Trauma masa lalu, membuat Sean Alarick Aldino enggan mengulangi hal yang dianggapnya sebagai suatu kebodohannya. Karena desakan dari ibundanya yang terus memaksanya untuk menikah dan bahkan berencana menjodohkannya, Sean terpaksa menarik seorang gadis yang tidak lain adalah sekretarisnya dan mengakuinya sebagai calon istri pilihannya.
Di mata Fany, Sean adalah CEO muda dan tampan yang mesum, sehingga ia merasa keberatan untuk pengakuan Sean yang berujung pernikahan dadakan mereka.
Tidak mampu menolak karena sebuah alasan, Fany akhirnya menikah dengan Sean. Meskipun sudah menikah, Fany tetap saja tidak ingin berdekatan dengan Sean selain urusan pekerjaan. Karena trauma di masa lalunya, Sean tidak merasa keberatan dengan keinginan Fany yang tidak ingin berdekatan dengannya.
Bagaimana kisah rumah tangga mereka akan berjalan? Trauma apakah yang membuat Sean menahan diri untuk menjauhi Fany?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queisha Calandra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 28.
Author's Pov.
Sean berangkat ke kantor pagi-pagi sekali, bahkan ia melewatkan sarapannya. Membuat Fany merasa agak kecewa karenanya. Sekarang ia sudah tidak bekerja lagi di kantor Sean tapi ia memiliki rencana untuk mengantar makanan untuk Sean dan memintanya untuk makan siang dirumah nanti.
Sebelum pergi ke dokter kandungan, Fany lebih dulu memasak menu makan siang untuk mereka nanti kemudian ia mampir ke kantor Sean untuk mengantar menu sarapan Sean yang tidak sempat dimakan oleh Sean. Anggap saja Fany sedang melupakan kejadian-kejadian buruk kemarin hari yang membuat hatinya sakit. Sebelumnya ia juga memesan kue tart terlebih dulu untuk kejutan untuk Sean.
Untuk kesekian kalinya, Fany mendengar suara bisik-bisik beberapa pegawai Sean yang membicarakannya. Tapi, Fany mengabaikannya karena saat ini ia hanya ingin memberi kejutan pada Sean dengan mengantar menu sarapannya.
Fany berjalan lebih cepat agar segera sampai di ruangan Sean. Ia sampai di depan ruangan Sean. Tanpa mengetuk pintu lebih dulu, ia membuka pintu kayu besar itu dan tidak sengaja menjatuhkan tempat makan yang ia bawa sampai isinya berserakan di lantai. Membuat dua orang yang sedang berciuman mesra itu terkejut dan menatapnya.
Wanita itu meneteskan air matanya. Ia tidak menyangka bahwa suaminya akan berbuat seperti itu lagi di belakangnya.
"Fany, kenapa kau kemari?" Tanya Sean terkejut melihat kedatangan istrinya. Tanpa menjawab, Fany pun berjalan menghampiri mereka dan menampar Arinka, wanita yang baru saja berciuman dengan Sean.
Plak...!
"Fany." Tegur Sean sambil mengangkat tangannya.
"Apa? Kau mau menamparku untuk membalaskan nya?" Tanya Fany menantang. "Kalian sungguh tidak tahu malu. Apa yang kau lakukan disini? Kenapa kau terus menemui suamiku? Apa kau sudah tidak laku diluar sana sampai kau mau merebut suamiku?" Tanya Fany berurai air mata.
"Jaga si-"
"Diam, Sean! Aku sedang bicara dengannya." Potong Fany saat Sean akan membela Arinka.
"Kamu yang merebut Sean dariku. Kenapa kau justru menuduhku?" Ujar Arinka.
"Siapa yang lebih dulu meninggalkannya? Kamu. Kamu yang meninggalkannya. Sekarang kenapa kamu kembali disaat kami sudah bahagia bersama. Apa kau sudah dicampakkan oleh laki-laki yang menidurimu selama ini?" Ujar Fany tidak tahan lagi melihat Arinka yang terus-terusan bersama Sean.
