Impian memiliki rumah tangga harmonis ternyata harus berakhir di usia pernikahan yang ke 24 tahun. Handi sosok suami yang di harapkan bisa melindungi dan membahagiakannya, ternyata malah ikut menyakiti mental dan menghabiskan semua harta mereka sampai tak tersisa. Sampai pada akhirnya semua rahasia terungkap di hadapan keluarga besar ayah dan ibu Erina juga kedua anak mereka yang beranjak dewasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Enigma Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berkunjung
Dengan kompak Radi dan Yono langsung menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang menyapa.
"Assalamualaikum pak. Selamat pagi." Radi membalas sapaan seorang bapak yang berada di hadapannya.
"Wa'alaikum Salam. Selamat pagi. Cari siapa ke sini?" tanyanya dengan ramah.
"Mohon maaf pak kalau saya kurang sopan, saya mau bertemu dengan dek Darti,"
"Kamu siapa? Kenal di mana dengan anak saya," selidiknya sambil menatap Radi dari atas sampai bawah.
"Mmm... Maaf pak. Saya Radi. Saya tinggal di dukuh atas dekat kebun tembakau. Dan ini adik saya Yono," Radi memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya.
"Ooo ya. Mari silahkan duduk dulu. Tidak baik berbicara sambil berdiri," bapak yang berperawakan tinggi besar dengan warna kulit kuning langsat dan berpakaian setelan kaos berkerah itu menerima uluran tangan Radi dan mempersilahkan mereka duduk di kursi yang ada di teras rumah.
Suasana berubah sedikit tegang. Pertemuan yang baru saja terjadi adalah sesuatu di luar dugaan. Di bayangan Radi dia akan bertemu dengan Darti terlebih dulu dan kemudian di perkenalkan dengan orang tuanya. Tapi kenyataannya tidak. Justru dia malah bertemu orang tua Darti lebih dulu.
"Jadi bagaimana. Ada perlu apa datang menemui Darti anak saya," tanyanya.
"Mohon maaf bila kedatangan saya kurang berkenan dan mengganggu waktu bapak. Saya mempunyai niat baik terhadap keluarga bapak." Radi mulai memberanikan diri membuka jalan.
"Silahkan langsung ke tujuannya mas. Biar tidak ngalor ngidul karena saya masih ada keperluan lain," ucapnya datar.
"Loh... Ada tamu to pak? Kenapa tidak duduk di dalam saja. Kok malah ngobrol di teras," tiba-tiba dari arah dalam rumah keluar seorang wanita paruh baya yang memakai baju daster panjang. "Ayo masuk. Duduk di dalam saja."
"Biar di sini saja bu." jawab si bapak.
"Sudah...ngobrol di dalam saja pak. Ndak baik di lihat orang yang lewat. Ayo masuk ke dalam."
Bapak pemilik toko kelontong bangun dari duduknya, mempersilahkan Radi dan Yono untuk pindah duduk di dalam ruang tamu.
"Jadi bagaimana mas. Silahkan bicara apa maksud dan tujuan anda datang ke sini."
Radi sampai terlupa kalau tadi membawa bingkisan buah yang masih tetap di pegang Yono dan 3 kotak kue yang yang masih dia taruh di atas jok motornya.
Yono meletakkan bingkisan buah di atas meja ruang tamu setelah melihat kode dari Radi dan bergegas ke arah motor untuk mengambil box kue dan di serahkan ke kakaknya.
"Maaf pak dan ibu ini ada sedikit oleh-oleh untuk bapak ibu dan keluarga di sini. Mohon di terima," Radi mencairkan suasana yang mulai tegang dengan menyodorkan oleh-oleh yang di bawanya.
"O iya. Terima kasih mas. Padahal ndak perlu repot membawakan oleh-oleh kalau ke sini." ucap si bapak tanpa menyentuh oleh-oleh di atas meja. "Silahkan bicara mas,"
"Begini pak dan ibu. Maksud kedatangan kami ke sini selain ingin bersilaturrahmi saya bermaksud ingin melamar dek Darti anak bapak dan ibu," dengan mantab Radi menjawab.
"Melamar Darti? Sudah berapa lama kamu ada hubungan sama anak saya Darti. Kok saya baru tau dan baru dengar." ucapnya terkejut. "Bu, apa ibu sudah tau ini? Kenapa cuma saya yang belum tau ceritanya." tanyanya sambil menoleh ke arah istrinya yang duduk di samping.
"Ndak pak, ibu juga baru dengar. Darti gak pernah cerita apa-apa. Setahu ibu dia sedang tidak menjalin hubungan dengan siapapun," jawab si ibu.
"Maaf pak...bu... Izinkan saya menjelaskannya," Radi menyela percakapan orang tua Darti.
"Jadi begini, sebenarnya saya dan dek Darti tidak saling mengenal. Kami tidak dan belum menjalin hubungan. Saya mengenal dek Darti sudah lama sekali, waktu saya masih sekolah dan saat saya membeli barang di toko milik bapak. Ketika itu dek Darti datang menghampiri saya untuk menanyakan barang apa yang saya cari. Di situlah pertama kali saya kenal dan saya selalu memperhatikan kegiatan dek Darti setiap hari dari kejauhan. Maaf kalau saya tidak sopan. Tapi saya tidak punya niat jahat sedikitpun pada dek Darti dan keluarga bapak juga ibu. Adapun maksud saya ke sini mau meminta izin bapak dan ibu untuk bisa menjalin hubungan dengan keluarga di sini juga dengan dek Darti."
"Oo...jadi tujuan kamu ke sini mau memperkenalkan diri sekalian izin begitu?" tegas si bapak
"Iya, betul pak."
"Kamu sudah bekerja?"
"Sudah pak. Saya pegawai negeri di Jakarta. Jadi kalaupun saya di izinkan mengenal lebih dekat dengan dek Darti saya tidak bisa setiap saat datang ke sini karena saya bekerja di sana."
"Iya.. Saya bisa mengerti. Tapi putusan tetap di Darti. Kami orangtua hanya "tut wuri handayani". Kebetulan Darti sedang ke rumah kawannya sebentar. Kita tunggu dia saja dulu. Silahkan di minum tehnya,"
"Baik pak. Terima kasih,"