelum kerumah sakit Aska tidak ikut sarapan tapi langsung pergi kerumah Rere, dia sengaja izin hari ini selain untuk kerumah sakit, dia juga akan mengantar ibunya untuk membeli perlengkapan lamaran itu.
Tok.. tok Aska yang berdiri didepan pintu kini mengetuk pintu kamar sang adik.
Rere yang tengah sarapan kini mengerutkan keningnya mendengar suara ketukan dari luar, siapa coba bertamu pagi sekali seperti ini.
"Loh ngapain kakak disini??, terus tahu darimana alamatku??". Rere menatap tajam sang kakak dengan penuh intimidasi.
Dia tidak tahu jika kakaknya tahu alamatnya padahal yang tahu hanya Laras saja tapi sang kakak malah mengetahuinya.
"Maaf Re, kakak hanya mau mengambil rambut kamu dan langsung kerumah sakit karena siang nanti kakak akan pergi berbelanja perlengkapan pernikahan". Aska menggaruk kepalanya tidak gatal karena salah tingkah ditatap seperti itu oleh adiknya.
"Terus bagaimana kakak tahu alamatku??". Rere masih menuntut jawaban dari sang kakak karena kakanya ini belum menjawab pertanyaannya.
"Maaf yah, waktu dari cafe itu, kakak mengikuti kamu dengan menggunakan ojek, kakak tidak bermaksud apapun tapi kakak hanya ingin tahu kamu tinggal dimana, soalnya selama ini kamu jarang membalas dan menggubris pesan kakak". Aska menatap adiknya dnegan sendu, dia menunduk takut jika adiknya itu mengusirnya.
Helena hanya bisa membuang kasar nafasnya, emosinya terpancing padahal ini masih pagi, tapi melihat ekspresi kakaknya yang bersalah, dia mengurungkan niatnya untuk memarahi kakaknya.
Dia yakin kakaknya punya alasan yang masuk akal sampai mengikutinya seperti itu
"Masuklah, aku yakin kakak belum sarapan". Ucap Rere membuka pintu kamarnya mempersilahkan kakaknya masuk.
Biar bagaimanapun Aska adalah kakak tertuanya, dia harus bisa menghormatinya walau dia kesal setengah mati, apalagi ini masih terlalu pagi, dia yakin kakaknya itu pasti belum sempat sarapan, karena dirumah mereka biasanya ibunya baru memasak jam segini.
"Tidak usah Re, kakak tidak mau merepotkan kamu, kakak hanya ingin mengambil sampel rambutmu, nanti biar kakak sarapan di rumah sakit saja". Tolak Aska dengan tidak enak pada sang adik.
Dia sudah membuat keributan di pagi hari dirumah sang adik apalagi caranya salah karena mengikuti adiknya secara diam-diam.
"Masuklah, kebetulan aku masak banyak, lagian kalau jalan sekarang rumah sakit untuk DNA belum buka". Rere membuka pintunya dan menyingkir dari pintu dan mempersilahkan kakanya masuk.
"Baiklah, makasih yah dek". Ucap Aska kegirangan, dia langsung mengelus kepala sang adik dengan mata berbinar dan melangkahkan kakinya masuk kedalam kamar.
Rere yang mendapatkan perlakuan seperti itu mematung, dia memegang kepalanya dan menatap sang kakak yang telah berjalan masuk kedalam rumah dengan perasaan campur aduk.
"Kamar kos kamu cukup luas dan nyaman, diatas itu kamar yah dek?? ". Aska mengedarkan pandangannya melihat kontrakan sang adik yang lumayan apalagi tingkat dua seperti ini.
Sangat cocok ditempati seorang gadis yang hanya tinggal seorang diri dan pekerja.
"Iya seperti itulah, ayo sarapan, tadi aku sedang sarapan". Ajak Rere karena kakaknya masih asyik melihat seisi kamarnya.
Aska pun mengikuti sang adik, kemudian duduk di meja makan dan berhadapan dengan adiknya, benar yang dikatakan Rere, menu dimeja malan memang sedikit banyak, mungkin akan dibuat bekal juga.
"Kamu bawah bekal dari rumah dek?? ". Tanya Aska penuh perhatian
Rere berusaha untuk tidak tersenyum, panggilan itu tidak pernah dia dengar selama ini, dan hari ini kakaknya sudah mengatakannya lebih dari tiga kali.
Dia berusaha membangun benteng tinggi agar dirinya tidak lagi merasakan sakit hati tapi biar bagaimanapun, dia tetaplah seorang anak bungsu yang membutuhkan kasih sayang dari keluarganya.
"Iya aku sudah pisahkan untuk dibawah bekal, tadinya aku menunggu Laras untuk sarapan bareng tapi dia katanya mau sarapan diluar bareng pacarnya jadi dia tidak bisa kesini".
Aska mengangguk mengerti, hubungan pertemanan Rere dan juga Laras sudah terjalin lama, bahkan sejak mereka masih sekolah menengah keatas itulah sebabnya mereka seperti saudara.
"Syukurlah, kamu hidup dengan baik dan makan yang bagus disni, kan dirumah kamu sering tidak kebagian sarapan, padahal kamu menyumbang dana terbesar untuk dapur ibu". Aska menunduk mengingat hal menyakitkan itu.
Dia secara tidak sadar membuka luka lama yang berusaha Rere tinggalkan dan tak ingin diingatnya.
"Sudahlah tidak usah bahas hal itu, aku sudah keluar dari sana, apapun yang terjadi dirumah itu, bukan urusanku, dan lagian sejak dulu aku tak punya tempat di sana". Ucap Rere dengan dingin.
"Iya dek, maafin kakak, kakak tidak akan bahas itu lagi". Ucap Aska sambil menunduk.
Dia menghela nafas berat mendengar perkataan sang adik yang begitu menghujam dadanya dan sanubari terdalamnya.
Keduanya makan dengan penuh keheningan, percakapan hangat tadi langsung berubah dingin manakala mereka membahas keluarga mereka.
Apalagi Rere, yang tadinya berusaha menyambut hangat keberadaan Aska, kini wajahnya berubah masam, Aska hanya bisa mengutuk dirinya karena membahas masalah rumah pada adiknya ini.
"Ini sampel rambutku". Ucapnya menenteng sebuah botol yang berisi rambutnya.
Dia memberikannya pada sang kakak, karena dia juga ingin tahu, dia anak kandung ayahnya atau bukan, sampai ayahnya tidak pernah membelanya sama sekali.
Sedangkan Marsya yang statusnya anak angkat begitu disayang dan dibela sang ayah tanpa banyak protes.
"Baiklah dek, Terima kasih, kakak kerumah sakit dulu, kakak sudah rapikan bekas makan di meja, kamu bisa mencuci piringnya, kakak akan jalan dulu sekarang".
Rere hanya bisa mengangguk mengiyakan perkataan Aska, dia sangat malas untuk sekedar untuk dekat dengan sang kakak apalagi tadi kakaknya membuka luka lama yang sudah dia berusaha kubur dalam-dalam.
"Terima kasih atas sarapannya dek, kamu kerja yang baik". Aska memeluk sang adik dengan sayang dan langsung pergi meninggalkan Rere sendiri terpaku akan sikapnya.
dia menyadari dan yang kini mulai menyesali yang dia lakukan selama ini pada sang adik dan dia berusaha untuk memperbaiki segalanya agar tetap utuh .
"Aku harap ini bukan mimpi karena itu terlalu indah dan bagus untuk kukenang".