Plak...
Kali ini, bukan Fany yang menampar Arinka, tapi Sean yang menampar Fany dengan spontan. Membuat Fany memegangi pipinya yang sakit karenanya.
"Fan. Aku tidak bermaksud seperti itu." Ucap Sean dengan nada rendah, ia reflek menampar Fany, sebenarnya ia tidak ingin menyakiti siapapun.
"Bagus.Kau menamparku demi dia? Jadi, ini kesibukanmu yang kau bicarakan ini? Berduaan dengan jalang ini?" Tanya Fany penuh kekecewaan.
"Fan, Arinka bukan jalang." Ujar Sean.
"Jika bukan, kenapa dia ada disini bersamamu yang sudah beristri?" Tanya Fany.
"Dia sekretaris ku mulai saat ini." Jawab Sean akhirnya. Fany mundur selangkah dan menganggukkan kepalanya.
"Oh, jadi ini alasanmu mendesakku untuk segera berhenti bekerja? Bagus! Aku sudah masuk ke dalam perangkap kalian." Ucap Fany kemudian ia pergi begitu saja meninggalkan Sean dan Arinka di ruangan itu.
Sean hendak pegi menyusul Fany karena ingin menjelaskan tapi, Arinka menarik Sean, melarang pria itu pergi menyusul Fany.
"Kenapa kau belum meninggalkannya?" Tanya Arinka datar.
"Dia mengandung anakku." Jawab Sean frustasi.
"Sean. Tinggalkan dia! Aku bisa memberimu anak." Ujar Arinka.
"Aku butuh waktu. Setidaknya sampai anak itu lahir." Ucap Sean pelan seakan ia tidak rela mengatakannya.
"Setelah itu, apa kau berjanji akan menikahiku? " Tanya Arinka.
"Aku belum bisa berjanji. Tapi, aku ingin." Jawab Sean.
"Sean. Aku butuh kejelasan." Ucap Arinka.
"Sudahlah. Sebaiknya kamu mulailah bekerja! Dan tolong panggil staf kebersihan untuk membersihkannya." Ucap Sean sambil menunjuk makanan yang Fany bawa untuknya yang kini berserakan di depan pintu.
"Baiklah." Jawab Arinka sambil pergi meninggalkan Sean.
Sekarang, Sean benar-benar tidak tahu harus bagaimana saat ia bertemu dengan Fany nanti. Ia jelas sudah menyakiti Fany dengan sangat dalam. Ditambah dengan tamparan tangannya yang akan sulit untuk dilupakan oleh Fany.
.......
Sean pulang dan tidak mendapati siapa pun di sana. Seluruh ruangan gelap, menandakan bahwa Fany memang belum pulang. Tapi, kemana wanita itu pergi? Sean mencoba memeriksa seluruh ruangan, namun wanita itu tidak ada dimana pun. Pakaian dan barang-barang Fany juga masih lengkap.
Kemudian Sean pergi ke dapur barangkali Fany meninggalkan pesan disana. Tapi, Lagi-lagi Fany memang tidak ada di sana. Hanya saja, Sean melihat begitu banyak hidangan makanan yang tertata tapi di atas meja makan. Semua makanan itu sudah dingin menandakan bahwa mungkin Fany membuatnya sejak pagi.
Ting...
Sean mendengar suara bel pintu, ia dengan cepat berjalan ke depan untuk melihat siapa yang datang. Mungkin saja itu Fany atau teman Fany yang memberitahu keberadaan Fany.
Sean membuka pintu itu dengan cepat. Seorang pria dengan topi di kepalanya dan juga kotak yang ia bawa.
"Hallo, selamat malam. Saya dari Queena Cake. Mengantar pesanan atas nama Nyonya Naura Fanya." Ujar pria itu. Sean menerimanya dan bertanda tangan di lembar serah Terima yang pria itu berikan.
"Terimakasih." Ucap Sean sopan.
Setelah pria pengantar kue itu pergi, Sean membawa kotak berisi kue pesanan Fany itu ke dalam kemudian meletakkannya di atas meja makan. Sean merasa agak penasaran dengan Apa yang Fany pesan tapi malah meninggalkannya begitu saja. Sean membuka kotak berbahan kardus itu dan membelalakkan matanya. Ia melihat sebuah kue yang ditujukan padanya.
Fany mengingat hari ulang tahun pernikahannya meskipun ia terus mengecewakannya. Tapi, kemana Fany?
Sean mencoba menghubungi nomor ponsel Fany. Tapi, tidak aktif meskipun ia mencobanya berkali-kali.
"Sebenarnya kamu dimana Fany? Kenapa kamu selalu menghilang disaat seperti ini?" Gumam Sean frustasi. Ini bukan kali pertama Fany menghilang, tapi ia tidak bisa mengabaikannya begitu saja. Terakhir ia menemukan Fany dalam kondisi yang kurang baik. Sekarang, ia tidak ingin hal itu terjadi lagi.
Sean akan pergi ke kantor dan memeriksa kamera pengawas untuk melihat kana Fany pergi setelah ia keluar dari kantor. Ia juga berharap Fany masih ada di kantor sedang bersembunyi karena sikapnya pada tadi. Ia akan pergi dan menemukannya untuk meminta maaf pada istrinya itu.
Tapi, saat membuka pintu depan, Sean dikejutkan dengan bungkusan kardus serupa seperti kue pesanan Fany yang diterimanya tadi, tapi kali ini kardusnya cukup besar. Sean langsung membukanya tanpa membawanya masuk ke dalam. Sean bergidik ngeri dan marah seketika setelah melihat isinya. Sebuah boneka bayi yang berlumuran darah. Bukankah itu menandakan bahwa Fany dan bayinya dalam bahaya sekarang?
"Sialan." Umpat Sean kemudian segera pergi setelah membuang barang menjijikkan itu.
Sean mengemudikan mobilnya dengan gusar. bagaimana jika sesuatu hal yang buruk terjadi pada Fany? Apa yang harus dia lakukan sekarang?
Ponsel Sean bergetar di dalam saku celananya. Ia meraihnya dan menjawab telepon itu tanpa melihat siapa si penelepon lebih dulu.
"Hallo." Ucap Sean pertama kali setelah menempelkan sisi atas ponselnya ke telinganya.
"Hallo, Sean." Terdengar suara perempuan yang masih asing di telinga Sean.
"Siapa kamu?" Tanya Sean sarkastis mendengar suara perempuan dalam telepon itu. Sangat jelas, perempuan itu memiliki niat buruk dari nada bicaranya.
"Setelah menikahi wanita lain, kau jadi melupakan calon istrimu yang sebenarnya?" Ujarnya.
"Apa maksudmu? Siapa kau?" Tanya Sean masih tidak mengenali perempuan itu.
"Aku calon istri pilihan ibumu. Apa kau benar-benar melupakanku?" Ujarnya sambil tertawa.
"Apa tujuanmu menelfon ku? Jika hanya bermain-main, sebaiknya kau tidak perlu mengulanginya lagi!" Ujar Sean hendak memutus panggilannya tapi suara Fany terdengar dari sabungan telepon itu kemudian Wanita itu tertawa terbahak-bahak.
"Apa kau mendengarnya? Kau ingin mendengarnya lebih jelas lagi? Istrimu sedang menikmati permainan pria-pria perkasa." Ujar Wanita itu lagi.
"Ahhh jangan! Aaaahh hentikan! Kumohon berhenti uuuhhhhmmm."
Suara Fany terdengar begitu putus asa. Apa yang terjadi pada Fany? Ya Tuhan dimana wanita itu menyembunyikan Fany?
"Sialan. Dimana kalian?" Tanya Sean marah.
"Kenapa harus buru-buru. Aku khawatir jika kau kesini sekarang, kau akan merasa cemburu melihat bagaimana istrimu memuaskan mereka." Ujar wanita mantan calon istri Sean.
"Katakan dimana istriku!" Ujar Sean menggertak.
"Jika kau ingin istri dan anakmu selamat, buatlah kesepakatan denganku! Kamu harus menceraikannya dan menikah denganku." Ujar wanita itu.
"Bermimpi saja kau!" Ujar Sean penuh emosi. Ia tidak akan melepaskan wanita itu begitu saja. Percaya atau tidak, ia akan membuat wanita itu hidup segan matipun tak mau.
Wanita itu memutuskan panggilan teleponnya setelah tertawa mendengar nada bicara Sean yang terdengar sangat marah dan seperti ingin memakan orang hidup - hidup.
"Lihat saja. Aku akan menemukanku dan membuatmu menyesal seumur hidup!" Gumam Sean.
Melacak keberadaan seseorang memang sulit tapi, nomor yang baru saja menelponnya pasti bisa untuk diketahui dimana posisi orang itu. Sean meminta sekretaris Janne untuk melacak nomor wanita itu. Dalam hitungan sepuluh menit, Sean mendapatkan jawaban atas pertanyaannya. Ia tidak ingin melewatkan satu menit pun waktu yang ia miliki. Ia harus segera menemukan Fany dan membawa istrinya itu ke tempat yang aman.
.....
Sean sampai di sebuah gedung tua, memang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Tapi, gedung itu adalah tempat yang Sekretaris Janne tunjuk.
Sean berjalan masuk dengan hati-hati. Bukan tidak mungkin wanita itu memasang beberapa perangkap untuk melumpuhkannya.
"Pergi kalian! Biarkan aku pergi! Aku tidak ada hubungannya dengan pria brengsek yang kalian bicarakan." Terdengar suara Fany berteriak histeris dari salah satu ruangan itu. Suara Fany terdengar begitu kesakitan. Sean segera mencari Fany ke sumber suara. Saat ia membuka pintu ruangan itu dengan mendobraknya. Sean sudah disuguhkan dengan pemandangan yang begitu mengerikan. Fany yang terlihat kacau dengan pakaian compang-camping dan juga tanda bekas cupang hampir di sekujur tubuhnya.
"Wow, pahlawanmu datang. Aku tidak pernah berfikir pahlawan brengsekmu itu akan mencarimu sampai kesini." Ucap wanita kejam itu diikuti tawa empat pria yang sebelumnya sudah membuat Fany tidak memiliki semangat hidup lagi.
"Kalian menyerah saja! Hukuman kalian mungkin akan lebih ringan." Ucap Sean datar.
"Menyerah? Membiarkanmu tetap bersama wanita itu? Mana mungkin akan kulakukan. Kau itu calon suamiku. Wanita mana pun tidak boleh memilikimu, selain aku." Ucap Wanita itu.
"Aku tidak mengenalmu. Bagaimana bisa kau menyebut dirimu adalah calon istriku? Kau harus segera diperiksa." Ucap Sean.
"Aku adalah wanita yang dipilih ibumu. Apa kau sudah melupakan ibumu sendiri?" Tanya wanita itu.
"Apa ibuku belum mengatakan padamu, bahwa perjodohan itu dibatalkan? Atau kau tidak ingin kehilangan kesempatan untuk menaikkan posisi ayahmu di perusahaan keluarga kakakku?" Tanya Sean sinis.
"Kau. Beraninya kau menghinaku." Ujar wanita itu.
"Kenapa aku tidak berani? Kau sudah bertindak melebihi batasanmu." Kata Sean.
"Kau memang bajingan. Lihat sekarang, istrimu bukan hanya kau saja yang menyentuhnya sekarang. Empat pria itu sudah mengerjakan tugasnya dengan baik. Itu adalah balasan untukmu." Ujar Wanita itu sambil menunjuk Sean.
"Biar ku beritahu bagaimana aku akan membalasmu." Ucap Sean datar sambil mendekati wanita itu.
"Mau apa kamu?" Tanya wanita itu mulai khawatir. Sean bukan hanya berjalan mendekat, pria itu juga mengambil sebatang kayu yang ada di dekatnya.
"Takut? Harusnya kau berfikir dulu sebelum membuatku melakukan ini padamu." Ujar Sean.
"Kenapa kalian diam saja? Cepat hentikan dia!" Ujar wanita itu menyuruh empat pria itu untuk menghentikan Sean.
Tapi, Sean kali ini cukup terbakar emosi, membuat dirinya jauh lebih kuat dari biasanya. Meskipun mereka berempat dan ia hanya seorang, Sean mampu melawan mereka dan melumpuhkan mereka dengan beberapa pukulan saja.
"Cih, hanya segini saja? Mau main-main denganku?" Tanya Sean sinis. Membuat wanita itu ketakutan dan berjalan mundur menghindari Sean.
"Dasar kalian tidak berguna." Ujar Wanita itu marah melihat empat pria itu terkapar di sekelilingnya.
"Sekarang, apa kau menyesal?" Tanya Sean.
"Kau, menjauhlah dariku!" Ujar wanita itu. Tapi, Sean tidak menghiraukan nya. Sampai akhirnya tubuh wanita itu bertabrakan dengan dada seorang pria berseragam yang dengan sigap menangkap wanita itu.
"Dia telah menculik dan menyiksa istriku. Merencanakan tindakan pelecehan seksual terhadap istriku, maka hukum dia dan ke empat sampah itu seberat-beratnya sampai mereka tidak ingin untuk bertahan hidup!" Ucap Sean.
"Baik." Jawab pria berseragam itu diikuti beberapa pria di belakangnya.
Mereka membawa wanita itu pergi dengan paksa. Sedangkan Sean menghampiri Fany yang masih terduduk tertunduk dengan tangan dan kaki terikat.
"Fan, kau baik-baik saja?" Leher Sean serasa tercekat melontarkan pertanyaan itu. Padahal ia tahu bahwa Fany baru saja mengalami hal buruk. Bahkan ia juga merasa sakit saat melihat bekas kemerahan yang tersebar di semua bagian tubuh Fany.
Sean memeluk Fany agar wanita itu merasa aman tapi Fany mendorong Sean sampai pelukannya terlepas.
"Pergi! Urus saja urusanmu sendiri!" Ujar Fany berteriak histeris. Ia merasa hidupnya kini hancur. Sangat hancur sampai ia tidak sanggup untuk bertahan lebih lama lagi.
"Fan. Aku tahu kau marah padaku. Tapi, please, ikut aku pulang sekarang!" Ucap Sean pelan membujuk Fany.
"Tidak. Kau- hiks.. Aku tidak mau hidup lagi hiks... Hiks.." Ucap Fany terisak tidak kuat menahan kesedihannya meratapi nasibnya kini.
"Fan. Ingat anak kita! Dia berhak hidup dan tumbuh bersama kita." Ucap Sean. Fany mendongak dan menatap Sean.
"Kau. Mau anak ini?" Tanya Fany.
"Kenapa tidak?" Tanya Sean.
"Anak ini milikku. Kau tidak berhak lagi atas dirinya setelah kita berpisah." Ucap Fany.
"Kita tidak akan berpisah." Ucap Sean cepat tanpa berfikir panjang.
"Kau sungguh - sungguh?" Tanya Fany lagi. Sean menganggukkan kepalanya dengan kaku. Ia sudah terlanjur mengatakannya. Ia akan memikirkannya lagi nanti, sekarang ia harus membawa Fany pulang bagaimana pun caranya. "Kita pulang sekarang, ya!" Ucap Sean. Fany mengangguk seperti anak kecil yang patuh.
Tanpa pikir panjang, Sean menggendong Fany dan membawa wanita hamil itu keluar dari gedung tua itu dengan berhati-hati. Sean tidak akan melupakan kejadian hari ini, semua adalah kesalahannya. Yang terjadi pada Fany hari ini bersumber dari dirinya. Ia tidak akan menyalahkan Fany dalam hal ini.
........
Bersambung ....